"Caleg perempuan bagi kami tak sekadar hiasan untuk penuhi kuota 30 persen, tetapi harus duduk di parlemen. Kami optimis soal hal itu," ungkap Legislator DPRD Sulsel ini.
Sementara, Ketua DPW PPP Sulsel, Imam Fauzan Amir Uskara menuturkan, upaya menggaet pemilih kaum milenial pada Pemilu 2024 dengan cara mengakomodir atau memberi ruang dalam komposisi kepengurusan anak-anak muda dan perempuan.
"Ini upaya mengawal kebijakan pemerintah memperhatikan keterwakilan masing-masing," katanya.
"Itu menunjukkan bahwa kebijakan-kebijakan pemerintah ke depannya harus lebih memperhatikan kebutuhan anak muda dan perempuan," sambung ketua partai politik termuda di Sulsel ini.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati menyatakan, berdasarkan data yang dimiliki, jumlah pemilih perempuan di Sulsel sekitar 3,1 juta.
"Sehingga, keterwakilan perempuan dalam pesta demokrasi mendatang cukup penting," jelasnya.
Dengan harapan kepentingan perempuan bisa terakomodir. Sebab kata Khoirunnisa, meskipun pemilih perempuan sebanding dengan laki - laki tapi kerap mengalami diskriminasi.
Pemilih perempuan di Sulsel sekitar 3,1 jutaan. Tentu perlu keterwakilan perempuan. Perempuan, walaupun dari sisi jumlah komposisinya hampir sama dengan jumlah laki-laki, tetapi masih mengalami diskriminasi dalam proses Pemilu.
"Sehingga kehadiran perempuan di Pemilu menjadi penting untuk bisa memastikan kepentingan perempuan bisa terakomodir dalam kebijakan yang diambil," tuturnya..
Di sisi lain, Khoirunnisa menjelaskan, fenomena pemilih dari kaum milenial rerata menjadi Swing Voters atau bersikap netral hingga golput.
Kemunculan Swing Voters ini biasanya dipengaruhi peserta pemilu. Sehingga partai politik perlu melakukan edukasi politik dengan menyasar kaum milenial.
Yang mengundang orang menjadi Swing Voters, karena tidak tahu calonnya atau peserta Pemilu memiliki sisi negatif di masyarakat. Sehingga perlu dilakukan edukasi politik.
"Selain itu ada juga kondisi masyarakat kita yang juga pragmatasi, hal ini disebabkan karena masyarakat di Indonesia tidak dekat dengan partai politik.Tidak ada ikatan dengan parpol, ditambah tidak kenal calonnya," tukasnya.
Pengamat Demokrasi, Nurmal Idrus berpandangan bahwa untuk menarik simpati pemilih dari kaum milenial, peserta Pemilu perlu lebih banyak terobosan, mulai gagasan, ide dan strategi.
"Salah satunya dengan mendatangi wilayah-wilayah yang memiliki pemilih milenial jumlah tinggi, untuk menggelar berbagai program," saran Nurmal. (Suryadi/B)