Menggali Peluang dari Tragedi: Mengembangkan Model Pembinaan Santri yang Lebih Berdaya dan Berempati

  • Bagikan

Latar belakang ekonomi dan kehidupan keluarga santri dalam pembentukan sikap empati para santri juga memberi andil yang tidak bisa dianggap remeh. Sering disaksikan dalam kunjungan orangtua ke pesantren, ada santri yang sering mendapatkan kunjungan orangtua, dan ada santri yang dapat dihitung jari kehadiran orangtuanya membesuk.

Belum lagi, santri yang diajak makan bersama keluarga di ruang tunggu, di atas kendaraan masing-masing atau di gazebo misalnya, -beberapa santri lain diajak menikmati makanan- tetapi lebih banyak yang hanya menyaksikan kebahagiaan tersebut tanpa bisa ikut menikmati. Pemandangan seperti ini terus berulang, dan tanpa sadar menimbulkan karakter santri yang benci, kecewa dan menyalahkan diri sendiri.

Benci kepada kawannya yang menikmati kebersamaan dengan orangtuanya. Kecewa karena tak bisa menikmati hal yang sama yang akhirnya menyalahkan diri sendiri. Dampak dari semua ini pada puncaknya akan melahirkan sikap yang tidak peduli pada kawannya. Kesalahan sepele saja dapat memicu amarah dan akibat yang di luar dugaan.

Kelima, mengintegrasikan teknologi dalam pembinaan. Memanfaatkan teknologi untuk memperkuat program pembinaan, baik melalui penyediaan akses terhadap sumber-sumber pendidikan agama yang berkualitas, maupun dengan mengembangkan platform online untuk dukungan kesejahteraan mental dan konflik resolusi.

Keenam, mendorong keterlibatan orangtua dan masyarakat. Melibatkan orang tua santri dan masyarakat sekitar dalam upaya pembinaan santri, dengan mengadakan program-program pendidikan dan pelatihan untuk orang tua, serta membangun jejaring kerjasama dengan institusi dan organisasi di lingkungan sekitar.

Ketujuh, melakukan monitoring dan evaluasi berkelanjutan. Menyelenggarakan sistem monitoring dan evaluasi berkelanjutan untuk melacak kemajuan dan efektivitas dari model pembinaan yang baru. Evaluasi ini harus melibatkan partisipasi aktif dari berbagai pihak terkait, termasuk santri, guru, pembina, orang tua, dan komunitas setempat.

  • Bagikan