"Beberapa waktu lalu, DPP PPP memberikan keterangan. Perubahan tarif PPN menjadi 12 persen itu perlu ada kajian yang mendalam, harus ekstra hati-hati, karena saat ini ekonomi sedang berada dalam fase pemulihan," katanya.
Menunutnya, konsumsi rumah tangga sebagai porsi terbesar produk domestik bruto (PDB) atau 57 persen masih membutuhkan kebijakan fiskal yang akomodatif. Sementara belanja masyarakat akan berkurang setiap ada beban pajak yang meningkat.
"Dari keterangan DPP PPP juga bahwa golongan menengah dan bawah pendapatannya belum kembali seperti sebelum pandemi," tukasnya.
Terpisah, Pengamat kebijakan publik, Rizal Fauzi menilai, jika melihat regulasi, sebenarnya kenaikan PPN ini sudah ada undang-undangnya. Sehingga secara prosedural konstitusional itu sudah sesuai mekanisme.
"Namun, yang perlu dicermati adalah bagaimana dampak dari kenaikan ini,” ujar Rizal, Jumat (27/12/2024).
Ia menekankan pentingnya riset sebelum kebijakan ini diberlakukan. Menurut Rizal, berbagai riset telah menunjukkan bahwa kenaikan PPN di tengah kondisi ekonomi yang belum stabil akan berdampak buruk.
Seperti hasil penelitian Center of Economic and Law Studies (Celios) mengkaji dampak kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen akan berdampak seperti inflasi juga pada peningkatan pengeluaran masyarakat.
“Seperti riset Celios yang menunjukkan ini akan sangat berdampak, terutama dengan konflik di Timur Tengah dan ketidakstabilan ekonomi global. Jadi, kenaikan ini belum tepat untuk saat ini,” tambahnya.
Rizal menilai, pemerintah perlu mencari alternatif kebijakan yang lebih relevan. Dampak kenaikan PPN terhadap daya beli masyarakat menjadi sorotan utama. Menurutnya, kebijakan ini berpotensi memicu lonjakan harga secara masif.
“Kalaupun pemerintah bisa mengontrol harga agar sesuai dengan kenaikan PPN saja, dampaknya mungkin tidak signifikan. Tetapi kalau ini menjadi semacam ‘shock pasar’, di mana semua harga kebutuhan pokok naik, sementara negara tidak hadir mengontrol situasi, maka itu akan menjadi masalah besar,” tegasnya.
Sementara itu, pendekatan bansos dan BLT yang sering digunakan pemerintah dianggap hanya menyentuh lapisan masyarakat kelas bawah. Rizal menilai bahwa meskipun bansos bisa mempercepat penerimaan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah, dampaknya pada isu PPN tidak terlalu signifikan.
“Masyarakat kelas bawah lebih memikirkan kenaikan harga barang daripada langsung mengaitkannya dengan PPN,” ujarnya.
Namun, menurutnya masalah justru akan muncul di kelas menengah dan atas yang lebih memahami dampak kenaikan PPN terhadap ekonomi secara luas. Untuk itu, pihaknya menekankan bahwa pemerintah perlu mengambil langkah proaktif untuk mencegah terjadinya gelombang ketidakpuasan di kalangan masyarakat ini.