Penerimaan gugatan berpotensi menimbulkan gugatan-gugatan berikutnya yang berkelanjutan terhadap perubahan sistem pemilu.
Amar putusan MK berdasarkan UU RI 7/2020 Pasal 57 ayat (1) memang memungkinkan MK berpotensi untuk menyatakan bahwa Pasal 168 ayat (2) UU RI 7/2017 tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Yang artinya adalah MK memutuskan pemilu 2024 dilaksanakan dengan sistem proporsional tertutup.
Dalam hal ini berdasarkan UU RI 7/2020, sama sekali tidak ada keharusan MK untuk memperhatikan aspirasi dari fraksi-fraksi, bahkan jika presiden dan fraksi PDIP dari tinjauan aspek hukum murni menghendaki tetap menginginkan pemberlakuan sistem pemilu proporsional terbuka diberlakukan per Februari 2024.
Konferensi pers dari delapan fraksi justru menguatkan besar kekhawatiran terhadap amar putusan MK yang berpotensi mengabulkan gugatan dari sistem proporsional terbuka menjadi tertutup.
Amar putusan MK memang apabila tidak tercapai aklamasi di antara sembilan hakim MK, maka dimungkinkan putusan diambil menggunakan mekanisme suara terbanyak berdasarkan pemungutan suara secara bebas dan rahasia.
Gugatan kepada MK untuk kembali kepada pemilu sistem proporsional tertutup sesungguhnya adalah untuk menghapus dampak negatif peningkatan kemarakan money politics.
Juga untuk menghapus kecenderungan hanya pemodal besar yang lolos sebagai wakil rakyat, membesarnya biaya pemilu yang ditanggung negara dan calon, kemarakan pejabat publik menjadi terpidana kasus KKN, banyaknya penyelenggara KPPS yang sakit dan meninggal dunia, meningkatnya ketegangan sosial dan politik identitas.