MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Sulawesi Selatan merupakan salah satu provinsi yang akan menggelar Pilkada pada 27 November 2024. Di tengah ramainya hiruk pikuk pilkada, wacana kotak kosong turut mengemuka, dengan framing bahwa Andi Sudirman Sulaiman, selaku gubernur petahana, akan melawan kotak kosong dalam Pilgub Sulsel.
Namun demikian, lembaga survei dan konsultan politik nasional FIXPOLL Indonesia menilai wacana kotak kosong mustahil terwujud di Pilgub Sulsel, dengan mencermati beberapa indikator.
Direktur Eksekutif FIXPOLL Indonesia, Mohammad Anas RA, mengingatkan bahwa Sulsel memiliki banyak alternatif figur calon pemimpin karena daerah ini merupakan lumbung tokoh politik nasional yang kaya akan stok calon pemimpin daerah. Namun, banyak figur enggan maju di pilkada karena membutuhkan biaya politik yang besar.
"Sulsel merupakan lumbung tokoh nasional dengan banyak orang yang berkiprah di pentas politik nasional. Ini menunjukkan Sulsel punya banyak alternatif yang bisa diusung dalam pilkada, sehingga wacana kotak kosong tidak realistis," ungkap Anas.
Sebagaimana yang beredar di publik, berbagai figur telah digadang maju Pilgub Sulsel, di antaranya Muhammad Fadil Imran, Nurdin Halid, Andi Iwan Darmawan Aras, Indah Putri Indriani, Andi Sudirman Sulaiman, Adnan Purichta Ichsan Yasin Limpo, Muhammad Bau Sawa Mappanyukki, Ilham Arief Sirajuddin, Taufan Pawe, Mohammad Ramdhan Pomanto, Amir Uskara, dan Rusdi Masse Mappasessu.
Teranyar, muncul sosok Komjen Purn Syafruddin Kambo. Sejauh ini, Partai Gerindra, PKS, dan Nasdem telah mengusung Andi Sudirman Sulaiman untuk maju dalam Pilgub Sulsel.
Menurut FIXPOLL Indonesia, dalam peta politik, Sulsel merupakan salah satu daerah episentrum politik di luar Jawa. Situasi ini menjadikan elit politik nasional maupun institusi partai politik punya kepentingan untuk mendorong jagoan mereka masing-masing bertarung dalam Pilgub Sulsel.
Apalagi, partai politik butuh patron figur lokal partai sebagai magnet elektoral pada momentum pemilu mendatang.
"Sulsel merupakan salah satu episentrum politik di luar Jawa, di mana tokoh elit politik nasional punya kepentingan di Sulsel untuk mendorong figur yang dijagokan maju dalam pilgub. Penting pula diingat bahwa koalisi pilpres yang terbagi dalam tiga poros turut mempengaruhi kontestasi pilkada, termasuk di Sulsel," terang Anas.
Sorotan terhadap wacana kotak kosong juga datang dari lembaga kepemiluan, PUSKAPI (Pusat Kajian Pemilu Indonesia). Dalam analisisnya, PUSKAPI menyimpulkan bahwa wacana kotak kosong berpotensi menyebabkan gesekan di tengah masyarakat, terlebih Sulsel merupakan daerah zona merah dalam hal kerawanan pemilu.
"Sulsel merupakan daerah yang masuk dalam zona merah kerawanan pemilu. Pemaksaan kotak kosong berpotensi menimbulkan chaos di tengah masyarakat, karena masyarakat yang punya ekspektasi terhadap kandidat tertentu merasa dijegal haknya dengan wacana kotak kosong," jelas Direktur Komunikasi Publik PUSKAPI, Zaenal Abidin.
Selain itu, PUSKAPI juga menyoroti pentingnya memberikan edukasi politik bagi masyarakat bahwa pilkada tidak tepat figur yang pernah terpidana korupsi ikut kembali bertarung di pilkada. Meskipun ada regulasi yang membolehkan, publik harus memberi sanksi sosial.
"Hal ini penting untuk menjaga citra daerah, di sisi lain masih banyak stok calon pemimpin yang tidak bermasalah secara hukum," kuncinya. (*)