Menurutnya, dari sisi psikologi penyebabnya perceraian meningkat ada 2 fator yaitu: Internal dan eksternal. Dimana faktor internal terkait dengan karakter, kepribadian, kematangan, dan komitmen awal pernikahan yg tdk jelas, serta ketidakcocokan atau ketidakpuasan pasangan suami-isteri.
"Sedangkan, faktor eksternal terkait dengan hadirnya pihak ketiga, pekerjaan, ekonomi dan lainya," ujarnya.
Semua orang pasti ingin hubungan rumah tangganya bahagia dan berlangsung seumur hidup. Namun walaupun sudah melakukan semua yang terbaik, tidak menutup kemungkinan menemui masalah rumah tangga, bahkan yang bisa memicu perceraian.
Di balik masalah ini, ada banyak penyebab perceraian yang melatarbelakanginya. Penyebab perceraian dapat terjadi berfariasi. Mulai kebutuhan ekonomi, berselingkuh, hingga kekerasan dalam rumah tangga. Kondisi ini bisa mengganggu kesehatan mental maupun fisik pasangan yang bercerai.
Ia menyampaikan, adapun dampak dari perceraian menurut kacamata psikologis perceraian itu adalah tentu dampak pasangan suami dan istri, juga berdampak pada anaknya.
"Dampak yang paling terasa adalah kepada anaknya, karena banyak anak anak yang bermasalah setelah kita telusuri latar belakang keluarganya salah satu pemicunya adalah orang tuanya broken home," tuturnya.
Selain itu, kata dia. Jadi dampak paling nyata dari sisi psikologis juga adalah kepada perkembangan anaknya sendiri. Perkembangan anak yang orang tuanya bercerai itu terbawa hingga anak anak itu remaja dewasa Bahkan.
"Sehingga ketika dalam perkembangan hidupnya mereka selalu terbawa dengan pengalaman perceraian orang tuanya broken home ini. Maka itu akan berpengaruh pola perilaku dan tingkah laku anak itu sendiri," pungkasnya. (Yadi/Raksul/B)