LBH Makassar Sorot Aksi TNI Tangkap Puluhan Warga yang Tidak Terbukti Melanggar Hukum

  • Bagikan

MAKASSAR, RAKYATSULSEL -- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar ikut merespon terkait penangkapan 40 orang terduga pelaku penipuan lewat online atau yang akrab disebut Sobis atau Passobis di Kabupaten Sidrap, oleh Timsus Gabungan Intelijen Kodam XIV Hasanuddin, pada Kamis (24/4/2025) malam.

Meskipun LBH Makassar mendukung penuh upaya pemberantasan kejahatan, namun dengan catatan itu dilakukan sesuai aturan hukum yang berlaku. Untuk itu mereka menyangka langkah yang diambil TNI itu.

Direktur LBH Makassar, Abdul Azis Dumpa menilai tindakan itu telah melampaui batas kewenangan militer. Penangkapan warga sipil oleh prajurit TNI dinilai sewenang-wenang dan bertentangan dengan amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI.

Undang-undang tersebut secara tegas menetapkan bahwa tugas utama TNI adalah menjaga kedaulatan negara dan melindungi wilayah NKRI, bukan menjalankan fungsi penegakan hukum.

“Kita menginginkan ada penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan yang merugikan masyarakat secara luas, namun tetap dalam koridor dan prosedur hukum yang berlaku. Tidak terdapat dasar hukum dan legitimasi yang sah bagi TNI untuk menjalankan tugas penegakan hukum, termasuk melakukan penangkapan dan penahanan terhadap warga sipil,” tegas Azis, Selasa (29/4/2025).

Azis mengungkapkan, adanya penangkapan warga sipil yang baru terduga sebagai pelaku kejahatan oleh TNI memunculkan kekhawatiran publik atas kembalinya dominasi militer dalam kehidupan sipil.

Untuk itu, LBH Makassar menyoroti berbagai insiden lain, seperti pembubaran aksi mahasiswa, intervensi dalam kegiatan akademik, hingga langkah-langkah represif yang semestinya menjadi tanggung jawab kepolisian.

Ia menekankan bahwa melibatkan militer dalam wilayah sipil, khususnya proses hukum sangat berbahaya.

“Masuknya TNI ke ranah penegakan hukum berpotensi menormalisasi Dwi Fungsi TNI dan membuka jalan pada pelanggaran HAM,” ungkapnya.

Azis mengingatkan bahwa sejarah Indonesia mencatat dampak serius dari keterlibatan militer dalam urusan sipil, mulai dari tragedi Tanjung Priok, Semanggi, hingga penghilangan paksa aktivis menjelang reformasi.

“Jika kondisi ini terus dibiarkan, maka impunitas akan semakin menguat,” tegasnya.

LBH Makassar menyerukan agar semua anggota TNI yang terlibat dalam kasus penangkapan di luar kewenangan ini segera dievaluasi dan diberi sanksi.

Untuk itu, Azis menegaskan bahwa tindakan Kodam XIV Hasanuddin telah melanggar hukum dan menyalahi peran institusional militer dalam negara demokrasi.

Sementara itu, Kapendam XIV/Hasanuddin Kolonel Arm Gatot Awan Febrianto menegaskan bahwa apa yang dilakukan pihaknya karena institusi TNI dirusak terduga pelaku.v

"Memang sudah kita jelaskan di rilis awal, kalau kita bergerak karena ada yang mencatut nama pejabat. Institusi kita dirusak, dirugikan. Bukan cuma TNI yah tapi masyarakat juga," kata Gatot.

Ia menambahkan, langkah ini bukanlah aksi sepihak tanpa dasar. Menurutnya, banyak warga yang menjadi korban justru mengeluhkan kejadian tersebut di media sosial ketimbang melapor secara resmi.

“Kita lihat di masyarakat sudah banyak yang berkomentar. Kenapa tidak banyak yang melapor secara resmi? Tapi mereka pada ngomongnya di Medsos,” ungkapnya.

Terkait koordinasi dengan aparat kepolisian, Gatot menekankan bahwa situasi di lapangan menuntut kecepatan dalam bertindak agar para pelaku tidak melarikan diri. Ia menolak anggapan bahwa TNI mencoba mengambil alih tugas kepolisian.

“Kalau kita melihat kejahatan itu, faktor utamanya sebenarnya kecepatan. Kalau sekian detik telat kan sudah beda ceritanya. Entah kabur atau apa, malah gak terungkap,” pungkasnya.

Sebelumnya Rakyat Sulsel memberitakan, Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sulsel memulangkan 37 orang dari 40 orang yang ditangkap Timsus Gabungan Intelijen Kodam XIV Hasanuddin. Mereka dipulangkan karena tidak terbukti terlibat dalam kasus penipuan lewat online.

Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Didik Supranoto menyebut, 37 orang diantaranya dipulangkan ke keluarganya setelah tidak ditemukan cukup bukti terkait kasus yang sebelumnya dituduhkan kepada mereka.

"Dari 40 (orang yang ditangkap), tiga sudah dilakukan pendalaman lebih lanjut. Sementara yang 37, karena ini sudah hampir 24 jam, akan kita kembalikan ke keluarganya," kata Didik saat merilis kasus ini bersama Dirkrimsus Kombes Pol Dedi Supriyadi dan Kabid Propam Kombes Pol Zulham, Sabtu (26/4/2025).

Didik bilang, meskipun 37 orang tersebut dikembalikan ke keluarganya, proses penyelidikan dengan menggunakan digital forensik masih berlanjut. Untuk itu, mereka disebut tetap wajib lapor di kantor Polisi setempat.

"Sambil menunggu kita melakukan upaya digital forensik lebih lanjut. Kalau ditemukan lagi, nanti kita hubungi satu-satu dan ada yang mau melaporkan diri, nanti kita bantu juga. Jadi 37 yang dikembalikan ini tetap dikenakan wajib lapor," bebernya.

Senada dengan itu, Dirreskrimsus Polda Sulsel Kombes, Pol Dedi Supriyadi menegaskan bahwa puluhan orang yang ditangkap Kodam XIV Hasanuddin itu harus bisa dibuktikan secara hukum jika ingin diproses lebih lanjut. Misalnya, ada korban dari aksi mereka dan melapor secara resmi ke polisi.

Dedi mengatakan, pihaknya telah melakukan penyelidikan mendalam namun hanya tiga orang yang teridentifikasi sebagai pelaku kasus penipuan online.

"Tim penyidik telah melakukan digital investigation, kemudian melakukan analisa digital dan hasilnya baru tiga orang terduga pelaku yang sudah ada korbannya," ujar Dedi.

"Jadi ini deliknya adalah delik aduan. Mesti ada pelapornya, tadi sudah kita jelaskan 41 korban (yang teridentifikasi) sudah kita hubungi, yang bersedia baru tiga," sambungnya.

Atas dasar itulah, kata Dedi, pihaknya menaikkan status tiga orang diantaranya itu menjadi tersangka dan dilakukan penahanan untuk proses hukum lebih lanjut.

Kedepannya, pesan Dedi, jika ada masyarakat yang merasa jadi korban kasus penipuan untuk membuat laporan secara resmi. Dengan catatan membawa bukti seperti handphone atau bukti transaksi lainnya.

"Membawa medianya, bisa handphone, nanti dianalisa terkait percakapannya maupun transferan," tambahannya.

Begitu juga dengan tuduhan bahwa puluhan orang itu dalam melancarkan aksinya mencatut nama petinggi Kodam XIV Hasanuddin. Dimana tuduhan itu belum bisa dibuktikan pihak kepolisian dikarenakan tidak ada korban yang melapor.

"Kami sudah meminta, mana korbannya dan mana media sarana yang digunakan pada saat si korban berinteraksi dengan pelaku," ungkapnya.

Dedi menegaskan, 37 orang yang dituduh sebagai pelaku penipuan atau passobis itu dilepas atau dipulangkan berdasarkan perintah undang-undang (UU). Sebagaimana dalam KUHAP, seseorang yang ditangkap aparat penegak hukum berhak untuk dibebaskan setelah 24 jam menjalani pemeriksaan dan tidak ada bukti yang cukup untuk melanjutkan proses hukumnya.

"Kalau 37 nanti atas nama UU kita kembalikan, nanti wajib lapor di polres atau polsek. Itu mekanismenya. Kita lakukan sesuai KUHAP, ada analisa, laporan korban dan adanya kerugian, proses penyelidikan dan penyidikan, jadi bukan semata-mata," bebernya.

Terakhir, Dedi mengungkapkan bahwa pihaknya kesulitan untuk mendalami dugaan keterlibatan puluhan orang tersebut dalam kasus yang dituduhkan. Mengingat sejak awal Polda Sulsel tidak dilibatkan dalam operasi penangkapan oleh pihak Kodam XIV Hasanuddin.

Penangkapan berlangsung di luar koordinasi, sehingga Polda baru menerima para terduga pelaku dalam kondisi mentah tanpa data awal yang cukup untuk mempercepat proses hukum.

"Kita taunya setelah diserahkan, silahkan tanya ke pihak Kodam. Jadi kita itu baru tau setelah sampai di sini, kita lakukan verifikasi dan cek kesehatannya, kita kasih makan juga," pungkasnya. (Isak/B)

  • Bagikan