MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Kaur Renmin Yanma Polda Sulawesi Selatan (Sulsel) Cut Juwita Sufirman Rahman berhasil meraih gelar Doktor Ilmu Hukum di Fakultas Hukum (FH) Universitas Muslim Indonesia (UMI).
Gelar tertinggi bidang akademik itu, ia sandang setelah Cut Juwita berhasil mempertahankan disertasinya berjudul "Hakikat Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan Sebagai Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga".
Dalam Ujian Promosi Doktor di Pascasarjana UMI, Jl Urip Sumoharjo, Makassar, Senin (13/11/2023). Prof. Dr. H. Sufirman Rahman, SH.MH (Promotor), dan Prof. Dr. H. Syahruddin Nawe (Ko Promotor) serta Dr. Hardianto Djanggih (Ko Promotor).
"Nama Cut Juwita, Konsentrasi hukum pidana, dinyatakan lulus dengan predikat pujian. Saudara dinyatakan menggunakan gelar Doktor (Dr) tercatat sebagai alumni ilmu hukum yang ke 349 di PPs UMI," jelas pimpinan sidang promosi Doktor, Prof. Dr. Sufirman Rahman yang juga Direktur PPs UMI.
Sedangkan, Dr. Cut Juwita mendapat pertanyaan beragam dari penguji eksternal dan internal saat promosi berlangsung. Pertanyaan datang silih berganti soal KDRT, namun dijawab dengan santai.
"Dampak dari KDRT untuk perempuan itu sangat menyedihkan. Ada dua dampak perlu diperhatikan yaitu fatal dan tidak fatal. Kalau fatal itu kaitan trauma dan sakit karena dipukul, kalau non fatal berakibat meninggal/kematian," kata wanita yang bertugas di Polda Sulsel itu.
Permasalahan lain yang perlu diperhatikan adalah, karena perempuan rentan banyak masalah rumah tangga, hingga stres akibat ekonomi dan persoalan lain.
"KDRT itu banyak hal, dinegara berkembang banyak belum dikenakan sanksi, perlu sosialisasi agar masyarakat mengetahui hak dan kewajiban rumah tangga. Harus diketahui persoalan dan ada tahapan perlu para keluarga rumah tangga mencari solusi," terang Cut Juwita.
Dalam pemaparannya, Cut Juwita menjelaskan, hakikat perlindungan hukum terhadap perempuan sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga menurut hukum Islam, bahwa Islam tidak mentolerir kekerasan terjadi, baik terhadap laki-laki maupun perempuan.
Disebutkan bahwa terdapat beberapa ayat dalam Al-Qur'an yang jika hanya dipahami secara tekstual, memberikan pembenaran terhadap tindak kekerasan.
"Diantaranya dalam Quran Surah 4: 34, karena suami adalah pemimpin (qawwamun) maka ditafsirkan bahwa ia berhak secara mutlak menguasai isterinya dengan memperlakukannya sewenang-wenang, dengan dalih mendidik," jelasnya.
Perempuan kelahiran Lampung, 4 Juni 1977 ini menyebut, permasalahan kekerasan terhadap perempuan merupakan masalah yang terjadi di negara-negara berkembang, dan juga di negara-negara maju.
"Pada tahun 2010, data WHO menunjukkan bahwa secara umum 1 dari 3 perempuan di dunia mengalami kekerasan," tuturnya.
Jika dilihat menurut wilayah, kata Cut Juwita, terlihat bahwa prevalensi kekerasan terhadap perempuan di negara- negara berkembang cenderung lebih tinggi dibandingkan negara-negara maju.
Dalam kenyataannya demikian kasus kekerasan dalam rumah tangga banyak terjadi, sedangkan sistem hukum di Indonesia belum menjamin perlindungan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga.
"Kekerasan pada perempuan di Indonesia sendiri telah di antisipasi dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga," tutup Cut Juwita. (Yadi/A)