MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Sebulan berlalu, bencana alam tanah longsor menyapu beberapa desa di Kecamatan Latimojong, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan (Sulsel). Namun hingga sekarang, warga di wilayah tersebut masih bergulat dengan puing-puing dan lumpur sisa material longsor yang belum disingkirkan.
Menurut informasi yang diperoleh Rakyat Sulsel, total ada tujuh desa di Kecamatan Latimojong, yang sampai sekarang masih terisolir. Tiga desa diantaranya paling terdampak yakni Desa Lambanan, Tibussan, dan Pajang.
Infrastruktur seperti jalan dan jembatan sebagai penghubung menuju ke desa tersebut hingga sekarang masih terputus. Akibatnya, akses suplai kebutuhan sehari-hari untuk warga di wilayah itu juga ikut terhambat.
Belum lagi, pascabencana tanah longsor di wilayah tersebut masih banyak warga hidup di tenda pengungsian. Mereka masih trauma untuk kembali kerumahnya, terlebih kala curah hujan tinggi melanda wilayah itu.
"Khususnya di desa saya (Lambanan), sampai saat ini masih mengandalkan tenda pengungsian. Bahkan ada satu dusun masyarakat saya yang ketika hujan deras, dia lari ke tempat (tenda) pengungsian, karena hanya di sana mereka merasa aman," ungkap Kepala Desa Lambanan, Kecamatan Latimojong, Burhanuddin saat diwawancara Rakyat Sulsel, Jumat (7/6/2024).
Burhanuddin bercerita, dampak dari bencana alam tanah longsor yang terjadi pada 2 Mei 2024 lalu, mengakibatkan 97 Kepala Keluarga (KK), dengan total 379 jiwa di desanya masih terisolasi. Warga di desanya disebut sampai sekarang masih tertahan, lantaran akses jalan menuju rumah mereka belum bisa dilalui secara normal.
Total ada 9 titik longsor di jalan poros menuju ke Desa Lambanan belum tertangani. Material longsor dan puing-puing kayu, kata Burhanuddin, masih menutupi ruas jalan. Belum lagi, dua jembatan utama sebagai penghubung menuju ke desanya masih terputus sampai sekarang.
Hanya kendaraan roda dua dengan spesifikasi trail disebut dapat melintas di sela reruntuhan material longsor yang menutupi jalan. Untuk kendaraan roda empat, sama sekali tidak memungkinkan untuk bisa melewati.
Itupun, kata Burhanuddin, akses kendaraan roda dua bisa sedikit terbuka berkat swadaya masyarakat yang selama satu Minggu melakukan gotong royong.
"Hampir satu Minggu akses dari Desa Buntu Sarek kami kerja itupun hanya untuk (dilalui) roda dua, untuk angkut logistik masuk ke desa kami. Masyarakat hanya mampu kerjakan itu kemarin," ungkap Burhanuddin.
Dengan kondisi yang memprihatinkan itu, Burhanuddin berharap pemerintah daerah, utamanya pemerintah provinsi yakni PJ Gubernur Sulsel, Prof. Zudan Arif Fakrulloh bisa peka dengan mengirimkan bantuan alat berat berupa Ekskavator dan Loader guna menyingkirkan material longsor dalam membuka jalan menuju ke Desa Lambanan dan desa-desa lainnya.
"Jalan poros sampai saat ini sama sekali belum di sentuh alat berat, masyarakat tidak mampu kerja manual. Kami butuh alat berat untuk membersihkan infrastruktur yang tertimbun longsor sampai saat ini. Di sini, anak-anak sekolah juga masih diantar ke sekolah oleh orang tuanya karena khawatir longsor susulan, jalan belum dikerjakan dan jembatan," harap Burhanuddin.
"Wilayah saya dan wilayah Desa Buntu Sarek sebagai jalan masuk sampai saat ini juga belum tersentuh, kami berharap ada perhatian khusus dari pak Gubernur (Prof. Zudan) terkait pengadaan alat, satu saja ekskavator dan loader. Kalau sudah ada alat itu, sayakira sudah cukup membantu untuk dua desa ini, Buntu Sarek dan Lambanan," sambungnya.
Selain bantuan alat berat, mewakili warga di desanya, Burhanuddin juga meminta PJ Gubernur Sulsel dalam waktu dekat ini mengunjungi daerah mereka untuk memantau secara langsung situasi dan kondisi di sana pasca bencana alam.
Terlebih, untuk pemulihan ekonomi masyarakat di desa tersebut yang mayoritas petani kopi dan cengkeh. Mengingat, kata Burhanuddin, petani di desanya dipastikan gagal panenan akibat bencana alam yang terjadi. Masyarakat tak lagi bisa keluar masuk desa untuk membeli kebutuhan pertanian, seperti pupuk dan kebutuhan lainnya.
"Kami sangat mengharapkan penanganan khusus dari pak gubernur, kami tidak terima kalau nanti selesai lebaran (baru berkunjung). Kalau masyarakat mati sebelum lebaran bagaimana. Ada dua hal tidak bisa di tahan, pertama lapar, kedua ketakutan, itu tidak bisa. Kami punya harapan besar supaya khususnya infrastruktur ini bisa ditangani lebih khusus (PJ Gubernur), karena sudah bisa dipastikan masyarakat saya gagal panen karena akses jalan tidak memungkinkan," ujar dia.
Warga Belum Terima Bantuan Kementan RI
Selain masalah infrastruktur, bantuan terhadap pemulihan ekonomi di Desa Lambanan juga sangat dibutuhkan. Menurut Burhanuddin, dirinya tak pernah mengetahui jika ada bantuan dari Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman (AAS) terhadap korban bencana alam banjir dan longsor di Sulsel.
Padahal, diketahui ada bantuan senilai Rp48 miliar untuk para korban terdampak. Termasuk, Amran juga memberi bantuan alat pertanian senilai Rp 400 miliar dan tambahan pupuk senilai Rp 2,57 triliun bagi petani di Sulsel.
"Sampai saat ini, saya sebagai pemerintah desa belum ada kejelasan bantuan pertanian masuk ke desa saya sejak bencana ini, belum ada," ujar Burhanuddin menanggapi bantuan Kementan.
Padahal, masyarakat di desanya disebut sangat membutuhkan bantuan pertanian untuk memulihkan kondisi ladang mereka pasca bencana alam, utamanya pupuk dan bibit.
"Masyarakat saya sangat butuh batuan pertanian, khususnya untuk pupuk dan bibit untuk memulihkan secepat mungkin pertumbuhan ekonomi masyarakat. Karena banyak tanaman masyarakat (kopi dan cengkeh) tertimbun longsor," harapnya. (isak Pasa'buan/B)