MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Pemilihan calon anggota legislatif 2024 di Sulawesi Selatan boleh dikata menjadi panggung bagi kalangan milenial dan Generasi Z (Gen Z). Meski dominan masih 'bau kencur' di dunia politik, tapi upaya mereka memperebutkan pemilih, dilakoni dengan tepat dan terukur.
Buktinya, perolehan suara mereka jauh melampaui para politikus gaek yang sudah malang melintang di arena kontestasi. Wajah-wajah baru mereka akan segera berada di deretan kursi parlemen dalam lima tahun mendatang.
Dalam hitungan riil sementara Komisi Pemilihan Umum, sudah tergambar sejumlah caleg milenial dan Gen Z yang berhasil lolos ke parlemen; baik pusat, provinsi, hingga kabupaten-kota.
Nama-nama yang mendapat perolehan suara signifikan yakni Andi Amar Ma'ruf Sulaiman, yang merupakan anak sulung Menteri Pertanian Amran Sulaiman. Kader Partai Gerindra tersebut untuk sementara unggul telak di Daerah Pemilihan Sulawesi Selatan Dua untuk kursi DPR RI.
Caleg milenial lainnya yang sudah bisa mengunci satu kursi adalah Ismail Bachtiar. Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini juga meraup suara signifikan di internal partai, mengalahkan petahana DPR dari PKS, Andi Akmal Pasluddin. Ada juga nama Teguh Iswara (NasDem) yang merupakan anak Bupati Barru, Suardi Saleh.
Di kursi Dewan Perwakilan Daerah Sulsel, nama Al Hidayat Samsu juga moncer dalam perebutan suara. Anggota DPRD Kota Makassar itu jauh meninggalkan kandidat DPD dan para petahana lainnya.
Sementara itu, untuk pemilihan DPRD Sulsel, beberapa milenial dan Gen Z juga diprediksi akan menjadi wakil rakyat. Ada nama Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Kota Makassar, Fadel Muhammad Tauphan Ansar, Ketua Partai Kebangkitan Bangsa Fauzi Andi Wawo (petahana), dan politikus PDIP Fadli Ananda. Nama lainnya ada Wahyudin Mapparenta dari Partai NasDem dan Andi Isman Maulana Padjalangi dari Golkar.
Milenial dan Gen Z yang moncer untuk kursi DPRD Kota Makassar yakni menantu Wali Kota Makassar, Udin Saputra Malik (PDIP), Fahrizal Arrahman Husain Syam (PKB), dan Eshin Usami Nur Rahman (Golkar). Selanjutnya ada Muh. Farid Payendra (Gerindra) dan Andi Tenri Uji Idris (PDIP).
Pengamat komunikasi politik dari Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, Profesor Firdaus Muhammad mengatakan para caleg muda atau milenial yang didorong partai politik sudah selayaknya duduk di parlemen.
"Caleg muda yang ikut dalam Pileg tentu memiliki jaringan dan lebih enerjik serta representasi dari perwakilan pemuda," ujar Firdaus.
Menurut dia, beberapa keunggulan dari caleg muda adalah disokong kemampuan finansial dan pola branding diri. Termasuk ketokohan yang ia dibangun dengan penampilannya untuk meraih simpati pemilih.
Tidak hanya itu, kata Firdaus, dukungan suara pemilih pemula atau pemilih milenial juga mendominasi jumlah daftar pemilih tetap (DPT) 2024 sehingga peluang caleg muda untuk terpilih sangat terbuka lebar.
"Apalagi lebih mengenal karakter pemilih untuk bisa mendorong program yang menyentuh langsung ke masyarakat. Bedanya, caleg milenial masih sedikit yang dikenali calon pemilih, sementara caleg tua sudah cukup dikenal, ini tantangan, tapi mereka bisa dilewati," kata Firdaus, Kamis (22/2/2024).
Pengamat politik dari Universitas Hasanuddin, Endang Sari mengatakan, banyak faktor yang membuat figur milenial dan Gen Z bisa berbicara banyak pada pemilu, kali ini. Menurut dia, selain isu generasi yang jadi diferensiasi figur mereka dengan caleg lain, sebagian besar juga walau tidak semuanya, hadir ke publik dengan nama besar orang tua masing-masing.
"Sebenarnya sebagai publik kita berharap ada isu-isu kampanye yang lebih fresh seperti isu lingkungan, ruang publik yang ramah bagi anak muda, dan lapangan kerja kreatif berbasis IT. Yang mereka bawa dan itu menonjol dalam kampanye mereka tapi rasa-rasanya belum ada yang menonjol soal ini," ujar Endang.
Eks anggota KPU Makassar itu mengatakan, banyaknya figur muda yang membuat kejutan dengan perolehan suara yang sangat signifikan bisa jadi dipengaruhi oleh isu generasi yang mereka bawa bahwa mereka adalah representasi generasi milenial.
"Pemilih di DPT didominasi pemilih milenial dan Gen Z lebih dari 50 persen. Isu generasi ini menjadi diferensiasi mereka dengan figur-figur senior yang bertarung," kata Endang.
Endang mengatakan, pemilih muda mengidentifikasi preferensi politik mereka pada caleg-caleg muda tersebut. Belum lagi cara kampanye mereka di media sosial yang sangat masif dan kreatif bisa membuat mereka lebih bisa diterima oleh ceruk pemilih muda yang dominan.
Selain itu, lanjut dia, figur-figur muda ini juga diuntungkan dengan nama besar orang tuanya seperti Amar Ma'ruf yang merupakan aman Amran Sulaiman dan Teguh Iswara yang merupakan putra bupati Barru. Begitu juga beberapa anak pejabat di kampus atau pengusaha.
"Sedikit banyak struktur politik yang sudah mapan yang dimiliki keluarga mereka membuat mereka lebih mudah menjangkau pemilih. Sementara Ismail Bachtiar adalah anggota DPRD Sulsel periode sebelumnya, pasti juga sudah punya struktur politik yang mapan," imbuh dia.
Endang menambahkan, jika tarikan isu pilpres dan mesin partai yang bekerja maksimal sehingga figur-figur senior juga banyak yang terpilih, publik tahu bersama mereka adalah tokoh-tokoh utama di partai masing-masing.
Sedangkan apa juga kendala bagi petahana sehingga ada yang kandas. Kendala bagi petahana yang tidak terpilih adalah banyaknya elit partai-partai yang bersaing.
"Dan mereka tidak membuat diferensiasi yang jelas dengan figur yang lain sehingga pemilih tidak mengidentikkan diri mereka dengan figur tersebut," tuturnya.
Endang mengatakan, mesin partai terbagi-bagi dan fokus pada pilpres sehingga kandidat yang bisa menang adalah mereka yang memiliki teritori/wilayah basis yang jelas.
"Struktur tim pemenangan harus mapan sampai ke tingkat saksi di TPS sehingga mereka bisa mengawal suaranya," ucap dia.
Petahana Terancam
Sementara itu, dari 85 anggota DPRD Sulsel, ada beberapa nama yang terancam terpental setelah tak mampu meraih suara signifikan di internal partai. Berdasarkan hitung cepat Komisi Pemilihan Umum (KPU) melalui Sirekap mayoritas anggota DPRD Sulsel kalah suara dan malah berpotensi gagal melanjutkan masa baktinya.
Di Dapil Makassar A, perolehan Edward Wijaya Horas kalah tipis dari pendatang baru Fadel Muhammad Tauphan Anshar di Partai Gerindra. Fadel memperoleh 9.789 suara, unggul 49 suara dari Edward yang memperoleh 9.740 suara.
Sementara Andi Januar Jaury Dharwis di Demokrat juga kalah perolehan suaranya dari pendatang baru yang juga anggota DPRD Makassar, Fatma Wahyuddin. Andi Januar hanya memperoleh 3.405 suara, sementara Fatma sudah mengumpulkan 8.274 suara.
Di Dapil Makassar B, perolehan suara Sekretaris Demokrat Sulsel, Haidar Majid hanya 2.529 suara. Sementara pendatang baru Harpen Ali unggul tipis 2.713 suara. Meski begitu, kursi Demokrat terancam hilang di Dapil ini.
Pada Dapil Sulsel 3 atau Gowa-Takalar, perolehan Kapten Haryadi sebanyak 9.293 suara. Petahana Nasdem ini kalah dari Wahyudin Mapparenta yang memperoleh 11.246 suara.
Dapil Sulsel 4 atau Jeneponto, Bantaeng dan Kepulauan Selayar perolehan Vonny Ameliani Suardi 3.602 suara hanya berada pada urutan ketiga di Gerindra. Posisi pertama ialah Muhammad Alwi 6.075 dan kedua Adrianti Latippa dengan perolehan 5.404 suara.
Arfandy Idris di Golkar saat ini hanya mengemas 3.914 suara. Abdul Kadir Jailani yang saat ini memimpin suara di internal beringin dengan 4.736 suara.
Masih di Dapil 4, ada juga Ady Ansar yang kalah perolehan suara dari Sri Dewi Yanti. Ketua Nasdem Selayar ini meraih 9.635 suara, sedang Sri Dewi mengumpulkan 11.393 suara.
Ady Ansar mengaku, suaranya di Sirekap KPU memang lebih rendah. Namun di data internalnya, ia mengaku suaranya jauh lebih besar dibanding istri llham Syah Azikin, mantan Bupati Bantaeng periode 2018-2023 itu.
Petahana PPP, Andi Sugiarti Mangun Karim juga kalah suara dari pendatang baru yang juga Ketua DPRD Bantaeng. Ketua PPP Bantaeng itu memperoleh 5.759 suara, sedang Hamsyah meraih 10.041 suara.
Dapil Sulsel 5 meliputi Sinjai-Bulukumba, Andi Muchtar Mappatoba di Gerindra kalah suara dari Andi Muhammad Ishak yang meraih 8.185 dan Patudangi 7.906 suara. Muchtar Mappatoba hanya meraih 6.691 suara saat ini.
Dapil Sulsel 7 meliputi Kabupaten Bone, petahana Gerindra, Andi Mangunsidi dengan 5.367 juga kalah suara dari dua pendatang baru. Andi Tenri Abeng Salangketo memimpin saat ini dengan 16.272 suara, selanjutnya Yasir Machmud dengan 15.474 suara.
Petahana Gerindra lagi-lagi tumbang. Kali ini di Dapil Sulsel 8 Soppeng-Wajo yakni Henny Latief yang memperoleh 10.517 suara. Meski tergolong tinggi, namun perolehan suaranya kalah dari Sultan Tajang 20.528 suara dan Andi Saiful 18.509 suara.
Di Dapil 9 meliputi Sidrap, Pinrang dan Enrekang petahana PKS, Vera Firdaus kalah tipis dari Umar M. Vera memperoleh 6.697 sedangkan Umar mengantongi 7.803 suara. Di PAN, Arifin Bando hanya memperoleh 2.212 kalah suara dari Muh Thoha yang mengemas 4.864 suara.
Pada Dapil 10 meliputi Tana Toraja dan Toraja Utara, Yosia Rinto Kadang unggul jauh dari petahana Nasdem Sarwindye T. Biringkane. Mantan Wabup Torut itu memperoleh 9.652 suara, sedangkan Sarwindye mengemas 3.542 suara.
Ada juga Jufri Sambara yang perolehannya begitu kecil sebagai petahana. Anggota DPRD Sulsel itu hanya memperoleh 1.594 suara, kalah jauh dari Yuniana Mulyana yang meraih 11.288 dukungan.
Di Dapil 11 Luwu Raya, petahana Nasdem Rakhmat Kasjim tertinggal jauh dari suaranya dari Ani Nurbani. Rakhmat memperoleh 10.154 suara, sedangkan istri Irwan Bachri Syam, mantan Wabup Luwu Timur itu memperoleh 18.031 suara. (suryadi-fahrullah/C)