MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Kasus gugatan terhadap dua media dan jurnalis di Kota Makassar hingga saat ini masih bergulir di Pengadilan Negeri. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Jakarta pun memasukkan Amicus Curiae sebagai opini kepada majelis hakim.
Direktur LBH Jakarta, Ade Wahyudi, mengatakan bahwa Amicus Curiae merupakan upaya atau langkah yang dilakukan untuk memberikan pertimbangan terhadap hakim terkait gugatan terhadap media dan jurnalis.
"Ini menjadi salah satu upaya selain menjadi pendampingan secara langsung, menjadi kuasa hukum ataupun kampanye non litigasi," katanya, di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa, 7 Mei 2024.
Ia juga mengatakan, majelis hakim memiliki kewajiban untuk melihat rasa keadilan. Ketika hakim ingin melihat rasa keadilan sumbernya bisa dari mana saja.
"Saya pikir sumbernya dari manapun baik itu penggugat, tergugat, masyarakat, termasuk Amicus Curiae," ungkapnya.
Ia memandang, gugatan ini bukan layaknya seperti sipil biasa, tapi ada kepentingan publik yang berpotensi terhambat. Karena yang tergugat adalah perusahaan media dan jurnalis.
"Perusahaan pers yang dijamin oleh Undang-Undang Pers mendapatkan perlindungan hukum tapi ini malah jadi tergugat," ujarnya.
Meskipun pengadilan tidak bisa menolak gugatan namun penggugat yang juga merupakan mantan pejabat publik harus disoroti. Karena konten yang dijadikan gugatan memiliki kepentingan publik yang luas. "Ini bukan semata-mata gugatan biasa. Tapi dibalik itu ada motif misalnya pembangkrutan media," ujarnya.
Perwakilan Ombudsman RI Sulsel, Aswiwin Sirua, mengatakan, seorang pejabat publik harus terbuka karena pada prinsipnya mereka ada untuk melayani masyarakat. Sehingga paradigma melayani itu harus melekat.
"Paradigma melayani itu yang harus melekat pada seorang pejabat publik mulai dari yang paling bawah sampai pejabat yang paling atas," ujarnya.
Sebelumnya, Ahli Dewan Pers, Herlambang Wiratraman menegaskan bahwa tak ada perbuatan melawan hukum bagi dua media dan jurnalis di Makassar dalam gugatan yang dilayangkan oleh Eks Stafsus Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman.
"Tidak ada perbuatan melawan hukum. Sebab, pelanggaran etik harus diselesaikan lewat etik pula," tegas Herlambang.
Terlebih lagi, lanjut Herlambang, jika hak jawab telah dipenuhi sebagaimana rekomendasi Dewan Pers, maka sengketa pers yang dimaksud seharusnya telah berakhir, jika pun seseorang merasa masih belum puas atas pelaksanaan rekomendasi tersebut maka tempatnya bukanlah di pengadilan Negeri melainkan kembali ke Dewan Pers.
"Dan kewenangannya Dewan Pers untuk menyelesaikan, mekanismenya ya hak jawab itu, sesederhana itu. Kasus ini sebenarnya kasus mudah, kasus mudah. Karena banyak sekali pembelajaran hukum sebelumnya untuk mengatakan kasus ini kasus mudah, apalagi ini urusannya pejabat publik, gak pake pers saja sebenarnya bebas ya," tandas Herlambang.
Seperti diketahui, dua media di Makassar, yakni Herald.id dan Inikata.co.id dan dua wartawan digugat perdata di PN Makassar dengan nomor 3/Pdt.G/2024/PN Mks.
Gugatan tersebut dilayangkan oleh eks stafsus Gubernur Andi Sudirman Sulaiman. Penguggat menilai pemberitaan dua media telah menimbulkan kerugian materi hingga mencapai Rp700 miliar. (*)