MAKASSAR, RAKYATSULSEL -- Aksi penganiayaan, penyekapan dan pemerasan yang diduga dilakukan oleh sejumlah oknum anggota Polisi yang bertugas di jajaran Polrestabes Makassar, terhadap seorang pemuda asal Galesong, Kabupaten Takalar, bernama Yusuf Saputra (20), ternyata diluar prosedur atau SOP Polri.
Hal tersebut diungkapkan langsung oleh Kapolrestabes Makassar, Kombes Pol Arya Perdana saat diwawancara pada Minggu (1/6/2025) sore, di Polsek Rappocini, Kota Makassar. Diungkapkan, bahwa operasi yang dilakukan 6 oknum Polisi tersebut tidak mengantongi surat perintah.
"Tidak ada surat perintah (penangkapan), tidak ada penugasan di Takalar, itu juga diluar wilayah Kota Makassar (lokasi penangkapan Yusuf)," kata Kombes Arya.
"Jadi yang bersangkutan ini (oknum Polisi) sudah keluar wilayah, itu kesalahan pertama. Yang kedua masalah juga mereka meninggalkan tugas karena pada saat itu piket, setelah itu mereka melakukan hal-hal yang diduga dilakukan oleh pelaku ke korban," sambungnya.
Dari 6 oknum Polisi terduga pelaku, Arya membenarkan salah satunya berinisial A dengan pangkat Brigadir Polisi Dua (Bripda). Keenam oknum tersebut saat ini telah dilakukan penindakan berupa Penempatan Khusus (Patsus) dalam rangka pemeriksaan dan persiapan sidang etik dan disiplin Polri.
"Semuanya kita amankan (Patsus). Kita dalami perannya masing-masing, tapi yang satunya sudah dilaporkan (Bripda A). (Pangkat) Bripda dan masih lulusan baru," ungkap mantan Kapolres Metro Depok itu.
Arya juga menegaskan, kasus ini terus didalami pihaknya sebagai bentuk transparansi kepada masyarakat bahwa anggota Polri yang melakukan pelanggaran tidak luput dari sanksi.
Proses penyelidikan dalam kasus ini disebut masih berjalan, mulai dari proses pemeriksaan saksi-saksi, hingga aliran uang sebanyak Rp1 juta yang diterima oleh oknum Polisi tersebut.
Saat ini, oknum Polisi yang bertugas di Sabhara Polrestabes Makassar itu sementara waktu dinonaktifkan dari tugasnya demi kelancaran proses hukumnya.
"Yang dilaporkan sama korban itu ada pemerasan, nanti kita liat, cek handphonenya dari uang yang diterima. Juga kita periksa saksi-saksi, nanti kita akan liat dan dalami apakah memang kejadiannya seperti itu. Tapi yang jelas yang bersangkutan sudah kita sel (Patsus) dan copot dari jabatannya, terus kita siapkan proses sidang," tutur Arya.
Arya mengatakan, sejak kasus tersebut dilaporkan oleh korban pihaknya langsung bergerak mengamankan dan memeriksa para terduga pelaku. Termasuk korban juga telah dimintai keterangan guna proses hukum lanjutan terhadap para oknum Polisi tersebut.
"Kalau memang terbukti, kita kenakan saksi seberat-beratnya. Jadi nanti kita tunggu proses sidang, tapi anggota kita sudah amankan dan sudah kita sel," pungkasnya.
Kasus ini terungkap setelah seorang pemuda asal Dusun Parang Boddong, Desa Boddia, Kecamatan Galesong, Kabupaten Takalar, bernama Yusuf, buka suara mengaku telah menjadi korban penganiayaan sekaligus pemerasan oleh oknum anggota polisi yang bertugas di jajaran Polrestabes Makassar.
Atas kejadian itu, Yusuf kemudian melapor ke Polres Takalar. Laporannya diketahui tengah ditindaklanjuti oleh penyidik dengan melengkapi administrasi penyelidikannya, termasuk menjadwalkan untuk meminta keterangan saksi-saksi atas kasus tersebut.
Berdasarkan pengakuan Yusuf, penganiayaan dan pemerasan itu dialaminya bermula saat sedang nongkrong di Lapangan Galesong, Kabupaten Takalar, pada Selasa (27/5/2025) malam, sekitar pukul 22.00 WITA. Di tempat tersebut sedang ramai karena ada pasar malam.
“Lagi nongkrong di lapangan, tiba-tiba sekitar enam orang datang, lalu menodongkan senjata ke kepala saya lalu langsung pukuli saya. Salah satunya saya kenali, namanya Bripda A,” kata Yusuf saat diwawancarai, Jumat (30/5/25) malam.
Usai di todong senjata, Yusuf mengaku dipaksa ikut dan dibawa ke tempat sepi menggunakan mobil. Setelah di lokasi yang sepi itu, ia kemudian diikat dan dipukuli bahkan hingga ditelanjangi.
"Saya di paksa ikut mereka, kemudian di bawah ke tempat sepi, di tempat sepi itulah saya diikat, dianiaya, terus disuruh buka semua pakaian ku, mulai dari baju, celana, hingga celana dalam saya. Saya ditelanjangi sama itu polisi," ungkapnya.
Tak hanya itu, menurut Yusuf, dirinya juga dipaksa mengakui paket diduga narkoba yang dibawa oleh Bripda A sebagai miliknya. Namun Yusuf bersikeras tidak mau mengakui maupun memegang barang haram tersebut meskipun berulang kali dianiaya.
Penganiayaan, kata Yusuf, berlanjut hingga hampir tujuh jam lamanya. Dia ditangkap pada malam hari dan baru dilepas pada dini hari setelah pihak keluarganya dimintai uang tebusan oleh oknum polisi yang membawanya.
“Jadi awalnya mereka minta uang Rp15 juta, tapi keluarga saya tidak punya uang sebanyak itu. Jadi beberapa saat kemudian mereka turunkan jadi Rp5 juta, tetapi tetap keluarga saya tidak tidak sanggup," ujar Yusuf.
"Akhirnya mereka minta berapa saja yang ada. Karena keluarga takut saya terus disekap dan dipukul, keluarga saya terpaksa beri uang Rp1 juta,” sambungnya.
Yusuf mengatakan uang tersebut diberikan langsung ke Bripda A, melalui teman tantenya yang juga merupakan anggota polisi. Alasan uang tersebut tidak diserahkan langsung oleh keluarga korban dikarenakan Bripda A tidak mau bertemu langsung dengan keluarga korban.
"(Bripda A) tidak mau ketemu secara langsung sama tanteku, jadi tanteku ini minta tolong sama temannya, anggota polisi ji juga untuk memberikan uang Rp1 juta itu lansung ke tangan A," tutur Yusuf.
Setelah uang tersebut diserahkan, Yusuf mengaku dilepaskan pada dini hari, tepatnya sekitar pukul 05.00 WITA.
"Keluarga Saya kemudian membawa saya pergi ke rumah sakit untuk visum," pungkasnya. (Isak/B)