Disintegrasi Pecah Antar Mahasiswa Indonesia di Mesir, Ini 3 Penyebabnya

  • Bagikan
H. Bunyamin Yapid, LC., MA.

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Sebuah konflik antar bangsa yang melibatkan pihak Mahasiswa Indonesia di Mesir (Masisir) kini sedang memanas. Hal itu pun membuat terjadinya perpecahan antar warga Indonesia di Mesir dalam hal ini organisasi kekeluargaan Indonesia Timur dengan organisasi kekeluargaan lainnya.

Informasi mengenai konflik itu pun sudah beredar dengan cepat ke beberapa media nasional, sehingga membuat situasi semakin riuh dan memanas.

Dari hal ini pun, kami merangkum menjadi tiga poin utama penyebab terjadinya perpecahan tersebut.  

Stereotip Terhadap Warga Indonesia Timur

Sebuah pandangan yang lahir di masyarakat terhadap orang-orang timur yaitu warga Indonesia timur di Mesir itu memiliki sebuah sifat yang keras dan sering melakukan tindak kekerasan kepada sesama warga Indonesia dan menjadi keresahan mereka sejak dulu. Namun, yang salah dari hal itu adalah mereka melekatkan hal tersebut secara menyuluruh kepada kelompok etnis Indonesia Timur dan melakukan tindak mendiskreditkan masyarakat timur di Mesir.

Arief Mughni selaku mantan presiden PPMI Mesir 2019-2020 mengungkap beberapa hal terkait pandangan masyarakat kepada warga Indonesia Timur yang ada di Mesir. Arief menyampaikan bahwa sejak ia menginjakkan kaki di Mesir pada tahun 2015, telah melihat orang-orang Indonesia wilayah Timur sangat aktif dalam memberikan kontribusi pada dinamika kehidupan Masisir. Baik itu mereka yang fokus dalam bidang keilmuan ataupun mereka yang fokus dalam bidang organisasi atau non-akademik.

Mungkin ada beberapa pandangan tentang karakter orang-orang dari Indonesia Timur yang sedikit keras seperti halnya pandangan tersebut kepada beberapa mahasiswa yang bersuku Aceh dan Batak, namun itu semua bisa bersifat positif ketika karakter tersebut digunakan untuk membela sesama warga Indonesia di Mesir. Dan itulah nasehat mantan Presiden PPMI kepada para mahasiswa baru tahun kedatangan 2019. Hal ini bukan ia sampaikan hanya untuk mereka yang berasal dari wilayah Timur saja, melainkan kepada seluruh Mahasiswa Baru yang memiliki karakter sedikit keras dan kepada Masisir secara umumnya.

Terakhir, ia juga menyampaikan tentang rasa dari semangat pendahulu para tokoh warga Indonesia wilayah Timur, ia mengatakan bahwa “Kami melihat akan ada generasi-generasi emas yang berasal dari wilayah Timur, karena buah jatuh tidak jauh dari pohonnya dan karena melihat semangat para generasi yang luar biasa”.

Ujaran Kebencian Berbau SARA Terhadap Warga Indonesia Timur

Selain tindakan kekerasan oleh oknum warga Indonesia Timur, salah satu pemicu terbesar dari adanya konflik tersebut adalah banyaknya aksi provokasi dan ujaran kebencian berbau SARA yang dilekatkan kepada lembaga kekeluargaan Indonesia Timur di Mesir.

Dari banyaknya ujaran kebencian tersebut mengakibatkan massa oknum tindak kekerasan tidak terkendali dan hal ini pun sangat disayangkan oleh lembaga kekeluargaan Indonesia Timur.

Menanggapi banyaknya ujaran kebencian berbau SARA yang dilontarkan pada beberapa platform media sosial, Punggawa KKS pun menyampaikan bahwa hal seperti penghinaan dan caci maki yang berbau SARA bukanlah sesuatu yang baru hadir saat ini. Melainkan, hal ini menjadi pemicu utama terjadinya konflik-konflik jauh sebelumnya . Akan tetapi, menurutnya pihak persatuan pelajar PPMI, lembaga-lembaga kekeluargaan, dan kawan-kawan yang ada di Mesir belum memandang hal ini sebagai masalah yang serius.

Jika hal ini terus terjadi maka kedepannya akan menjadi bom waktu bagi kita semua dan bisa meledak kapan saja sehingga melahirkan perpecahan dari sebuah persatuan warga Indonesia yang ada di Mesir. Dan ia pun sangat berharap agar semua kawan-kawan yang ada di Mesir menganggp hal ini sebagai masalah yang serius, serta kembali merefleksikan diri terkait maraknya ujaran kebencian yang berbau SARA saat ini.       

Tindak Persekusi dan Diskriminasi Terhadap Warga Indonesia Timur di Mesir

Bermula ketika sidang Pleno IV BPA PPMI Mesir dilaksankan di Balai Kebudayaan KBRI pada (24/7) yang menghasilkan sebuah keputusan di mana pada hasil sidang tersebut, memberikan ketetapan dengan dicabutnya beberapa hak dan kewajiban keorganisasian Warga Indonesia Timur yang ada di Mesir.

Adapun latar belakang diadakannya sidang tersebut lantaran terjadinya konflik antara lembaga kekeluargan KSW dan oknum KKS. Kemudian setelah konflik yang melibatkan kedua lembaga kekeluargaan itu, seluruh lembaga kekeluargaan yang ada di Mesir kecuali KKS mengajukan kepada pihak BPA agar diadakan sidang Pleno IV. Dengan mengajukan surat yang ditandatangani oleh seluruh Gubernur Kekeluargaan dalam hal ini lembaga kekeluargaan Indonesia Timur tidak diikutkan pada penandatanganan surat tersebut.

Namun, pada keputusan sidang Pleno yang diadakan pada hari itu melahirkan sebuah sanksi yang hanya diberatkan pada pihak Warga Indonesia Timur saja. Padahal konflik yang melibatkan dua lembaga kekeluargaan itu, juga terdapat beberapa tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh beberapa oknum seperti ujaran kebencian berbau SARA yang dilontarkan pada beberapa platform media sosial.

Berangkat dari hal itu, Fiqrul Khalis juga menanggapi hasil dari sidang tersebut. Ia menyampaikan bahwa dari forum itu tergambar sebuah perpecahan dari persatuan warga Indonesia yang ada di Mesir. Di mana pada perpecahan yang ada, itu telah mendiskreditkan pihak kekeluargaan warga Indonesia Timur di Mesir.

Adapun bentuk dari mendiskreditkan pada forum tersebut yang dijelaskan oleh Fiqrul adalah kasus tindak kekerasan yang terjadi beberapa waktu lalu itu dilakukan oleh oknum dan pihaknya sendiri tidak membenarkan segala bentuk aksi kekerasan. Sedangkan, sanksi yang diberikan itu dilekatkan pada satu lembaga yang di mana tidak semua orang pada lembaga tersebut melakukan tindak kekerasan. Ia pun sangat menyayangkan hal itu, di mana hal ini sangat menyudutkan pihak warga Indonesia Timur saja, padahal selain tindak kekerasan juga terdapat adanya ujaran kebencian berbau SARA yang dilakukan oleh beberapa oknum. Akan tetapi, pada forum tersebut tidak ada sama sekali pembahasan terkait tindak penghinaan berbau SARA yang sangat jelas dilontarkan kepada lembaga kekeluargaan Indonesia Timur.

Ia pun mempertanyakan ada apa dengan forum tersebut? Mulai dari tidak adanya satupun Undang-undang yang mengungkit mengenai isu SARA hingga disudutkannya pihak Indonesia Timur dengan hanya melihat satu sisi saja.

Penulis: Ikatan Cendikiawan Alumni Timur Tengah (ICATT) Indonesia, H Bunyamin Yafid Lc MH

  • Bagikan