Menurut Khoirunnisa, selama ini penyelenggara tidak konsisten dan mencampuradukkan variabel sistem pemilu. Misalnya sekarang sistem proporsional terbuka, tapi caleg tidak wajib melaporkan dana kampanye. Atau pemilu menggabungkan DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota dengan proporsional terbuka dan dapil besar sehingga menimbulkan kompleksitas pemilu.
Sementara Pakar Hukum Tata Negara dan Konstitusi Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar Fahri Bachmid justru lebih setuju sistem proporsional tertutup. Ia mengatakan itu tetap konstitusional. Sistem tertutup itu dapat memperkuat sistem presidensialisme, serta penguatan kualitas demokrasi konstitusional Indonesia.
Dengan sistem proporsional tertutup, negara dapat mengorganize partai politik menjadi lebih kuat, dan aspiratif.
"Proposional tertutup memiliki banyak keunggulan, sistem ini mampu meminimalisir politik uang," katanya.
Lanjutnya, proporsional tertutup juga memastikan bahwa masyarakat cukup memilih partai dan nantinya partai yang akan mendelegasikan kader-kader potensial dan terbaiknya ke parlemen.
"Sesungguhnya partai paham betul bahwa siapa kader mereka yang punya kapasitas, integritas, serta yang memahami ideologi dan konsep bernegara,” kata ketua mahkamah Partai Bulan Bintang (PBB) ini.
Diketahui, salah satu partai yang mendukung agar sistem proporsional tertutup di pemilihan legislatif adalah PDIP. PDIP berharap Mahkamah Konstitusi (MK) independen dalam memutuskan.
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan MK lebih independen. Makanya masalah ini memang seharusnya dibawa ke MK, meski banyak kalangan menilai hal ini seharusnya cukup dibahas di DPR RI.