Berkenan dengan itu, Pengamat Politik dari Unhas, Dr.Phil. Sukri Tamma menilai, bahwa semua sistem dalam studi kepemiluan setiap mekanismenya, ada sisi positif maupun negatif.
Kemudian terkait wacana proporsional tertutup, dia menganggap, konsep tersebut cukup bagus bagi partai politik. Alasannya, partai politik bisa mengontrol setiap perwakilan di legislatif serta menempatkan kader-kader yang memiliki kemampuan mumpuni.
Sebab, kata Sukri, fenomena selama ini marak figur 'kutu loncat' yang ketika terpilih di legislatif kerap berada di luar koridor partainya.
Hanya memang kelemahannya adalah, bahwa kader-kader yang barangkali punya potensi bersaing namun tidak terlalu diinginkan oleh partai politik. "Bisa jadi masalah, karena peluang mereka semakin kecil untuk bisa lolos dan semua harus restu partai," ucap Sukri melalui sambungan telepon.
Menurut Sukri, konsep proporsional tertutup cenderung menguntungkan parpol lama yang sudah punya nama dan dikenal masyarakat. Otomatis merugikan partai baru yang notabene kerap mengandalkan figur.
Karena partai baru jualannya bukan nama partai, tapi kandidat. Tapi kandidat bukan opsi yang akan dipilih, maka kemudian Top Of Mind (diingat) masyarakat itu hanya ada pada partai - partai sudah lama.
"Sehingga partai baru akan kehilangan peluang mendapatkan suara melalui jualan kandidat - kandidat yang sudah punya nama. Ini repotnya," urainya.