Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan produksi Gabah Kering Giling (GKG) pada Januari-Juni 2025 mencapai 32,58 juta ton atau naik hampir 12% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Negara seperti Thailand justru terpukul oleh rendahnya permintaan. Harga beras mereka yang tertinggi di Asia menjadi beban tersendiri di pasar.

Petani Thailand bahkan melakukan aksi protes akibat anjloknya harga gabah domestik pada Februari 2025. Vietnam pun mulai harus berbagi pangsa pasar dengan Kamboja yang produksinya melonjak ke 7,8 juta ton dan kini juga dengan Indonesia.
Namun jalan menuju keunggulan ekspor bukan tanpa tantangan. Konsistensi produksi, iklim, logistik, dan diplomasi dagang akan menjadi penentu.
Pemerintah Indonesia, melalui pernyataan Mentan Amran Sulaiman, tetap menekankan bahwa prioritas utama adalah menjaga ketahanan pangan nasional. Baru setelah itu, ekspor akan diakselerasi.
Ketika eksportir utama dunia berebut pangsa pasar dalam kondisi oversupply, Indonesia justru mulai membangun pijakan baru sebagai pemain regional.
Dunia boleh mengalami kelebihan pasokan dan harga yang stagnan, tapi RI seakan menunjukkan, bahwa kekuatan produksi dan stabilitas domestik adalah modal baru dalam peta beras ASEAN. (*)