TAKALAR, RAKYATSULSEL - Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari)Takalar, Salahuddin, S.H.,M.H beserta Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Pidum) Arfah Tenri Ulan, S.H dan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Kartika Karim, S.H selaku fasilitator, melakukan ekspos perkara untuk diajukan persetujuan Penghentian Penuntutan (Restorative Justice).
Ekspos perkara yang digelar secara daring ini diajukan ke Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jam Pidum) Dr.Fadil Zumhana bersama dengan Direktur OHARDA beserta jajaran dengan Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, R.Febrytrianto, S.H.,M.H didampingi oleh Asisten Tindak Pidana Umum Andi Darmawangsa, S.H.,M.H, Selasa (12/07/2022).
Pada Ekspos tersebut Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Dr.Fadil Zumhana menyatakan perkara dugaan Penganiayaan memenuhi persyaratan untuk melalui proses RJ sesuai dengan ketentuan pasal 5 ayat (1) Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Restorative.
"Dimana tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman pidana tidak lebih dari lima tahun, terjadi kesepakatan damai antara pihak korban dengan pihak terdakwa tanpa ada paksaan dari pihak manapun, pihak korban telah memaafkan perbuatan terdakwa dan sepakat untuk tidak melanjutkan perkaranya ketahap persidangan dan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia pasal 30C mengenai Kejaksaan dapat melakukan mediasi penal dalam artian penyelesaian pidana dengan mekanisme perdamaian," ungkap Dr.Fadil Zumhana.
Kasi Intel Kejari Takalar, Sabri Salahuddin, SH, MH menyampaikan dalam press rilisnya, kita ketahui bahwa tersangka inisial S dalam perkara penganiayaan disangka pasal 351 Ayat (1) KUHP Ancaman pidana penjara paling lama : 2 (dua) tahun 8 (delapan) atau denda Rp.4.500,- (empat ribu lima ratus rupiah) dengan kronologis.
Pada Sabtu tanggal 30 April 2022 sekitar Pukul 22.00 Wita, bertempat di pertigaan Jalan yang berada diwilayah Lingkungan Solongan, Kelurahan Panrannuangku, Kecamatan Polongbangkeng Utara, Kabupaten Takalar .
Berawal saat korban bersama dengan terdakwa tengah minum tuak dengan beberapa temannya di Lingkungan Solongan, Kelurahan Panrannuangku, Kecamatan Polongbangkeng Utara, Kabupaten Takalar, kemudian terdakwa mendengar korban mengatakan sesuatu yang kurang menyenangkan sehingga terdakwa merasa tidak suka dengan perkataan korban tersebut.
Hingga kemudian terdakwa mengajak korban untuk menemaninya pulang, yang kemudian korban ikut dan terdakwa sambil berjalan merangkul korban disepanjang jalan pulang dan saat tepat berada dipertigaan jalan Lingkungan Solongan, Kelurahan Panrannuangku, Kecamatan Polongbangkeng Utara, Kabupaten Takalar.
Dimana saat itu situasi jalan sepi, tiba-tiba terdakwa menampar wajah korban sebanyak satu kali setelah itu terdakwa meninju bagian batang hidung korban sebanyak satu kali hingga berdarah dan saat itu korban terjatuh ke aspal, kemudian ada warga sekitar yang melihat perbuatan terdakwa tersebut dan melerai keduanya.
Kemudian terdakwa diamankan, bahwa akibat dari perbuatan terdakwa tersebut korban mengalami luka lebam diwajahnya dan bengkak dimata sebagaimana hasil Visum et Repertum dari Rumah Sakit Maryam Citra Medika Nomor : 1281/RM/RS-MCM/V/2022 tanggal 23 Mei 2022 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. Diansri Pratiwi Syam.
Adapun kesepakatan perdamaian dilaksanakan tanpa syarat, dimana korban sudah memaafkan perbuatan terdakwa, serta terdakwa berjanji tidak mengulangi perbuatannya dan korban tidak ingin perkaranya dilanjutan ke persidangan. Pertimbangan lainnya, terdakwa dengan korban masih ada hubungan keluarga.
Berdasarkan permintaan usulan Restorative Justice (RJ) Kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum diperoleh hasil Restorative Justice (RJ) disetujui dengan memerintahkan Kepala Kejaksaan Negeri Takalar untuk membuat Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2).
Kita ketahui, proses Restorative Justice (RJ) yang sedang digencarkan oleh Kejaksaan Republik Indonesia berdasarkan arahan Jaksa Agung ST.Burhanuddin adalah sebuah inovasi dan kebijakan humanis berdasarkan hati nurani yang dituangkan melalui Peraturan Jaksa Agung (PERJA) Nomor 15 Tahun 2020, dan merupakan perwujudan terhadap perinsip Dominus litis atau pengendali perkara yang melekat pada instansi Kejaksaan Republik Indonesia yang tertuang dalam pasal 139 KUHP.
"Proses penegakan hukum melalui pendekatan keadilan Restorative merupakan reformasi penegakan hukum yang dapat mengatasi kekakuan hukum positif, bukan saja dimaksudkan untuk menepis anggapan bahwa hukum hanya tajam kebawah tetapi juga dimaksudkan agar tujuan hukum keadilan dan kemanfaatan hukum dapat segera diwujudkan," tutup Sabri Salahuddin (Tir)