Pakar otonomi daerah ini menyatakan, tiap pemerintah kabupaten/kota atau provinsi dapat menyikapi perilaku ASN dengan mengeluarkan aturan. Misalnya, peraturan bupati/wali kota, atau gubernur yang mengatur ASN lebih bijak menggunakan bermain peran di media sosial.
Djohan menekankan media sosial selain sebagai sarana komunikasi juga tempat pengaduan masyarakat kepada pemerintah. Dalam hal ini, ASN adalah aktor pelayan masyarakat yang sebenarnya.
Dia menegaskan bahwa sejak dilantik, ASN bukan hanya diberikan doktrin, melainkan telah mengucapkan sumpah atau janji di hadapan atasan dan Tuhan untuk mentaati segala keharusan dan tidak melakukan segala larangan yang telah ditentukan.
Dalam etika yang harus dijunjung tinggi ASN yaitu, pada hakekatnya sumpah atau janji itu bukan saja merupakan kesanggupan terhadap atasannya yang berwenang, tetapi juga merupakan kesanggupan terhadap Tuhan.
"ASN punya kode etik seperti misalnya di tubuh TNI ada sumpah prajurit. Etika tugasnya memang umum, tetapi kalau prinsip-prinsip ketaatan, kepatuhan dari bawahan kepada atasan itu standar baku," ujarnya.
Dalam penelusuran, instansi pemerintah dapat berpedoman pada Peraturan Menteri PANRB No. 83/2012 tentang Pemanfaatan Media Sosial Instansi Pemerintahan.
Regulasi tersebut memuat penyebarluasan informasi pemerintah yang saat ini menjadi topik bahasan, serta membangun interaksi pemerintah dengan masyarakat.