GOWA, RAKYATSULSEL - Pelaksanaan shalat Jum'at (24/11/2023) di Masjid Agung Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Dr KH Kaswad Sartono bertindak sebagai khotib dan ustadz/qori’ Muhammad Firdaus, S.Pd bertindak sebagai imam shalatnya.
Dalam khutbahnya, Dr. Kaswad Sartono yang juga Kepala Biro Administrasi Akademik, Kemahasiswaan, dan Kerjasama UIN Alauddin ini mengangkat tema Hari Guru Nasional: Guru Pembelajaran Bahagia Mengajar.
Setelah menyampaikan pesan taqwa sebagai rukun khutbah Jum'at, Ketua Persatuan Guru Madrasah Indonesia (PGMI) Sulawesi Selatan ini menyampaikan: “Setiap tanggal 25 November ditetapkan sebagai Hari Guru Nasional berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 1994 sebagai bentuk penghargaan dan apresiasi terhadap jasa, pengabdian, dan dedikasi guru dalam pembangunan peradaban bangsa, khususnya dalam konteks pencerdasan anak bangsa”.
Menurut Kaswad Sartono Penetapan 25 november sebagai hari guru nasional ini sejatinya tidak lepas dari peristiwa Kongres Guru Indonesia tanggal 24 – 25 November 1945 di Surakarta Jawa Tengah, dimana kongres ini salah satu keputusan pentingnya untuk menghapus perbedaan ras, suku, agama, dan politik, sehingga guru menjadi satu kesatuan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang kemudian menjelma menjadi Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
Dalam rangka memberikan apresiasi dan penguatan terhadap posisi guru, dosen, dan guru besar yang telah berjasa mencerdaskan kehidupan bangsa, Kaswad Sartono mengutip beberapa hadis Nabi dan ungkapan ulama sufi tentang kemuliaan seorang guru, antara lain “laulaa al-ulama lashoro al-naas mitsla al-baha’im” seandainya bukan jasa Ulama, maka jadilah manusia itu laksana binatang. Begitulah kata sang mahaguru Syaikh Hasan Al-Basri.
Menyinggung tema Hari Guru Nasional Tahun 2023, “Guru Pembelajar Bahagia Mengajar”, Di hadapan para guru besar, dosen dan Jamaah Jum’at, Kaswad Sartono yang juga Ketua Tanfidziyah Nahdlatul Ulama ini juga mengungkapkan tema Hari Guru Nasional tahun ini memberikan makna yang begitu mendalam bagi segenap guru yang dalam teori pendidikan Islam disebut dalam beberapa sebutan antara lain mudarris, muallim, murabbi, mursyid, muaddib, dan ustadz, atau sebutan lainnya. Ini semua menunjukkan betapa mulianya posisi guru dalam kehidupan manusia.
Oleh karena itu, secara psikologis, puncak kebahagiaan guru itu berada di dua kondisi yaitu pertama, ketika guru dapat mengajar anak didiknya dengan baik.
Kenapa? Karena mengajar bagi guru bukan sebatas pekerjaan dan profesi, namun mengajar dan mendidik adalah panggilan hati. Kondisi yang kedua yang menjadi sumber kebahagiaan guru adalah ketika nelihat anak didiknya berakhlak mulia, sukses , apalagi kalau bisa melebihi kesuksesan gurunya.
Namun demikian, Kaswad Sartono juga menyampaikan bahwa untuk mewujudkan kemuliaan guru, juga dibutuhkan unsur pokok lainnya yaitu peserta didik yang berkualitas, lembaga pendidikan yang baik, serta sistem pendidikan yang holistik. (*)