"Bagi insan politik untuk jadi penonton di pesta demokrasi rasanya tidaklah mungkin, pasti mereka akan mencari perahu atau partai untuk dapat menampung untuk menyalurkan hasrat dan aspirasinya," kata Andi Picunang.
Andi mengatakan ditolaknya gugatan administrasi pendaftaran Partai Berkarya oleh Bawaslu pada Jumat (26/8) lalu telah membuat Berkarya akan menjadi penonton di 2024.
"Tentunya tidak ada paksaan bagi mereka untuk bertahan di Berkarya atau bergeser ke partai tertentu, tergantung kebutuhan dan keinginan masing-masing," pungkasnya.
Pengamat politik Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Andi Luhur Prianto mengatakan jalan sejarah elektoral Partai Berkarya berhenti di Pemilu 2024.
Dimana kata dia partai bentukan Tommy Soeharto ini menyerupai sejarah Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB) yang didirikan Siti Hardijanti Hastuti Indra Rukmana atau dikenal Mbak Tutut dan Mantan Mendagri RI, Hartono.
Dirinya menyebutkan Partai Berkarya terlalu banyak menghabiskan energi dan sumberdaya organisasi pada konflik internal dan dualisme kepengurusan.
"Konsolidasi organisasi tidak berjalan sehat. Gejala kemunduran terlihat pasca Pemilu 2019. Para fungsionaris partai banyak yang mundur dan berdiaspora ke partai-partai lain. Terutama di tingkat kepengurusan wilayah dan cabang," ujarnya.
Untuk anggota legislatif di tingkat daerah, sebaiknya tidak usah reaktif pindah partai.
"Sebaiknya menimbang-nimbang kekuatan dan tingkat persaingan Dapil, termasuk persaingan internal partai yang akan dipilih. Penjajakan partai-partai potensial tetap perlu terus dilakukan. Tetapi masa penetapan DCS atau DCT merupakan momen yang paling tepat menentukan partai yang akan dikendarai di Pileg 2024 nanti," tutupnya. (Fahrul-Yadi)