TERNATE, RAKYATSULSEL - Guru Besar Universitas Negeri Makassar (UNM), Prof. Dr. Risma Niswaty, S.S., M.Si., memberikan orasi ilmiah pada Wisuda Program Komputer Profesional Satu Tahun Angkatan ke-23 Global Science Institute (GSI) Ternate. Acara tersebut berlangsung di Aula Banau, Universitas Khairun, Ternate, Maluku Utara, Sabtu, 2 November 2024.
Dalam orasinya yang bertema "Dampak Globalisasi dan Digitalisasi Informasi terhadap Perkembangan Psikologis dan Sosiologis Generasi Muda," Prof. Risma menjelaskan konsep "generasi stroberi" istilah untuk generasi yang cerdas dan kreatif namun dianggap kurang tangguh secara mental. Menurutnya, fenomena ini berkaitan erat dengan efek globalisasi dan perkembangan teknologi digital saat ini.
Sebagai Wakil Dekan Bidang Administrasi dan Keuangan Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum (FIS-H) UNM, Prof. Risma mengutip filsuf Yunani, Sophocles, yang menyatakan bahwa tidak ada hal besar yang datang ke dalam kehidupan manusia tanpa disertai risiko. Menurutnya, digitalisasi memang mempermudah akses informasi dan komunikasi lintas benua, namun juga membawa tantangan baru.
"Digitalisasi memungkinkan kita memperoleh informasi terkini, berinteraksi dengan orang dari belahan dunia lain, menghemat waktu, dan mengurangi biaya. Namun, sebagaimana kata Sophocles, 'tidak ada hal besar yang datang tanpa risiko.' Setiap kemudahan punya konsekuensi. Digitalisasi mempermudah hidup, tetapi juga membuat kita semakin rentan secara mental dan terkadang lupa nilai-nilai kemanusiaan," ujarnya di hadapan 780 wisudawan.
Prof. Risma mengungkapkan bahwa beberapa pakar sepakat globalisasi dan digitalisasi juga meningkatkan risiko gangguan kesehatan mental.
"Kehidupan kita saat ini diwarnai banyak distraksi dalam teknologi kecil bernama smartphone. Berapa banyak dari kita yang, saat baru bangun tidur, langsung mengecek ponsel? Ini adalah rutinitas yang semakin umum dan memperkuat ketergantungan kita pada informasi," ungkapnya.
Di akhir pidatonya, Prof. Risma menegaskan bahwa fenomena menjauhkan yang dekat dan mendekatkan yang jauh bukan sepenuhnya akibat media sosial. Baginya, hal tersebut terjadi karena kita keliru dalam memanfaatkan teknologi. "Sebagaimana dalam mitologi kotak Pandora, ketika bencana keluar dari kotak, masih ada satu hal yang tersisa, harapan," jelasnya.
"Digitalisasi dan globalisasi tidak serta merta merenggangkan hubungan antar manusia atau mengikis nilai lokal, tetapi kitalah yang menentukan bagaimana kita memanfaatkan teknologi tersebut," pungkas Prof. Risma, diiringi tepuk tangan dari para hadirin.
Selain orasi ilmiah dari Prof. Risma, acara wisuda GSI Ternate juga diisi oleh sambutan dari Pembina Yayasan Global Nusantara, Bekti Nirmala, G.Dp, M.Pd., dan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Maluku Utara.
GSI Ternate, sebagai lembaga kursus dan pelatihan (LKP) di Maluku Utara, telah memiliki sekitar 20.000 alumni yang kini berkarier di berbagai sektor, baik pemerintah maupun swasta. Sejak didirikan pada tahun 2001, GSI telah meluluskan total 20.914 peserta.
Pada tahun 2024, jumlah lulusan mencapai 788 orang, mengalami peningkatan sebesar 14,21 persen dibandingkan tahun 2023. Para lulusan ini merupakan peserta program studi Teknik Komputer dan Manajemen Informatika. (Supahrin)