Ketua Gerindra Sulsel AIA, Bantah Pernyataan Elit NasDem Soal Status Danny di Partainya

  • Bagikan
Logo Partai Gerindra

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Jelang Hajatan politik 2024 polemik soal status Wali kota Makassar, Moh Ramdhan Pomanto kembali muncul ke Permukaan. Hanya persoalan memilih "bebas" menentukan partai mana, tapi dipersoalkan oleh elit partai NasDem yang dulu pernah satu rumpun.

Dulu waktu beberapa kali kegiatan NasDem di Makassar sekitar tahun 2022, Danny kerap mendapat pujian dari DPP NasDem karena kader terbaik. Bahkan saat memenangkan Pilwali kota Makassar 2020. Kini sanjungan dan pujian itu nyaris hilang sekejap.

Passca Danny menyatakan membawa gerbong keluarganya keluar dari NasDem, Wakil Ketua Umum Partai Nasdem Ahmad Ali menyatakan bahwa Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto atau Danny Pomanto bukan merupakan kader partainya. Ia mengatakan bahwa Danny merupakan kader dari Partai Gerindra. Bahkan dikatakan Danny sudah ber-KTA partai Gerindra.

Satang seribu sayang, pernyataan Ahmad Ali itu dibantah oleh Ketua DPD Gerindra Sulsel, Andi Iwan Darmawan Aras. Bahkan politisi asal Kabupaten Wajo itu menegasakn bahwa Danny tidak masuk dalam struktur DPC maupun DPD Gerindra. Apalagi database kader.

"Nama beliau (Danny) tidak ada dalam struktur kepengurusan DPD maupun DPC Gerindra. Di database anggota gerindra juga tidak ada," tegas AIA, Rabu (5/7/2023) menanggapi pernyataan statemen disampaikan oleh Ahmad Ali soal status dan KTA partai Danny.

Kendati demikian, anggota DPR RI dua periode itu mengakui bahwa Danny pernah menerima KTA partai Gerindra. Hanya saja sebagai simbolik untuk mendapat dudukungan atau dapat di usung pada kontestasi 2020 lalu.

Hanya saja, pasca Danny yang memenangkan Pilwali, ia kemudian menjabat Wali Kota terpilih dan kembali berstatus sebagai kader NasDem. Karena sebelumnya sudah dikukuhkan dan dipakeikan jaket oleh elit NasDem.

"Dulu tahun 2020 pak Danny memang pernah menerima KTA Gerindra dari kami pada saat mendapatkan dukungan dari partai Gerindra untuk kontestasi Pilwalkot. Namun akhirnya kemudian yang bersangkutan setelah menjadi Walikota kembali menjadi kader NasDem," terang AIA.

Bahkan AIA menambahkan, selama menjadi Wali Kota Danny lebih aktif diperkenalkan sebagai kader NasDem. Bahakan orang nomor 01 kota Makassar itu kerap mengakui dirinya juga sebagai kader NasDem ke publik, bukan kader Gerindra.

Ia pun menegaskan bahwa tidak memepersoalakn karena itu hak politik setiap orang. Dimana memilih jalan terbaik. Sehingga tidak perlu dipertentangkan.

"Sebelumnya beliau kader nasdem, lantas mendapat dukungan partai gerindra dan KTA gerindra dari kami pada saat kontestasi Pilwalkot. Setelah terpilih menjadi walikota, beliau lebih memilih kembali ke nasdem dan aktif di kegiatan NasDem. Saya kira itu hak politik masing-masing orang," tutupnya.

Sedangkan, Wali Kota Makassar Moh Ramdhan Pomanto angkat bicara terkait tudingan Partai NasDem yang menyebut dirinya telah menerima kartu keanggotaan Partai Gerindra pada tahun 2020.

"Bukan (tidak), KTA itu milik orang yang diperlihatkan ke orang-orang. Zoom itu KTA siapa itu (punya) bisa dilihat secara jelas," kata Danny.

Pengamat Politik, Universitas Hasanuddin, Sukri Tamma menilai, statement Ahmad Ali yang menyebut partainya tak pernah mengakui Danny Pomanto (DP) sebagai kader itu terkesan menunjukkan adanya kekhawatiran kehilangan suara loyalis Danny Pomanto yang merupakan salah satu tokoh dengan pengaruh cukup besar di Kota Makassar maupun Sulsel.

"Kalau betul pernyataan Ahmad Ali bahwa (Danny) bukan kader, mungkin bisa jadi barangkali ini bentuk respon yang jadi tanda tanya," jelasnya.

Menurut dia, mundurnya Danny Pomanto dari NasDem, tentu akan berpengaruh juga terhadap suara loyalis DP terhadap Partai NasDem.

"Kader ini Moh Ramadan Danny Pomanto, dalam hal ini Walikota Makassar kemudian menjadi salah satu kehilangan suara loyalis kalau Danny meninggalkan NasDem menurutnya keluar pernyataan seperti itu," tuturnya.

Lebih jauh Sukri mengatakan, bagi seorang politisi, keluar dari partai adalah hal biasa dan seringkali juga dilakukan oleh politisi lainnya. Sehingga, seharusnya hal ini tak perlu ditanggapi secara agresif.

"Padahal itu kan bebas saja. Kalau tidak merasa cocok, dia bisa keluar saja karena tidak ada yang bisa melarang. Keluar masuk partai itu kiranya fenomena biasa. Kalau kemudian mendapat tanggapan langsung kan berarti ada hal, ada efek yang ingin diredam," ujarnya.

Sementara khusus untuk Danny, Sukri menilai, keputusan Danny untuk mundur dari keanggotaan Partai NasDem ini justru menjadi strategis maju di Pilgub Sulsel 2024 mendatang.

"Saya kira apa yang dilakukan Danny Pomanto ini kan langkah strategis, karena tentu Pak Danny akan maju di Pilgub," pungkasnya.

Sedangkan, Pengamat Politik dan Kebijakan Publik (PKPK), M Syaifullah menanggapi pernyataan Wakil Ketua Umum Partai NasDem Ahmad Ali yang menyebut Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto atau Danny Pomanto ingin mencari perlindungan hukum.

"Karena memilih keluar dari Partai NasDem. Kenapa Ahmad Ali justru lebih mengetahui masalah jegal menjegal hukum, ada apa?," ucapnya.

Syaifullah mengaku heran dengan komentar Ahmad Ali di beberapa media yang menyebutkan alasan kemunduran Danny Pomanto seperti itu.

"Memangnya Ahmad Ali mengerti soal jegal menjegal hukum atau kriminalisasi. Sebagai petinggi partai seharusnya tidak boleh ngomong seperti itu. Karena bisa menyesatkan masyarakat," katanya.

Diketahui, Wali Kota Makassar Moh Ramdhan Pomanto dikukuhkan sebagai kader Partai NasDem yang ditandai dengan penyematan jas NasDem yang dilakukan langsung Ketua Umum DPP Partai NasDem Surya Paloh, di Hotel Claro, Makassar pada Kamis (27/9/2018) silam.

Danny resmi menjadi kader NasDem bersama dua kepala daerah dan satu wakil kepala daerah, yakni Wakil Gubernur Sulbar Enny Anggraini, Bupati Bantaeng Ilhamsyah Azikin dan Bupati Luwu terpilih Basmin Mattayang.

Dikesempatan itu, Danny mengaku memilih NasDem lantaran tertarik dengan kata Restorasi. Menurutnya, Restorasi itu menyempurnakan yang belum sempurna tanpa mencederai apapun. Alasan kedua,
partai NasDem merupakan partai yang tidak mengedepankan mahar politik.

"Politik tanpa mahar, bagi saya merupakaan sosial politik yang bermoral tanpa membebankan," terang Danny saat menyampaikan testimoninya kala itu.

Selain itu menurut Danny, NasDem merupakan partai politik yang bukan cuma nasionalis, akan tetapi juga religius dan mengikuti perkembangan zaman.

"Insya Allah Partai NasDem menjadi tiga besar dalam Pemilu mendatang," tandasnya. (Suryadi/B)

  • Bagikan