Koalisi Jumbo untuk Prabowo

  • Bagikan
ILUSTRASI

"Kepada Kader Partai Gerindra di Seluruh Indonesia. Pada hari ini kita, Partai Gerindra telah menerima satu kehormatan dengan bertambahnya kekuatan dalam menghadapi pemilu presiden 2024," kata Dasco.

"Gerindra telah resmi menerima bergabungnya Partai Demokrat ke dalam Koalisi Indonesia Maju," lanjut dia.

Ketua Demokrat Sulawesi Selatan Ni'matullah merespons positif putusan DPP tersebut. Menurut dia, pihaknya lega setelah majelis tinggi partai menentukan sikap politik menjelang Pilpres 2024.

"Kami di Sulsel siap sepenuh hati untuk berkontribusi secara nyata bagi pemenangan Prabowo sebagai capres," kata Ni'matullah.

"Insyaallah, kali ini Pak Prabowo menjemput takdirnya sebagai Presiden RI di Pemilu Presiden 2024," sambung dia.

Ni'matullah menjelaskan, pada Minggu, 17 September 2023, telah dilaksanakan Rapat Majelis Tinggi Partai (MTP) yang dipimpin oleh Ketua MTP Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Rapat MTP itu, merupakan implementasi dari Rapat MTP sebelumnya pada 1 September 2023.

"Pada kesempatan tersebut, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono juga menyampaikan soal aspirasi perubahan dan perbaikan yang selama ini diusung oleh Partai Demokrat, kepada Prabowo Subianto," imbuh dia.

Pengamat politik Muhammad Asratillah menyatakan bergabungnya Partai Demokrat di gerbong Prabowo telah dipertimbangkan dengan matang. Menurut dia, dua hal jelas yang menjadi faktor penting pertimbangan Demokrat, yaitu tidak adanya kata sepakat antara Demokrat dengan kubu Anies.

"Kedua, karena Demokrat selama ini telah abstain dari kabinet dan tentu ini tidak begitu baik bagi partai," kata Asratillah.

Asratillah menyatakan, kehadiran Demokrat di koalisi Prabowo membawa dampak tersendiri. Di satu sisi, Demokrat tentu akan memperkuat barisan koalisi Prabowo sehingga mesin partai yang digunakan akan semakin besar.

"Namun koalisi yang besar juga punya resikonya sendiri," imbuh Direktur Profetik Institute tersebut.

DIa menjelaskan, ada beberapa hal perlu diperhatikan dalam koalisi partai yang besar. Pertama, koalisi besar tidak menjamin kemenangan besar, karena biasanya ada jarak antara dukungan capres di tingkat pengurus pusat partai dengan dukungan di tingkat akar rumput.

Kedua, karena mesin parpol yang mesti dimobilisasi ukurannya gemuk maka bukan hal mudah untuk mengendalikan. Asratillah mengatakan akan banyak problem koordinasi terutama pengelolaan sumber daya pemenangan capres.

"Ketiga, bisa saja kehadiran Demokrat semakin membuat penetapan figur cawapres Prabowo akan semakin kompleks," imbuh dia.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs (Indo Strategic) Ahmad Khoirul Umam menilai Partai Demokrat harus menjelaskan kembali visi perubahannya setelah memutuskan mendukung Prabowo Subianto sebagai bakal calon presiden untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Alasannya, visi perubahan itu dinilai bertentangan dengan visi keberlanjutan yang diusung oleh partai di Koalisi Indonesia Maju (KIM) lainnya.

"Tantangan (Partai) Demokrat adalah bagaimana meletakkan konsep dan tagline perubahan untuk perbaikan yang mereka usung agar bisa melebur dengan semangat keberlanjutan yang diusung Koalisi Indonesia Maju," kata Umam dalam keterangan tertulis, kemarin.

Umam menjelaskan apabila Demokrat dapat menempatkan visi perubahan itu sebagai manifestasi konsep perubahan dan keberlanjutan (change and continuity), maka partai dengan Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) itu tidak akan menemui masalah untuk melebur dengan Koalisi Indonesia Maju.

Umam memahami langkah Demokrat tersebut. Dia menilai ada beberapa alasan yang menjadikan partai berlambang bintang bersudut tiga itu memberikan dukungan kepada Prabowo, ketimbang kepada bakal calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Ganjar Pranowo.

  • Bagikan