MK Tentukan Nasib Aras-Amir Uskara Hari Ini

  • Bagikan
Muhammad Aras - Amir Uskara

JAKARTA , RAKYATSULSEL – Nasib Amir Uskara dan Muhammad Aras ditentukan hari ini melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Ada 285 gugatan diajukan ke MK. Pada pileg lalu, Aras dan Amir Uskara mendapat suara tertinggi di internal partai dapil masingmasing. Amir Uskara memperoleh 94.285 suara di Dapil Sulsel I, sedang Muhammad Aras sebanyak 101.938 suara di dapil Sulsel II.

Namun keduanya gagal lolos ke Senayan karena PPP tak lolos ambang batas parlemen sebesar 4 persen. Partai berlambang Ka’bah tersebut hanya meraih 5.878.777 suara atau 3,87 persen.

Gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pileg 2024 bakal diputuskan hari ini, Selasa, 21 Mei hingga besok, Rabu, 22 Mei. Dalam pembacaan putusan dismissal, MK akan menetapkan perkara mana saja yang lanjut ke pembuktian dan tidak.”MK akan menggelar sidang pengucapan putusan/ketetapan terhadap 207 perkara PHPU pileg,’’ kata Jubir MK Fajar Laksono kemarin.

Sesuai jadwal, ada 155 perkara yang dibacakan hari ini. Dilanjutkan besok sebanyak 52 perkara. Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Muhammad Ihsan Maulana, mengatakan jika melihat jadwal tersebut, sangat mungkin 207 perkara yang dibacakan akan diputus tidak dilanjutkan. Sementara sisanya bakal dilanjutkan.

’’78 perkara (yang tidak dibacakan) itu akan lanjut dalam sidang pembuktian,’’ ujarnya dalam paparan hasil pemantauan PHPU di Cikini, Jakarta, kemarin.

Jumlah itu terhitung cukup banyak dibanding lima tahun lalu. Kala itu hanya 30 perkara yang lanjut ke pembuktian. Banyaknya potensi perkara yang lanjut ke pembuktian menjadi tantangan tersendiri untuk MK. Sebab, waktu yang tersisa tidak banyak. ’’Di sisa 15 hari kerja, MK harus memutuskan,’’ jelasnya.

Dari pencermatannya, memang ada sejumlah kasus yang perlu dielaborasi ke sidang pembuktian. Salah satunya perkara PPP. Dalam sidang awal, PPP maupun Garuda sebagai pihak terkait baru sebatas saling klaim. Sehingga perlu dibuktikan masing-masing.

Bahkan, Ihsan berharap MK bisa menelisik lebih dalam potensi politik transaksional antara Garuda dan PPP. Pasalnya, cukup janggal ketika semua gugatan PPP mengklaim bahwa suaranya diambil Garuda. Apalagi, berdasar pengalaman, ada kecenderungan partai yang sudah pasti tidak lolos ke parlemen menjual suaranya.

“Ini yang harus diperiksa MK. Jangan sampai ada proses transaksional yang dilakukan antara pemohon dan partai pihak terkait,’’ tuturnya.

Selain itu, dari pemantauan Perludem, ada sejumlah kasus yang jadi perhatian. Salah satunya kasus dicabutnya permohonan yang diduga bernuansa tekanan. Indikasinya terlihat dari tidak keluarnya rekomendasi partai untuk PHPU.

Pencabutan itu justru berbahaya. Sebab, MK jadi kehilangan objek untuk mengecek kejanggalan prosesnya. “Tentu ini sesuatu yang tidak baik untuk mendorong keadilan substantif dalam konteks PHPU legislatif,” tuturnya.

Kahfi Adlan, peneliti Perludem lainnya, memaparkan bahwa dari hasil pemantauan Perludem, dalil yang paling banyak diajukan berkaitan dengan penggelembungan dan pengurangan suara.

Jumlahnya mencapai 106 perkara. Hal itu berbeda dengan PHPU pilpres lalu yang menitikberatkan pada pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Di PHPU pileg, dalil TSM hanya 10 perkara. (FAJAR)

  • Bagikan