RAKYATSULSEL - Ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan China kembali meningkat. Terbaru, Presiden AS Donald Trump resmi mengenakan tarif impor sebesar 10 persen terhadap berbagai produk asal China. Sebagai respons, China tidak tinggal diam dan melakukan aksi balasan dengan meningkatkan tekanan terhadap perusahaan teknologi raksasa asal AS, seperti Google, Nvidia, dan Intel.
Melalui Administrasi Negara untuk Regulasi Pasar Tiongkok (SAMR), pemerintah China mengumumkan penyelidikan terhadap Google atas dugaan pelanggaran Undang-Undang Anti-Monopoli.
"Karena Google dicurigai melanggar Undang-Undang Anti-Monopoli Republik Rakyat Tiongkok, Administrasi Negara untuk Regulasi Pasar telah memulai penyelidikan terhadap Google sesuai dengan hukum," demikian pernyataan resmi regulator China.
Tak hanya Google, penyelidikan serupa juga diarahkan kepada Nvidia. Perusahaan chip grafis ini sebelumnya sudah berada dalam radar pengawasan China sejak akuisisi Mellanox pada 2019. Kini, tekanan regulasi terhadap Nvidia kembali meningkat.
Selain itu, laporan dari Financial Times menyebutkan bahwa Intel kemungkinan juga akan menjadi sasaran penyelidikan. Meski detail investigasi belum diungkap, langkah ini menjadi pukulan berat bagi Intel, mengingat China menyumbang sekitar 29 persen dari pendapatan global perusahaan pada tahun 2024.
Tarif Impor 10 Persen dan Dampak Perang Dagang
Kebijakan tarif impor sebesar 10 persen yang diberlakukan Trump mulai berlaku pada 4 Februari 2025. Menanggapi langkah ini, Kementerian Keuangan dan Perdagangan China mengecam keputusan tersebut dan berencana membawanya ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Sebagai tindakan balasan, China mengumumkan akan menerapkan tarif baru terhadap beberapa produk asal AS, di antaranya:
- 15 persen untuk batu bara dan gas alam cair.
- 10 persen untuk minyak mentah, mesin pertanian, dan mobil berkapasitas besar.
Meski situasi perdagangan semakin tegang, China tetap membuka peluang negosiasi dengan AS untuk menghindari eskalasi lebih lanjut. Sebelum ketegangan meningkat, tarif impor antara kedua negara relatif rendah dan masih mengikuti aturan perdagangan internasional.
Dengan langkah-langkah baru ini, hubungan ekonomi antara AS dan China berpotensi memasuki fase yang lebih rumit, terutama bagi perusahaan teknologi AS yang memiliki ketergantungan besar pada pasar China.