Gugatan Sengketa Hasil

  • Bagikan
Ema Husain Sofyan

Oleh: Ema Husain Sofyan

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Pencoblosan pilkada telah usai. Kepala daerah terpilih di berbagai daerah sudah diprediksi dengan hitungan cepat beberapa jam pascapemungutan suara. Dan, ternyata banyak kejutan yang terjadi. Misalkan, Pilkada Banten yang hampir semua lembaga survei kredible mengunggulkan pasangan Airin–Ade. Tapi nyatanya berdasarkan hasil real count mengunggulkan Andra-Dimyati sebesar 55,86% mengalahkan Airin-Ade.

Sekalipun survei itu hanya mencapture persepsi publik pada waktu tertentu, namun tawaran dalam berbagai ajang sosialisasi, utamanya pada masa kampanye pasangan calon menawarkan program semacam pendidikan gratis, antikorupsi dan soal-soal yang banyak berkembang di tengah masyarakat. Yang pada akhirnya akan mampu mengubah pandangan pemilih terhadap kandidat dan mampu mendelegitimasi elektabilitas kandidat pesaingnya yang dalam berbagai survei diunggulkan menang telak.

Tentu saja tidak semua hal tunggal menjadi penyebab utama, namun banyak variabel yang menentukan. Bagaimana mesin partai bergerak secara total, partai pengusung yang banyak dan militan, sumber daya yang mumpuni dan didukung oleh kekuasaan adalah sejumlah hal yang cukup signifikan dalam memenangkan kontestasi Pilkada.

Mekanisme jika ada kecurangan yang terjadi saat pemungutan suara bisa dilaporkan di Bawaslu yang apabila belum terselesaikan maka dimungkinkan untuk dibawa ke perselisihan hasil di Mahkamah Konstitusi (MK). Banyak juga penggiat pilkada yang menyatakan akan susah membawa perselisihan hasil Pilkada ke MK, jika tidak memenuhi selisih ambang batas yang berkisar 2 persen hingga 0,5 persen tergantung dari jumlah penduduk suatu wilayah yang bersngketa.

Namun dalam berbagai putusannya, MK telah keluar dari syarat formal tersebut. Dengan syarat pemohon/penggugat mampu meyakinkankan MK bahwa KPU atau termohon/tergugat dalam melakukan proses penetapan hasil ada kesalahan atau kelalaian, misalnya, terjadi peristiwa pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Apabila pemohon tidak mampu meyakinkan MK soal pelanggaran TSM dan permohonannya tidak memenuhi selisih ambang batas maka MK akan melakukan putusan sela untuk menyatakan permohonan tidak bersyarat secara formil.

Bagi para pencari keadilan pasca penetapan oleh KPUD, maka dari sekarang sudah harus berpikir untuk mengajukan gugatan atau tidak. Dengan melihat kemungkinan untuk bisa lolos dari putusan sela, jika selisih ambang batas tidak dipenuhi.

Pengalaman Penulis mengamati permohonan selama ini yang masuk ke MK, lebih didasari oleh kepentingan “emosional” dengan dalih mengakomodasi suara tim sukses dan simpatisan yang merasa dizolimi oleh pihak lain dengan banyak melakukan kecurangan dan pelanggaran lainnya.

Tapi pada akhirnya saat penasihat hukum meminta bukti-bukti pendukung untuk meyakinkan MK, tim sukses tidak mampu memberikan apa yang selama ini disoal. Dan, pada akhirnya MK mementahkan permohonan tersebut.

Jadi bagi tim sukses yang ingin melakukan gugatan pada KPUD, sebaiknya mempersiapkan segala hal, utamanya adalah bukti pendukung sebagai basis dalam membangun argumentasi hukum untuk dapat meyakinkan Mahkamah. (*)

  • Bagikan