KPU: Ikuti Rekap Berjenjang

  • Bagikan

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Komisi Pemilihan Umum meminta publik bisa 'mengabaikan' hasil hitung cepat berbagai lembaga survei mengenai hasil pemilihan presiden dan wakil presiden. Alasannya, hingga saat ini proses rekapitulasi berjenjang akan terus berjalan hingga 35 hari ke depan. Penghitungan resmi dari KPU akan menjadi rujukan untuk menentukan pemenang terpilih.

Komisioner KPU RI, Idham Holik mengatakan, masyarakat patut bersabar menunggu proses rekapitulasi suara berjenjang yang berlangsung dari tingkat bawah hingga ke nasional. Berdasarkan Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022, KPU RI memiliki waktu sampai 19 Maret 2024 untuk menyelesaikan proses rekapitulasi tersebut.

"Mohon bersabar menunggu hasil kandidat yang nantinya keluar pemenang Pilpres dan Pileg 2024. Saat ini masih berproses C1 hingga rekap berjenjang," kata Idham, Kamis (15/2/2024).

Menurut dia, UU Nomor 7 Tahun 2017 memerintahkan KPU menetapkan hasil perolehan suara pemilu paling lambat 35 hari setelah hari pemungutan suara. Dengan kata lain, paling lambat hasil rekapitulasi penghitungan suara diumumkan pada 20 Maret 2024. Oleh karenanya, KPU memiliki waktu paling lambat sekitar 35 hari, untuk membereskan penghitungan suara dari tingkat TPS hingga nasional atau pusat.

Pasca-hari dan tanggal pemungutan suara, bertepatan 15 Februari 2024, selepas dari tingkat KPPS di tingkat TPS, maka Panitia Pemilihan Kecamatan(PPK) akan memulai proses rekapitulasi.

"Jadi, penghitungan suara secara resmi (real count) tetap akan dilakukan KPU lewat rekapitulasi berjenjang mulai tingkat Tempat Pemungutan Suara (TPS), kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, hingga pusat," ujar dia.

Idham mengungkapkan, Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) yang menampilkan data formulir C-hasil plano di setiap TPS merupakan alat bantu saja untuk keterbukaan informasi publik. Idham menjelaskan bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) mengatur bahwa hasil resmi perolehan suara pemilu itu dilakukan lewat mekanisme rekapitulasi yang dilakukan secara berjenjang. Hal itu, kata dia, serupa dengan yang terjadi pada Pemilu sebelumnya.

"Jadi, hasil penghitungan suara yang sah tetap berdasarkan rekapitulasi berjenjang dengan penandatanganan berita acara pada setiap tingkatan. Ini diatur UU yang perlu ditaati," tutur dia.

Sebagai penyelenggara pemilu, ia menegaskan KPU meyakini masyarakat paham bahwa hasil perolehan suara Pemilu 2024 yang sah akan diumumkan oleh KPU lewat hasil pleno berjenjang, bukan lembaga lain melalui hitung cepat atau quick count. Idham juga menanggapi hasil perolehan suara quick count yang kini hampir 100 persen dan tampak memenangkan salah satu pasangan calon (paslon) Pilpres 2024.

"UU pemilu itu memerintahkan KPU untuk melakukan rekapitulasi secara berjenjang, mulai dari PPK sampai dengan KPU pusat. Karena quick count itu menggunakan metodologi ilmiah menggunakan teknologi statistik. Tentu publik sudah tahu tentang perolehan suara sah yang resmi versi KPU nanti," jelas Idham.

Lebih lanjut, Idham menjelaskan usai penghitungan suara di TPS, KPU telah memerintahkan KPPS agar mengunggah seluruh dokumen hasil penghitungan suara dalam hal ini formulir model C Hasil yang berformat plano ke aplikasi Sirekap.

Nantinya, kata dia, aplikasi Sirekap bakal menampilkan foto unggahan tersebut beserta data digital hasil pembacaan terhadap formulir C1, hasil Sirekap yang diunggah oleh KPPS.

"Kami perlu juga luruskan, aplikasi Sirekap merupakan alat bantu untuk mempublikasikan hasil perolehan suara pemilu di TPS. Dan ini juga sebagai alat kontrol terhadap perolehan suara peserta pemilu dari TPS untuk transparansi hasil pemilu," imbuh dia.

Kaitan soal penghitungan suara pemilihan presiden (Pilpres) di situs KPU RI yang kabarnya memunculkan perbedaan data yang mencolok. Data yang ditampilkan di web pemilu2024.kpu.go.id berbeda dengan data manual pada Formulir C1. Perbedaan suara tiga capres-cawapres antara web dan hitungan manual itu terlihat pada penghitungan suara di pulau Jawa. Idham menyatakan perbedaan data itu karena ketidakakuratan teknologi komputasi Sirekap membaca data yang berasal dari foto dokumen formulir C1.

"Jadi, semua temuan dan laporan akan diselesaikan perbaikan. Berkenaan dengan hal tersebut nanti pada saat rekapitulasi di tingkat PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) akan diperbaiki," ujar dia.

Kaitan pemenang Pilpres, Tim Kampanye Daerah (TKD) Prabowo-Gibran di Sulsel, membuka suara soal penghitungan cepat atau quick count hasil Pilpres 2024 yang mengunggulkan pasangan 02 itu. Para tim daerah dari koalisi secara umum tidak mau euforia atau luapan gembira yang berlebihan. Pihaknya meminta masyarakat agar menunggu hasil pasti KPU.

Ketua Tim Andi Damisnur lebih spesifik melihat perolehan suara dari Sulsel. Ia menyebut kemenangan 02 di Sulsel ini merupakan kemenangan tim pemenangan, relawan, dan masyarakat.

"Menurut saya kerja keras, soliditas tim, dan relawan mengajak masyarakat memilih Prabowo-Gibran menjadi penentu kemenangan di Sulsel," kata Damisnur.

Dia menilai, itu keberhasilan mendapatkan suara, hasil kerja sama semua tim dan semua masyarakat yang terlibat. Bukan prestasi perorangan.

"Tapi semua tim yang solid mencari suara, memberi rasa simpati kepada orang akhirnya mereka dengan rela memberikan suaranya melalui pencoblosan di TPS," ujar dia.

Bahkan dia mengklaim kemenangan di Sulsel sesuai data yang ada (se-Sulsel), di atas 50 persen. Terbanyak suara Prabowo-Gibran dari Kabupaten Bone yakni 90 persen.

Meski sudah diunggulkan di quick count atau hitung cepat semua lembaga survei, Andi Damisnur mengaku TKD Prabowo-Gibran Sulsel tetap melakukan pendataan hasil perhitungan suara dari saksi-saksi di TPS.

"Meski laporan dari saksi-saksi belum masuk 100 persen, tetapi 02 sudah unggul di semua kabupaten/kota. Di Sulsel secara umum juga begitu, karena terbukti laporan yang ada dari TKD," beber dia.

Adapun, Juru Bicara TPD AMIN Sulsel, Asri Tadda menegaskan, pihak Tim Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) masih optimis dan akan menunggu hasil real count dari KPU.

"Yang jelas belum ada capres menang. Kami Tim AMIN tetap berpegang pada real count hasil akumulasi C-1 Pleno dari setiap TPS," ujar dia.

Terkait hasil quick count atau hitung cepat sendiri, kata Asri, pihak TPD AMIN punya metode sendiri. Dai menilai hasil hitung cepat yang dikeluarkan lembaga survei juga sebelumnya menempatkan pasangan Prabowo-Gibran di posisi teratas. Sehingga pihak AMIN tidak menjadikan hasil quick count tersebut sebagai acuan.

"Kalau kita lihat, penyelenggara quick count ini adalah lembaga-lembaga survei yang secara konsisten sebelum Pilpres juga selalu memposisikan 02 sebagai pemenang. Karena kami tetap menunggu hasil real count dari KPU RI," ujar Tadda.

Tadda mengatakan, dirinya beserta pihak TPD masih optimis perolehan suara AMIN akan membalikkan keadaan di real count nanti. Lebih jauh, dia menilai hasil quick count yang menunjukkan Pilpres hanya satu putaran tidak masuk akal.

Ketua Tim Pemenangan Daerah (TPD) Ganjar-Mahfud di Sulsel, Udin Saputra Malik mengemukakan bahwa pihaknya realistis melihat perolehan hasil quick count. Namun, dia melihat adanya kemungkinan terjadi sengketa Pemilu akibat berbagai pelanggaran yang terjadi.

"Kami realistis melihat hasil quick count dengan perolehan angka tersebut. Tinggal bagaimana persoalan-persoalan pelanggaran Pemilu yang masif beredar di sosmed itu bisa diproses untuk mendapat penilaian seobjektif mungkin di mata hukum," kata Udin.

Udin mengatakan pelanggaran yang dia maksud adalah yang dilihat oleh pihak TPN. Dia pun mengatakan, untuk wilayah Sulsel, pihak TPD belum menerima laporan terjadinya pelanggaran.

"TPN (yang melihat indikasi kecurangan). Di TPD sejauh ini belum ada laporan," imbuh dia.

Potensi PSU

Komisioner Badan Pengawas Pemilu Sulawesi selatan Saiful Jihad menyebutkan jika saat ini jajarannya sudah mulai melakukan pendataan tempat pemungutan suara (TPS) yang berpotensi dilakukan pemilihan suara ulang (PSU).

“Di beberapa tempat ada indikasi akan terjadi PSU,” kata Saiful.

Saiful mengaku menunggu rapat pleno pengawas kecamatan (Panwascam) atas laporan Pengawas Tempat Pemungutan Suara (PTPS). “Teman Panwascam sementara merapikan dulu hasil pengawasan di TPS dan di beberapa titik sudah ada indikasi PSU,” ujarnya.

Saiful juga menolak menyebut daerah-daerah mana yang akan terjadi PSU. Kata dia, hampir semua di daerah kabupaten/kota ada TPS berpotensi PSU.

“Jumlah pasti dan titiknya belum bisa kami sampaikan karena saat ini sementara kami dalami dan rampungkan. Kami menunggu laporan Panwascam di TPS mana saja akan terjadi PSU,” ujar Saiful.

Adapun penyebabnya terjadi PSU, kata Saiful, PTPS menemukan pemilih di luar Sulsel menggunakan KTP dan KPPS memberikan surat suara padahal seharusnya tidak bisa. Begitu juga ada pemilih melakukan pencoblosan lebih dari satu kali.

“Karena ada tidak terdaftar di DPT, DPTb, tiba-tiba memilih di TPS. Ada juga melakukan pencoblosan di dua TPS dan ini menjadi dasar untuk dilakukan PSU,” beber dia.

Saiful juga menyebutkan Pemilu 2024 ini sangat amburadul karena manajemen dan tata kelola logistik banyak masalah. “Seperti di Makassar kotak suara baru tiba pukul 8 pagi dan seharusnya jam 7 pagi pemilu harus dimulai,” imbuh Saiful.

Dirinya juga menyebutkan surat suara tertukar baik itu di Makassar, Gowa, Wajo, maupun Pinrang hingga plano tidak ada.

Petahana DPD Sulsel

Sementara itu, penantang petahana calon senator atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPD) RI masih di atas angin. Al Hidayat Samsu dan Andi Waris Halid lebih unggul dibandingkan tiga petahana.

Berdasarkan data perhitungan cepat Komisi Pemilihan Umum (KPU), pukul 18:01 wita dengan progress: 9.496 dari 26.357 TPS atau (36.03%), Hidayat Samsu unggul dengan perolehan 66.495 suara atau (11,08 persen). Disusul Andi Abdul Waris Halid 50.999 suara atau (8,5 persen).

Adapun tiga petahan lainnya yakni Andi Ihsan berada di urutan ketiga dengan 49.494 suara, Tamsil Linrung berada 49.419 suara, dan Lili Amelia Salurapa 28.753 suara.

Direktur PT Indeks Politica Indonesia (PT IPI) Suwadi Idris Amir melihat pergerakan Hidayat Syamsu dan Waris Halid cukup luar biasa di masa kampanye.

“Saya melihat Waris bergerak bersama mesin partai Golkar, sementara Al Hidayat lebih banyak menggunakan mesin PDI Perjuangan. Keduanya ini memaksimalkan betul partai ini (Golkar dan PDIP),” ujarnya.

“Ditambah lagi pergelaran mereka ikut sama kakaknya, Waris ikut bersama Nurdin Halid (caleg DPR RI) sementara Syamsu ikut sama bapaknya Samsu Niang (Caleg petahana DPR RI Sulsel 2),” kata Suwadi.

Suwadi juga melihat alat peraga kampanye (APK) yang mereka sebar saat kampanye begitu masif. “Terutama Hidayat kampanye melalui media sosial cukup bagus dan berhasil meyakinkan pemilih milenial,” bebernya.

Sementara Andi Ihsan dan Tamsil Linrung, Suwadi melihat kedua tokoh Sulsel ini memiliki basis jelas. Seperti Tamsil dipastikan mendapatkan dukungan dari yakni PKS dan Gelora. “Kalau Andi Ihsan memiliki organisasi yang rapi di Sulsel dan bekerja masif," ujar dia.

Adapun Lili Salurapa sebagai petahana, Suwadi menyebutkan majunya pendeta Musa Salusu membuat tokoh Toraja ini dan dari non muslim tidak menyatu.

“Pemilih non muslim saya lihat tidak solid, bedah sebelum-sebelumnya, hanya menyatukan satu suara,” imbuh dia. (suryadi-fahrullah/C)

  • Bagikan