MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Pemanfaatan lahan perhutanan sebagai sumber perekonomian masyarakat terus dikawal oleh Pemerintah Provinsi Sulsel. Saat ini 217 hektare luas hutan sudah dimanfaatkan dan dikelola oleh Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS).
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Sulsel, Andi Hasbi Nur menyampaikan KUPS tersebut merupakan program yang mengajak masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan hutan agar dapat meningkatkan perekonomiannya.
Kata dia, hal itu juga menjadi solusi untuk menangani konflik yang kerap terjadi terkait Tenurial. Konflik tenurial adalah berbagai bentuk perselisihan atau pertentangan klaim penguasaan, pengelolaan, pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan dan lahan serta sumberdaya alam lainnya.
“Kita dorong masyarakat khususnya sekitar kawasan hutan untuk dapat meningkatkan ekonominya dengan memanfaatkan lahan bawah tegakan semaksimal mungkin, dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi hutan dan kawasan hutan,” jelasnya Kepada Rakyat Sulsel, Minggu (28/1/2024).
Ia membeberkan, saat ini pihaknya juga tengah mendorong sebaran lahan perhutanan lainnya untuk dapat dikelola dengan baik.
“Saat ini luas kawasan hutan yg dimanfaatkan sekitar 217 ribu hektare dan saat ini sedang berproses sekitar 8000 hektare. Luasan ini untuk pemanfaatan dengan skema perhutanan sosial,” jelasnya.
Ia melanjutkan, Pengelolaan usaha dan kegiatannya tetap mengacu pada prinsip kelestarian fungsi lingkungan hidup dan kehutanan.
“Usaha kegiatannya bisa dalam bentuk penanaman tanaman pohon seperti kopi, jahe, atau penanaman tanaman kehutanan seperti penanaman kayu bitti, sengon, bisa juga tanaman buah (MPTS) seperti pala, matoa, durian, sukun, nangka dan lainnya,” ulasnya.
Bahkan kata dia, pengelolaannya itu juga dapat berupa pangan hasil produksi yang berbahan dasar dari hasil perhutanan sosial tersebut, sampai pada yang bersifat agrowisata.
Andi Hasbi mengutarakan, untuk lahan perhutanan sosial itu masyarakat mesti melakukan permohonan dalam pengajuan perizinan.
“Harus melalui sistem perizinan pemanfaatan kawasan hutan apakah itu melalui perizinan perhutanan sosial oleh masyarakat ataukah dalam bentuk perizinan pemanfaatan kawasan hutan (IUPK) oleh badan usaha,” paparnya.
“Sistem perizinan ini semua persetujuannya dikeluarkan oleh Kementerian LHK. Dinas LHK Provinsi hanya membantu proses pengusulannya,” timpa Andi Hasbi.
Sementara itu, Ketua KUPS Aren Jaya Desa Bonto Manurung Maros, Sarmila menyampaikan untuk produk yang dikelolanya itu berupa olahan lanjutan dari hasil perhutanan sosial.
“Berbagai varian, ada yang berbentuk semut ada juga gula kukus dan gula cair,” ucapnya.
Kata dia, untuk kuantitas produksi itu juga dipengaruhi oleh kondisi cuaca karena masih bergantung bahan dasar di kawasan perhutanan sosial.
“Bahan bakunya kalau musim hujan gula aren itu kualitasnya sedikit menurun, otomatis produksinya juga menurun,” ungkapnya.
Kendati demikian, ia juga menyampaikan pendampingan dari pihak DLHK Sulsel terbilang membantu dalam upaya peningkatan kapasitas produksi.
“Setelah pendampingan itu Alhamdulillah ada peningkatan sekitar 100 kg dari produksi biasanya perbulan. Jadi sekarang mencapai 300 kg per bulan setelah didampingi. Pemasaran itu sudah ada di daerah lokal dan ada di online shop, “ kuncinya.(Abu/B)