Polemik Eksistensi RT/RW di Makassar: Antara Janji Politik dan Tumbal Pemilu

  • Bagikan
Ilustrasi

MAKASSAR, RAKYATSULSEL – Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) sering kali dipandang sebelah mata di kalangan elit, namun posisi mereka menjadi incaran saat musim politik, terutama menjelang Pemilu dan Pilkada serentak. Pada Pilkada Makassar 2024, peran RT/RW kembali mencuat, menjadi “korban” perbedaan dukungan hingga komoditas politik dengan janji kenaikan insentif dari para calon wali kota.

Menurut data yang dihimpun dari Harian Rakyat Sulsel, terdapat 5.975 orang RT/RW di Kota Makassar yang tersebar di 15 kecamatan dan 143 kelurahan. Sebanyak 996 orang adalah RW, sementara 4.979 orang adalah RT.

Pengamat politik Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Dr. Rizal Pauzi, menyebutkan bahwa RT/RW memiliki daya tawar tinggi karena mereka langsung bersentuhan dengan masyarakat.

"Kenapa RT/RW seksi? Karena mereka menjadi rebutan dalam Pilwali, sebagai nilai tawar bagi kandidat yang berjanji meningkatkan insentif," ungkap Dr. Rizal, Minggu (6/10/2024).

Menurutnya, para calon wali kota sering memanfaatkan posisi strategis RT/RW untuk menarik dukungan, meski insentif yang dijanjikan harus disesuaikan dengan kinerja mereka berdasarkan sembilan indikator yang telah diatur dalam Perwali Nomor 3 Tahun 2024.

Indikator-indikator tersebut meliputi: Lorong Wisata, Bank Sampah, Retribusi Sampah, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Sombere dan Smart City, Buku Administrasi RT/RW, Deteksi Dini Kerawanan Sosial, Data Penduduk Non-Permanen, dan Deteksi Dini Kerawanan Bencana.

Dr. Rizal mengingatkan bahwa janji politik terkait insentif harus dilihat secara rasional. "Kenaikan gaji harus berdasarkan kinerja yang diukur dari indikator yang jelas, bukan hanya janji kosong," tegasnya.

  • Bagikan