Menggali Peluang dari Tragedi: Mengembangkan Model Pembinaan Santri yang Lebih Berdaya dan Berempati

  • Bagikan

Monitoring dan evaluasi berkelanjutan ini dapat dilakukan dengan memaksimalkan proses pembinaan, misalnya dengan mempertimbangkan rasio pembina dan santri yang optimal. Rasio ini sangat tergantung pada ukuran pondok pesantren dan jenis kegiatan pembinaan yang diselenggarakan.

Namun idealnya, setiap Pembina harus mampu memberikan perhatian yang cukup kepada sejumlah santri yang ditangani. Seorang Pembina idealnya hanya menangani maksimal 30 santri.

Selanjutnya, strategi peningkatan kualifikasi dan skill Pembina, serta ketersediaan waktu dan energi. Pembina santri harus memiliki kualifikasi yang sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya. Mereka harus memiliki pengetahuan agama yang baik, memiliki kemampuan komunikasi yang baik, manajemen konflik dan keterampilan kepemimpinan, termasuk pengetahuan psikologi.

Skill ini memungkinkan pembina memberikan bimbingan yang efektif kepada para santri dalam berbagai proses yang dilakoninya di pesantren. Dengan mengimplementasikan langkah-langkah strategis ini secara komprehensif dan berkesinambungan, diharapkan model pembinaan santri yang lebih berdaya dan berempati dapat terwujud, dan tragedi serupa dapat dihindari di masa depan.

Meski demikian, dalam menyikapi berbagai permasalahan yang terjadi di pondok pesantren, penulis masih meyakini bahwa pondok pesantren masih menjadi tempat terbaik dalam pembentukan karakter anak, terlepas dari beberapa tragedi yang terjadi. (***)

  • Bagikan