MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Larangan aparatur sipil negara (ASN) dan kepala desa untuk menjaga netralitas di pemilihan kepala daerah serentak, ternyata tak mempan. Berbagai laporan yang masuk ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) telah diproses.
Hasilnya, Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) meningkatkan laporan-laporan itu ke penyidikan. Selanjutnya, sanksi berat akan menanti para ASN tersebut. Tanpa efek jera yang pasti, upaya menghindarkan ASN dan aparat desa untuk tidak terlibat politik praktis di setiap perhelatan politik akan terus berlangsung secara masif.
Tiga ASN dari Unit Pelaksana Tugas Pendapatan Wilayah Makassar 1, Badan Pendapatan Daerah Sulsel dinyatakan terbukti mengampanyekan salah satu pasangan calon di Pemilihan Gubernur Pilgub 2024. Kasus tersebut kini dinaikkan ke tahap penyidikan. Adapun, dugaan pelanggaran netralitas diteruskan ke Badan Kepegawaian Negara (BKN).
"Kesimpulan dan rekomendasinya untuk ditindaklanjuti ke BKN untuk netralitas ASN. Mengenai dugaan pidana disepakati ditingkatkan ke penyidikan," kata komisioner Bawaslu Sulsel, Abdul Malik, Minggu (6/10/2024).
Ketiga ASN yang diduga melanggar netralitas ASN tersebut yakni Kepala UPT Pendapatan Wilayah 1 Bapenda Sulsel, Yarham Yasmin, bersama dua staf bernama Zulkhairil dan Asri. Mereka dinyatakan terbukti melanggar netralitas ASN usai Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) melakukan pembahasan yang dilanjutkan dengan rapat pleno oleh Bawaslu Sulsel pada Sabtu (5/10/2024).
Menurut Malik, berkas perkara ketiga ASN tersebut akan segera dilengkapi untuk dilaporkan ke personel kepolisian. Ketiganya diduga telah melanggar Pasal 188 ayat 1 juncto Pasal 71 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Ketiganya diancam pidana penjara enam bulan dan denda Rp 6 juta.
Menurut Malik, hasil penyelidikan di Sentra Gakkumdu ditemukan kartu dengan gambar salah satu pasangan calon beserta nomor urut. Selanjutnya, hal itu juga dikuatkan dengan keterangan saat pemeriksaan berlangsung. Selanjutnya, kata Malik, penyidikan akan dilakukan selama 14 hari kerja. Setelah berkas lengkap akan langsung dilimpahkan ke pengadilan untuk disidangkan.
Adapun, anggota Bawaslu Sulsel Saiful Jihad mengatakan, hasil penyelidikan ketiganya melakukan foto dua jari disertai dengan barang bukti kartu nama paslon beserta nomor urut. Ketiganya dinyatakan melanggar Undang-undang 20/2023 tentang ASN dan PP 94/2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
"Dia melakukan tindakan di antaranya melakukan simbol dua jari yang dilarang PP 94/2021 dan UU ASN 20/2023. Jadi karena itu pelanggaran pedoman etik ASN jadi kita teruskan ke BKN. Nanti penentuan sanksinya di BKN. Dalam hasil kajian Bawaslu terbukti setelah dilakukan pemeriksaan terlapor, saksi-saksi sudah kita mintai semua," ujar Saiful.
Momen Yarham cs berpose dua jari sambil memegang atribut paslon diabadikan di kantor ruang kerja Yarham pada Jumat, 27 September 2024. atau hari ketiga masa kampanye Pilkada 2024.
Saiful mengatakan, pihaknya yakin dengan dua alat bukti yang cukup untuk memproses Yarham cs ke pihak kepolisian. "Jadi bukti dugaan pidananya cukup setelah dilakukan pemeriksaan terhadap pelapor dan saksi-saksi yang dihadirkan," imbuh dia.
Sebelumnya, Ahmad Ishak sebagai kuasa hukum Yarham, mengatakan kliennya memang sengaja berfoto memegang atribut salah satu pasangan calon bersama dua ASN lainnya. Foto itu, kata dia, direkam melalui ponsel pribadi Yarham kemudian dikirim ke grup internal kantor Samsat Makassar.
Sementara itu, anggota tim hukum calon Bupati Gowa Amir Uskara, Ridwan Basri mengatakan telah menerima hasil pemeriksaan Bawaslu/Gakkumdu Kabupaten Gowa atas laporan dugaan netralitas ASN, kepala desa, dan perangkatnya. Menurut dia, Gakkumdu sudah meningkatkan laporan itu ke penyidikan.
"Bawaslu Gowa telah memeriksa terlapor yang terdiri atas camat Bontolempangan, kades Toddotoa serta ASN yang dimaksud. Termasuk satu perangkat desa dalam hal ini anggota BPD," katanya.
"Dari diskusi kami dengan pihak Bawaslu ada empat laporan kami masuk kategori tindak pidana pemilu yakni Kades Toddotoa Kecamatan Pallangga, Kades Mangempang Kecamatan Bungaya, Camat Botolempangan, dan satu oknum ASN Guru," ujar dia.
Dia mengatakan, bahwa ada satu laporan yakni ketua BPD Desa Manjalling, Kecamatan Bajeng Barat. Tapi itu dikategorikan sebagai pelanggaran aturan lain sehingga Bawaslu Gowa merekomendasikan kepada Bupati Gowa dalam hal ini Inspektorat untuk ditindaklanjuti.
"Harapan kami agar laporan-laporan ini bisa terproses secara objektif berdasarkan fakta hukum yang telah kami sampaikan ke Bawaslu, sehingga tujuan bersama agar Pilkada Gowa 2024 berjalan sesuai dengan kehendak rakyat," kata Ridwan.
"Dari banyak dugaan ketidaknetralan aparat pemerintah, Desa dan ASN. Patut diduga memang secara masif , terorganisir, sistematis, karena motifnya hampir mirip-mirip, serta merata di banyak kecamatan dan desa," sambung dia.
Sebelumnya, Ketua Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Sulsel, Imam Fauzan Amir Uskara mengatakan pihaknya sudah menerima laporan dari sebelas kepala dinas dan sembilan camat bahwa ada beberapa oknum pemerintah tidak netral di Pilkada Gowa.
"Mereka kerap memberikan laporan kepada kami terkait dugaan netralitas ASN," kata Imam.
Mantan anggota DPRD Sulsel ini mengatakan, sejumlah ASN di Gowa bergerak untuk pemenangan salah satu kandidat di Pilkada Gowa 2024. "Kami tahu kok ada Eselon II yang setingkat kepala dinas yang keras mainnya. Ada juga yang main aman. Kami semua tahu siapa-siapa mereka," beber dia.
Selain kepala dinas, lanjut Imam, banyak juga camat yang secara terang-terangan melakukan manuver mendukung salah satu pasangan calon bupati dan wakil bupati. "Ada pertemuan ini, ada pertemuan itu, kami tahu semua," sambung Imam.
Hanya memang, Imam belum mau mengungkap siapa-siapa kepala dinas dan camat yang dituding berpihak memenang salah satu calon di Pilkada Gowa. "Kalau kami, tiap ada laporan yang kami terima, pasti kami akan laporkan ke Bawaslu Gowa sebagai penyelenggara yang berhak menindak setiap pelanggaran di pilkada," imbuh dia.
Kendati demikian, Imam masih berharap, agar para ASN yang mencoba 'bermain api' itu untuk kembali bersikap netral di tiap momentum politik.
"Karena jujur, kami sangat menginginkan netralitas ASN di pilkada. Mari ciptakan pemilihan yang betul-betul netral, tanpa paksaan, dan sesuai hati nurani," kata Imam.
Bagi Imam, bila para ASN ataupun pihak-pihak yang tidak berhak ikut 'bermain' di pilkada menjalankan tugasnya dengan baik, maka akan melahirkan kualitas demokrasi yang baik juga. "Dan pastinya juga akan melahirkan pemimpin atau kepala daerah yang layak di Gowa," ujar dia.
Di Kabupaten Pinrang, Gakkumdu Pinrang telah menggelar pembahasan kedua terkait dua laporan masyarakat yang diterima dan telah diregistrasi oleh Bawaslu Kabupaten Pinrang. Hasilnya, Gakkumdu memutuskan untuk melanjutkan proses hukum terhadap dugaan pelanggaran pemilihan yang melibatkan oknum kepala dinas dan lurah.
Dua laporan tersebut menyatakan bahwa oknum kadis dan lurah tersebut terlibat dalam aktivitas politik praktis dengan mengikuti grup Facebook dan akun Instagram salah satu pasangan calon dalam pemilihan yang akan datang. Tindakan ini diduga melanggar ketentuan dalam Pasal 188 juncto Pasal 71 Ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2016, yang mengatur larangan bagi pejabat publik untuk terlibat dalam kampanye calon tertentu selama masa kampanye.
Ketua Bawaslu Pinrang Andi Fitriani Bakri mengingatkan kepada seluruh pejabat publik untuk menjaga integritas dan netralitas selama masa pemilihan. "Kami berharap semua pihak menyadari pentingnya menjaga keadilan dalam pemilihan. Pelanggaran seperti ini tidak boleh dibiarkan,” ujar Fitriani.
Laporan ini menjadi perhatian masyarakat, terutama di kalangan pemilih yang menginginkan pemilihan yang bersih dari praktik-praktik yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum. Dengan adanya tindakan dari Gakkumdu, diharapkan dapat mencegah terjadinya pelanggaran lebih lanjut dan menciptakan suasana pemilihan yang kondusif.
Selanjutnya, proses hukum akan dilanjutkan dengan memanggil pihak-pihak yang terlibat untuk memberikan keterangan lebih lanjut. Bawaslu Pinrang juga meminta masyarakat untuk aktif berpartisipasi dalam mengawasi dan melaporkan segala bentuk pelanggaran yang terjadi selama masa pemilihan.
Pengamat politik dari Universitas Hasanuddin, Profesor Sukri Tamma menyebut, temuan dugaan ASN tidak netral dalam setiap perhelatan pesta demokrasi, baik pemilu, pilkada, maupun pileg bukan sesuatu yang baru, bahkan cenderung terus terulang. Meskipun aturan dan sanksi akan hal netralitas ASN sudah ada, baik dalam Undang-Undangan (UU) maupun Peraturan Pemerintah (PP).
"Sudah banyak sekali aturan, banyak ketentuan bahkan ancamannya luar biasa, yang kemudian mestinya menjadi kepatuhan ASN dalam melaksanakan ketentuan undang-undang itu yakin bersikap netral. Cuma memang sejauh ini ada beberapa kondisi yang menyebabkan ASN itu sering kali menunjukkan atau mengambil langkah yang melanggar," ujar Sukri.
Menurut Sukri, ada beberapa kondisi yang mendorong seorang ASN untuk melanggar ketentuan tersebut. Mulai dari keterikatan hubungan keluarga, pekerjaan, hingga balas jasa. Selain itu, menurutnya kondisi pesta demokrasi atau Pilkada ini juga kerap dimanfaatkan oleh oknum-oknum ASN. Mereka rela melanggar aturan dan memperlihatkan dukungan pada calon tertentu dengan harapan mendapatkan jabatan saat terpilih nantinya.
"Sisi lain juga kita lihat memang ada kecenderungan beberapa ASN ini melihat proses pilkada salah satu tiket buat mereka untuk mendapatkan jabatan lebih dengan cepat jika kemudian "berhasil" memberikan jasa, membantu kandidat maju," sebut dia.
"Saya melihat ini bukan masalah yang sederhana karena ini juga terkait dengan kondisi ASN nantinya. Posisi kepala daerah sangat menentukan (posisi ASN) bila terpilih. Para kepala daerah itu menentukan juga nasib peningkatan kesejahteraan, menentukan promosi atau peningkatan karier dari para ASN. Sehingga mungkin ada ASN yang berani mengambil resiko untuk mencoba ikut terlibat di sana," sambung Sukri.
Sukri menyebut ada kondisi atau alasan-alasan yang membuat ASN terdorong ikut terlibat dalam politik praktis. Meskipun dari segi aturan dan ketentuan hukum sudah jelas dan terus digalakkan oleh penyelenggara pilkada dengan harapan bisa mencegah masalah netralitas tersebut. Belum lagi, jika ASN tersebut terlibat utang budi dengan salah satu kandidat yang maju dalam pilkada. Menurut Sukri, sebagai manusia balas budi menjadi sesuatu yang penting dilakukan meskipun itu melanggar hukum.
"Sisi lain kalau kita lihat mungkin juga ada ASN berutang budi, misalnya kepada kepala daerah kalau itu atau petahana di eranya dibantu, dipromosikan dan lain sebagainya sehingga tentu sebagai manusia biasa yang punya rasa sosial tinggi akan membalas budi. Apalagi kalau diminta untuk membalas atau dibantu," ungkap dia.
Lebih jauh, Sukri menjelaskan posisi ASN yang sangat strategis karena bersentuhan langsung dengan masyarakat atau pemilih seringkali dimanfaatkan oleh para kandidat untuk mendapatkan suara. Termasuk, dalam kelompok masyarakat para ASN kerap dianggap sebagai tokoh dan dijadikan panutan. Sehingga arah pilihan politiknya bisa mengintervensi pilihan masyarakat yang ada di lingkungannya.
"Strukturnya sampai di depan pintu (masyarakat) karena hampir tidak ada urusan yang tidak terkait dengan struktur birokrasi. Sehingga kalau bisa menguasai atau mempengaruhi struktur ini tentu bisa sampai mempengaruhi masyarakat ke bawah. Dan itu yang diinginkan oleh para kandidat agar bisa mengakses masyarakat secara langsung," ucap dia.
Sementara untuk proses hukum yang dilakukan pihak penyelenggara Pilkada dalam hal ini Gakkumdu, menurut Sukri, sudah baik. Meskipun ada pihak yang kadang-kadang menganggap pekerjaannya tidak maksimal. Menurut dia, penindakan terhadap ASN oleh Bawaslu atau Gakkumdu perlu kehati-hatian dikarenakan menyangkut masa depan ASN tersebut yang bisa saja diberi sanksi pemecatan.
Kehati-hatian yang dimaksud yaitu dalam banyak laporan pelanggaran netralitas ASN hanya sebatas asumsi saja. Dalam proses penyelidikan yang dilakukan penegak hukum tidak ditemukan bukti yang cukup untuk menjerat ASN tersebut.
"Untuk aspek ini memang perlu berhati-hati karena memang penegakan ketentuan misalnya terkait dengan terbukti atau tidak ASN itu netral itukan tidak boleh berdasarkan pada asumsi semata, tentu itu harus diletakkan pada pembuktian riil. Nah biasanya pembuktian riil inilah yang kesulitan didapatkan sehingga sulit memastikan apakah anggapan bahwa betul-betul tidak netral hanya diasumsikan begitu atau kebetulan," imbuh dia.
"Tidak muda memang untuk diputuskan sehingga aspek ini seringkali terlihat seperti tidak ditangani secara serius, ada kesan bahwa ada tekanan dan seterusnya karena misalnya viral dan seterusnya tapi sepertinya didiamkan saja. Diproses tapi tidak diteruskan," sambung dia.
Terlebih, kata dia, waktu penyelidikan oleh pihak penyelenggara hanya 14 hari. Sementara untuk membuktikan sesuatu yang dianggap melanggar itu membutuhkan waktu yang panjang.
"Kendalanya karena tahapan tidak boleh berhenti dan waktu untuk ini sempit. Sementara yang harus dibuktikan adalah sesuatu yang seringkali betul-betul tidak terlihat secara nyata, tetapi seringkali beririsan asumsi atau hanya kebetulan saja dan tidak disengaja," kata Sukri. (fahrullah-isak pasa'buan/C)