Oleh: Darussalam Syamsuddin
MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Di Indonesia, tanggal 2 Mei setiap tahun diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Sebagai negara yang mayoritas penduduknya menganut Islam, peran dan partisipasi aktif memajukan pendidikan menjadi sebuah tuntutan. Sifat universal ajaran Islam dapat dibuktikan dan ditelusuri dalam berbagai aspek ajaran. Peran Muhammad saw sebagai nabi, pemimpin militer, negarawan, dan pendidik umat manusia.
Peran Nabi yang beragam sebenarnya bersumber dari satu peran yang sama: yakni juru dakwah, semua peran itu dilakukan untuk melaksanakan dakwahnya. Al-Qur'an menyebutkan: “Katakan olehmu Muhammad, inilah jalan hidupku. Aku berdakwah menuju Allah, berdasarkan keterangan (hujjah); aku dan orang-orang yang mengikuti aku. Mahasuci Allah, dan aku tidak termasuk orang-orang yang musyrik (QS. Yusuf/12 : 108).
Seperti halnya Nabi Muhammad, pengikut-pengikutnya harus memandang pendidikan sebagai bagian terpenting dari dakwah yang merupakan jalan hidup mereka. Ketika pendidikan diartikan secara luas, sebagai upaya mengubah orang dengan pengetahuan tentang sikap dan perilakunya, sesuai dengan kerangka nilai tertentu, maka pendidikan Islam identik dengan dakwah Islam.
Karena itu, setiap muslim selayaknya adalah juru dakwah sekaligus pendidik. Mereka menjadi saksi kebenaran di tengah-tengah umat manusia tentang kebenaran, dan mendidik manusia lain dengan seluruh kepribadian dan perilakunya. Nabi Muhamad Saw. dalam satu kesempatan berkata, “Sesungguhnya, aku diutus untuk menyempurnakan kebaikan akhlak”. Hal ini mengandung pengertian bahwa pendidikan berlangsung tanpa dibatasi ruang dan waktu.
Bila pendidikan diartikan sebagai upaya mengubah pengetahuan, sikap, dan perilaku orang secara progresif melalui lembaga-lembaga formal, maka prinsip-prinsip pendidikan didasarkan ayat-ayat Al-Qur'an antara lain: pertama, lembaga-lembaga pendidikan harus membantu proses pencapaian tingkat kesempurnaan.
Gambaran tentang manusia sempurna ialah manusia yang sudah mencapai ketinggian iman dan ilmu (QS. Al-Mujadalah/58 : 11). Iman sering kali dikaitkan dengan amal saleh, ilmu juga selalu diberi sifat yang bermanfaat. Pendidikan Islam harus diarahkan untuk mengembangkan iman, sehingga melahirkan amal saleh dan ilmu yang bermanfaat. Prinsip ini juga mengandung maksud bahwa dalam Islam, yang menjadi titik tekan perhatian adalah kualitas, bukan kuantitas.
Kedua, Islam menjadikan Rasulullah saw sebagai uswatun-hasanah, sebagai model untuk orang yang sudah mencapai tingkat kesempurnaan, Ia dijamin Allah memiliki akhlak mulia (QS. Al-Ahzab/33 : 21). Muhammad-lah yang berkata bahwa: “Manusia terbaik ialah mukmin yang berilmu. Jika diperlukan, ia bermanfaat bagi orang lain. Jika tidak diperlukan, ia dapat mengurus dirinya.”
Ia memuji orang yang berilmu sebagai orang yang paling dekat kedudukannya dengan derajat kenabian, yang tintanya ditimbang sama dengan tetesan darah para syuhada.” Ia wajibkan umatnya menuntut ilmu, seraya berkata, “satu bab ilmu yang dipelajari seseorang adalah lebih baik daripada dunia dan segala isinya.” Prinsip ini mengandung makna bahwa pendidikan harus sanggup memperkenalkan Muhammad Saw. sebagai teladan, menanamkan kecintaan dan penghormatan terhadapnya.
Ketiga, Al-Qur'an menunjukkan bahwa pada diri manusia terdapat potensi berbuat baik dan berbuat jahat sekaligus (QS. Asy-Syams/91: 7-8). Demikian halnya, dalam banyak ayat Al-Qur'an disebutkan potensi-potensi negatif dalam diri manusia, seperti lemah (QS. An-Nisa’/4 :28). Selalu berkeluh kesah (QS. Al-Ma’arij/70 : 19).
Bersifat tergesa-gesa (QS. Al-Anbiya’/21: 37). Karena itu prinsip pendidikan dalam Islam harus ditujukan untuk membangkitkan potensi-potensi baik yang ada dalam diri manusia, dan mengurangi potensi yang buruk pada diri mereka yang terdidik. Semoga Hari Pendidikan Nasional memacu setiap anak bangsa untuk berbenah diri untuk masa depan bangsa dan negara Indonesia. (*)