Darurat Etik Penyelenggara Pemilu

  • Bagikan

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menyatakan tujuh komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, melanggar etika setelah meloloskan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden.

Para penyelenggara pemilu tersebut dinilai melanggar karena tidak segera berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah untuk mengubah Peraturan KPU, pasca-putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai syarat usia capres-cawapres.

Pembacaan putusan dipimpin langsung oleh Ketua DKPP Heddy Lugito. DKPP memutuskan empat gugatan yang dilayangkan beberapa kalangan yang menyoroti pencalonan Gibran berpasangan dengan Prabowo Subianto.

DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada Ketua KPU Hasyim Asy'ari dan enam anggotanya. DKPP Hasyim bersama enam komisioner yakni Yulianto Sudrajat, August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Idham Holik, Muhammad Afifuddin, dan Parsadaan Harahap telah melanggar beberapa pasal dalam Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2027 tentang Kode Etik dan Pedoman Penyelenggara Pemilu.

DKPP menjelaskan pengadu tidak terima karena KPU telah menyalahi prosedur dalam membuat aturan penerimaan calon presiden dan wakil presiden.

Menyikapi hal tersebut, Asisten Pelatih Tim Nasional Pemenangan Anies-Muhaimin (Timnas AMIN), Tamsil Linrung menyebutkan bahwa putusan DKPP menjadi bukti nyata bahwa KPU melakukan pelanggaran berat dengan meloloskan pasangan capres yang bertentangan aturan hukum.

"Tentu orang berhati-hati untuk memilih pemimpin, karena lembaga yang menerimanya saja dianggap melakukan pelanggaran. Meskipun tidak didiskualifikasi, namun bagi publik telah terjadi tetapi itu bagi masyarakat moralitas itu yang terjadi," kata Tamsil, Senin (5/2/2014).

Dia menyebutkan, DKPP hanya berwenang untuk memberikan sanksi kepada penyelenggara.
"Sayangnya memang tindak lanjut putusan seperti ini mentok di KPU. Misalnya putusan etik kalau dianggap bermasalah itu belum ada mekanisme secara langsung bisa mempengaruhi putusan formil," imbuh Tamsil.

Menurut dia, belum ada aturan antara pelanggaran etik dan pelanggaran administratif untuk menggugurkan keputusan dalam pencalonan.

"Tergantung kembali amar putusan DKPP apakah teguran ataukah sampai pemberhentian," kata dia.

Pakar hukum tata negara dari Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Fajlurrahman Jurdi menuturkan, secara tegas menyarankan bahwa seharusnya sanksi kepada Ketua KPU Hasyim Asy'ari adalah pemecatan, bukan teguran.

"DKPP mengadili masalah etik. Maka putusan DKPP ini peringatan keras beberapa kali. Apalagi ketua KPU ini sudah melakukan pelanggaran etik, ada beberapa kali peringatan, maka seharusnya kali ini adalah putusan pemberhentian," ujar Fajlurrahman.

Pada April 2023 lalu, DKPP menjatuhkan sanksi Peringatan Keras Terakhir kepada Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari karena terbukti melanggar Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP).

Hasyim Asy’ari merupakan teradu dalam dugaan pelanggaran KEPP perkara nomor 35-PKE-DKPP/II/2023 dan 39-PKE-DKPP/II/2023. DKPP menyatakan, Hasyim melanggar prinsip mandiri, proporsional, dan profesional, serta melakukan komunikasi yang tidak patut dengan Hasnaeni yang saat itu berstatus sebagai ketua umum partai politik calon peserta pemilu.

Beberapa masalah juga, DKPP menilai, Hasyim mempunyai kedekatan dengan Hasnaeni di luar kepentingan kepemiluan, terbukti lewat percakapan dan perjalanan ziarah bersama yang dilakukan keduanya ke Yogyakarta pada 18 Agustus 2022.

Fajlurrahman mengatakan, seharusnya DKPP memberi sanksi tegas dan jelas. Kalau DKPP hanya memberi peringatan terus, maka putusan itu diibaratkan seperti pepesan kosong. Apalagi jika ada peringatan beberapa kali maka harus diberhentikan.

"Artinya pimpinan komisioner KPU tidak hati-hati dalam melaksanakan tugas. Untuk kasus ini semestinya diberhentikan. Saya kira itu penting, agar menjadi contoh ke depan karena akan ada kekhawatiran tak ada sanksi tegas besok-besok pasti ada pelanggaran yang diulang-ulang," imbuh Fajlurrahman.

Pada 25 Oktober 2023, KPU menerima berkas pendaftaran pencalonan Gibran. Padahal, berdasarkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023 yang ketika itu belum direvisi, Gibran tidak memenuhi syarat karena belum berusia 40 tahun.

KPU berdalih, Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah syarat usia capres-cawapres sudah cukup untuk dijadikan dasar memproses pencalonan Wali Kota Solo berusia 36 tahun itu.

Walau demikian, pada akhirnya, KPU toh mengubah persyaratan capres-cawapres, dengan merevisi PKPU Nomor 19 Tahun 2023. Akan tetapi, revisi itu baru diteken pada 3 November 2023.

Pengamat hukum dan politik dari Universitas Hasanuddin Profesor Amir Ilyas menyebut meskipun ada pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh penyelenggara atau KPU, tidak akan berdampak pada pasangan calon presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

"Tidak ada dampak atau implikasi hukumnya, berupa bisa membatalkan Prabowo-Gibran sebagai paslon sebab putusan DKPP bukan menguji keabsahan produk hukum KPU (SK Penetapan Paslon). Tetapi hanya menilai apakah perbuatan atau tindakan yang menerima pendaftaran Paslon Prabowo-Gibran terpenuhi sebagai pelanggaran etik," ujar Amir.

Dengan adanya putusan tersebut, banyak pihak mempertanyakan bagaimana publik akan menilai putusan DKPP tersebut untuk menentukan pilihan pada 14 Februari 2024 nanti. Menurut Amir, penilaian publik atas putusan DKPP itu dalam hal menentukan pilihan merupakan soal persepsi yang hanya bisa diukur dengan survei atau hanya bisa diukur dalam perspektif politik dan sosiologis saja.

"Yah besar kemungkinan dari putusan DKPP tersebut juga tidak akan terlalu memberi pengaruh juga untuk mengerek elektabilitasnya dan memberi insentif untuk dua paslon lawannya, sebab yang bisa memberikan pengaruh berkenaan dengan soal pelanggaran etik, hanya yang bersumber dari pemilih rasional yang berasal dari kelompok pengamat, pakar, dosen, dan warga sipil intelektual lainnya. Dan kelompok-kelompok itu jumlahnya sedikit," imbuh dia.

Debat Capres Antiklimaks

Sementara itu, debat kelima calon presiden telah digelar di JCC Senayan Jakarta, Minggu (4/2/2024) malam.
Anies, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo sebagai kontestasi memaparkan strategi utama untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia di bidang kesejahteraan, kesehatan, dan pendidikan.

Anggota Tim Pemenangan Ganjar-Mahfud di Sulsel, Risfayanti Muin mengatakan penyampaian Ganjar dalam debat mencerminkan pada pengalaman yang sudah dilakukan dan dibuktikan selama memimpin Jawa Tengah selama 10 tahun.

"Bagi kami, selaku TPD melihat paparan disampaikan oleh Ganjar itu adalah bukti yang telah dilakukan di Jateng. Jadi, program disampaikan dengan merujuk pada fakta-fakta yang sudah diterapkan," kata Risfayanti.

Anggota DPRD Sulsel itu mengatakan poin-poin dari capres 03 itu, telah membuka kebaruan dalam debat tersebut. Gagasan dan visi-misi untuk menjawab tantangan mengenai kesejahteraan sosial, kebudayaan, pendidikan, teknologi informasi, dan kesehatan.

Selain itu, pembahasan soal budaya dan ketenagakerjaan, SDM dan inklusi dapat diyakini oleh masyarakat Indonesia dan dipahami. Oleh sebab itu, dia optimistis akan menambah elektoral bagi Ganjar-Mahfud di debat pamungkas tersebut.

Adapun, juru bicara Timnas AMIN Muhammad Ramli Rahim menilai kritikan Anies Baswedan terkait bantuan sosial (bansos) dalam debat capres, sangat tepat. "Menurut saya kritikan Anies sesuai dengan kondisi yang terjadi saat ini," ujar Ramli.

Dia menilai, bansos bukan untuk kepentingan penerima, melainkan untuk pemberi. Bahkan bansos yang disalurkan akhir-akhir ini dipandang sarat akan politisasi demi kepentingan calon tertentu.

"Pemberian bantuan sosial itu menekankan kepada apa manfaat yang diterima oleh si pemberi, bukan kepada manfaat yang diterima oleh si penerima sebagaimana seharusnya," imbuh dia.

Di sisi lain, kata Ramli, Anies tampil sangat baik dan fokus pada substansi persoalan. Dia menilai, penampilan Anies jauh unggul dibandingkan Prabowo dan Ganjar.

"Anies betul-betul fokus ke substansi persoalan dan fokus pada penyelesaian masalah secara komprehensif. Beda dengan Prabowo yang hanya solutif di ujung. Anies justru berpikir dimulai dari sejak awal sampai akhir," imbuh dia.

Pengamat politik hubungan internasional dari Unhas Makassar, Ishaq Rahman mengatakan debat terakhir Pilpres 2024 berlangsung anti-klimaks. Harapan publik akan terjadinya diskusi dan adu gagasan, akhirnya pupus.

"Yang terjadi adalah debat calon pemimpin bangsa lima tahun ke depan ini seperti sarasehan. Semua capres saling mendukung, saling setuju," ujar Ishaq.

Menurut dia, hal ini dapat dipahami, mengingat tema debat kelima ini merupakan hal fundamental. Isu yang diangkat merupakan hak asasi kebutuhan masyarakat sehingga wajar jika masing-masing kandidat memiliki pandangan yang sama. Paling-paling perbedaan terlihat pada peran negara dalam mewujudkannya.

Dia mengatakan, debat terakhir tersebut tidak akan banyak berpengaruh terhadap konstelasi elektabilitas. Dengan keseragaman pandangan yang terlihat, keliatannya pemilih tidak lagi memiliki bahan yang cukup untuk mengubah pilihan.

"Mencermati konstelasi politik secara umum, wacana bersatunya 01 dan 03 akan dinamis. Mungkin di level elite hal itu dapat diwujudkan. Akan tetapi akan sulit untuk merealisasikannya di level grass root dan partai pengusung," imbuh dia.

Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Makassar, Andi Luhur Prianto mengatakan sebelum debat kelima digelar, trajektori atau lintasan persepsi telah terbentuk dari debat-debat sebelumnya.

"Debat sekarang ini juga berkontribusi pada pembentukan ruang publik baru, dari hasil produksi netizen secara real time. Bukan lagi dari agenda media mainstream," ujar dia.

Luhur mengatakan, terlihat di panggung debat, Prabowo tampil dengan visi besar berupa transformasi bangsa.
"Dimana, sebuah gagasan perubahan yang kontradiktif dengan misi keberlanjutan pemerintahan Jokowi," kata dia.

Menurut Luhur, transformasi yang ditawarkan dengan detail program-program yang lebih banyak bersifat karitatif. Begitu pun, program populis seperti pemberian susu dan makanan gratis, beasiswa, serta pembukaan ratusan fakultas kedokteran. Pembukaan ratusan fakultas kedokteran merupakan antitesa program promotif dan preventif.

"Serta tidak menyelesaikan masalah ketimpangan distribusi dokter dan tenaga kesehatan yang lebih berpusat di kota-kota besar," ujar Luhur.

Sedangkan Anies dan Ganjar, kata dia, tampil saling melengkapi. Ganjar tampil dengan model evidence-based terutama di bidang pemajuan budaya. Menghendaki negara memfasilitasi sumberdaya seni dan budaya, tanpa represi. Sementara Prabowo seperti ingin pendekatan state-led atau negara yang memimpin aktivitas kebudayaan. Pengembangan kesadaran budaya berbasis negara.

Di bidang pendidikan, Anies dan Ganjar tampil dengan fokus pada pendekatan pendidik. Menekankan perlindungan status, kepastian karier serta kesejahteraan guru, dosen dan tenaga kependidikan.

Dia menuturkan, debat ini berlangsung dalam konstelasi politik yang terbelah. Di luar semua usaha kampanye langsung, performa debat dianggap bisa mempengaruhi hasil akhir. Apalagi angka undecided voters juga masih menentukan arah putaran Pilpres.

Debat ke 5 ini menjadi anti-klimaks perdebatan sebelumnya. Kontestan lebih menahan diri dan lebih fokus pada aspek persuasi. Tampil berhati-hati menghindari blunder.

"Pendekatannya bukan lagi menjual, tetapi mengajak pemilih. Dan tujuan bagaimana memenangkan kontestasi elektoral lebih penting daripada memenangkan debat," ujar dia.

Direktur Politik Profetik Institute, Asratillah melihat debat capres adalah momen yang cukup ditunggu oleh para pemilih, karena mereka ingin melihat performance dari para jagoan paslonnya, kemudian memantapkan pilihan mereka.

“Karena dari beberapa hasil survei, memang terlihat bahwa sebagian besar pemilih akan memantapkan pilihannya paling cepat seminggu sebelum hari pencoblosan,” ujar Asratillah.

Dirinya melihat Anies yang biasanya getol mendebat Prabowo, mengambil posisi yang agak lebih ‘adem’. “Kecuali statementnya yang berkaitan dengan distribusi bansos yang dianggap menyalahi aturan serta mengalami personalisasi di tingkat bawah,” ujarnya.

Yang terlihat lebih agresif, kata Asratillah, adalah Ganjar, terutama pada sesi close statement. “Di situ dengan jelas saat Ganjar menyinggung bahwa jangan memilih capres yang punya rekam jejak melanggar HAM dan mengangkangi Konstitusi, sedang menyinggung Paslon nomor 2,” imbuh dia.

Untuk pengaruh elektoral debat capres semalam, kata Asratillah, setiap paslon berpengaruh terhadap segmen yang berbeda.

“Wacana yang disampaikan Anies dan Ganjar cukup mudah dimengerti oleh segmen menengah ke atas, tapi agak sulit dipahami oleh segmen menengah ke bawah. Pasangan paslon 02 dengan diksinya yang banyak menyinggung urusan ‘perut’, akan cukup menarik perhatian segmen masyarakat menengah ke bawah,” imbuh dia. (suryadi-fahrullah-isak pasa'buan/C)

  • Bagikan