Keluarga Mahasiswa Unhas Yang Tewas Saat Diksar Ragukan Hasil Autopsi

  • Bagikan
Bongkar makam Virendy Marjefy untuk kepentingan autopsi. Foto: ISAK PASA'BUAN/RAKYATSULSEL.

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Keluarga almarhum Virendy Marjefy Wehantou meragukan hasil autopsi yang dikeluarkan Polisi.

Mahasiswa Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar yang tewas saat mengikuti Pendidikan Dasar (Diksar) Mapala Teknik 09 di Kabupaten Maros pada Januari 2023 itu diklaim tak memiliki riwayat penyakit, seperti yang disampaikan pihak Kepolisian.

Dimana dari hasil autopsi almarhum Virendy yang disampaikan oleh penyidik Satreskrim Polres Maros, penyebab kematian mahasiswa jurusan Arsitektur itu karen adanya kegagalan sirkulasi fungsi peredaran darah ke jantung. Peredaran darah almarhum disebut terhambat karena ada sumbatan lemak di tubuhnya.

Atas dasar itulah ibu kandung Virendy, Femmy Lotulung menegaskan, dirinya kurang percaya dengan hasil otopsi yang disampaikan penyidik kepolisian. Karena menurutnya, Virendy semasa hidupnya tidak memiliki penyakit bawaan, dan juga tidak pernah mengeluhkan ada sakit lain, apalagi sakit di bagian dada yang bisa diindikasikan penyakit jantung.

"Semasa hidup almarhum mulai dari bayi hingga SD, SMP, SMA dan kuliah, saya ibunya yang selalu merawatnya jika Virendy sakit. Setahu saya, palingan Virendy hanya mengalami sakit biasa, seperti flu atau demam yang kalau sudah ke dokter lalu minum obat dan istirahat paling lama 3 hari sudah sembuh," kata Femmy kepada wartawan, Senin (13/3/2023).

Femmy menyampaikan, sakit lain yang pernah diderita Virendy adalah sakit giginya yang tidak tertahankan sakitnya sehingga harus dibawa ke dokter untuk berobat, tepatnya di RS Sayang Rakyat. Saat itu, dokter di RS Sayang Rakyat disebut hanya menyampaikan bahwa ada pertumbuhan gigi baru yang salah tempat sehingga terasa sakit dan karena masih ada sisa gigi berlubang yang belum terangkat. Sehingga dokter mengambil tindakan lalu mencabut gigi almarhum dan sembuh.

"Sebenarnya, rasa ragu terhadap independensi hasil autopsi jenazah almarhum Virendy sudah muncul saat pelaksanaan autopsi berlangsung di makam almarhum pada Kamis 26 Januari 2023. Sebab ketika itu, terkesan ada upaya menghalang-halangi perwakilan keluarga untuk ikut hadir menyaksikan langsung pelaksanaan autopsi," ungkapnya.

Lebih jauh, Femmy membeberkan, ketika penyidik Polres Maros yang dipimpin Kasat Reskrim datang ke rumahnya di Telkomas pada Selasa (24/1/2023) malam, dirinya telah menanyakan perihal apakah ada dari pihak keluarga bisa ikut menyaksikan pelaksanaan autopsi, dan kemudian dijawab bahwa bisa ditunjuk satu orang perwakilan keluarga hadir menyaksikan langsung jalannya autopsi.

"Sehingga malam itu juga disepakati bahwa saya nanti yang akan menyaksikan langsung jalannya autopsi. Tapi kenyataannya apa yang dijanjikan itu tidak terealisasi pada hari pelaksanaan autopsi di lokasi Pekuburan Kristen Pannara Makassar dan terkesan ada dugaan upaya yang tidak menghendaki pihak keluarga ikut menyaksikan langsung pelaksanaan otopsi tersebut," ujarnya.

Selanjutnya pada Kamis (26/01/2023) pagi itu, Femmy mengaku sudah berkemas dan bersiap mengikuti pelaksanaan autopsi. Namun sebelum kegiatan otopsi berlangsung, Ketua Tim Dokter Forensik melakukan briefing di dalam area yang terpasang garis polisi. Dalam briefing dinyatakan bahwa setelah tim dokter forensik selesai melaksanakan tugasnya, barulah pihak keluarga diberi kesempatan masuk ke bilik tenda tertutup untuk menggantikan pakaian almarhum dan melihat jenazah sebelum dikuburkan kembali.

Ketua Tim Dokter Forensik juga menyampaikan, bisa satu orang anggota keluarga ikut hadir menyaksikan jalannya pelaksanaan autopsi jika bersangkutan berlatar belakang medis, apakah dokter atau perawat. Kebijakan tersebut membuat ibu almarhum harus meninggalkan atau keluar dari area garis polisi tempat pelaksanaan autopsi dengan perasaan kecewa.

Kebijakan yang tidak sesuai dengan harapan keluarga maupun janji penyidik Polres Maros saat bertandang ke rumah Telkomas pada Selasa (24/01/2023) malam, tak membuat keluarga putus asa dan langsung menghubungi tante kandung almarhum, yakni dr Johanna Wehantouw meminta datang ke Pekuburan Kristen Pannara.

Sewaktu dr Johanna sudah datang ke lokasi autopsi, Femmy menyebut lagi-lagi terlihat adanya indikasi yang tidak menginginkan perwakilan keluarga ikut menyaksikan jalannya autopsi. Akibatnya terjadi ketegangan dan perdebatan dengan Kasat Reskrim Polres Maros, Iptu Slamet, yang mengundang perhatian sejumlah wartawan televisi dan media massa yang hadir.

Setelah melalui perdebatan yang menyita waktu cukup lama, akhirnya dr Johanna dibolehkan masuk ke dalam tenda tertutup tempat pelaksanaan autopsi yang dijaga ketat sejumlah aparat kepolisian. Namun saat masuk ke dalam tenda tertutup itu, dr Johanna hanya melihat tim dokter sementara menjahit kembali bagian dada almarhum yang dibelah sebelumnya, tak ada lagi kegiatan pembedahan bagian atau organ tubuh yang bisa disaksikannya. Sehingga iapun mengaku tidak lama berada di dalam tenda tertutup tersebut dan keluar dengan rasa kecewa.

Selanjutnya, setelah tim dokter forensik Biddokkes Polda selesai bertugas dan meninggalkan tenda autopsi dan lokasi pekuburan, keluarga pun berkemas dan bersiap untuk masuk ke dalam tenda autopsi guna menggantikan pakaian almarhum dan melihat jenazah sebelum dikuburkan kembali.

Kenyataannya, beberapa waktu lamanya, keluarga harus menunggu lagi instruksi dari Kasat Reskrim yang saat itu masih berada di dalam tenda autopsi bersama sejumlah petugas Inafis Polres Maros tanpa diketahui apa yang mereka lakukan.

Anehnya, usai menunggu dan kemudian mendapat instruksi masuk ke tenda otopsi, alangkah terkejutnya pihak keluarga karena jenazah Virendy sudah rapih dan telah mengenakan pakaian baru yang disiapkan keluarga sebelumnya.

"Tak berkesempatan menggantikan pakaian almarhum seperti yang dijanjikan Ketua Tim Dokter Forensik saat memberikan briefing, lagi-lagi membuat keluarga kecewa dan bertanya-tanya hingga menimbulkan dugaan sepertinya pihak penyidik tidak menghendaki pihak keluarga melihat pelaksanaan autopsi dan mengetahui bagian-bagian tubuh mana yang dibelah atau dibedah oleh tim dokter forensik," tuturnya.

Kekecewaan keluarga kembali dirasakan ketika Ketua Tim Dokter Forensik didampingi Kasat Reskrim Polres Maros memberikan keterangan pers di hadapan sejumlah wartawan yang sejak pagi berada di lokasi pekuburan, dengan menyampaikan bahwa hasil otopsi lapangan terhadap jenazah Virendy ini selanjutnya akan dibawa ke Laboratorium Unhas untuk dilakukan uji forensik.

Pernyataan itu kemudian dipertanyakan keluarga ke penyidik Polres Maros bahwa kenapa harus dibawa ke Laboratorium Unhas karena independensinya disebut tak bisa terjamin.

"Mendapat jawaban itu, kami keluarga hanya bisa pasrah saja, dan berdoa semoga pemeriksaan laboratorium terhadap hasil otopsi jenazah almarhum benar-benar sesuai harapan semua pihak khususnya keluarga, penuh independensi dan transparansi. Karenanya kami jadi terkejut ketika membaca pemberitaan beberapa media yang mempublish pernyataan penyidik Polres Maros tentang penyebab kematian Virendy yang konon berdasarkan keterangan dokter ahli yang tertuang dalam surat hasil otopsi," ujar Femmy.

Ibu empat anak ini meminta pihak penyidik Polres Maros memberikan tembusan atau salinan surat hasil autopsi kepada keluarga sesuai yang telah diatur dalam Undang-Undang Kesehatan dimana disebutkan bahwa keluarga juga berhak mendapatkan hasil otopsi tersebut.

"Surat hasil autopsi itu juga untuk kami pelajari dan konsultasikan dengan dokter ahli yang independen guna dijadikan perbandingan, bahan koreksian dan kemungkinan mengajukan saksi ahli di persidangan," jelasnya.

Keluarga yang tak yakin dengan hasil autopsi itu kemudian ikut menghubungi seorang dokter ahli dan spesialis penyakit dalam mengemukakan, gagal sirkulasi akibat banyak kehilangan darah, ini menyebabkan jantung tidak mendapatkan darah yang cukup untuk dipompakan ke otak sehingga timbul kematian.

"Mengenai disebutkan ada lemak yang menyumbat, saya kira ini kesimpulan yang tak berdasar. Kesimpulan yang ditambah-tambah oleh pihak lain, bukan kesimpulan dari dokter ahli. Karena jika ada lemak yang sumbat, maka penyebab kematian adalah serangan jantung koroner, dan hal itu tidak mungkin terjadi pada diri almarhum yang masih berusia muda. Jadi tidak mungkin dokter ahli berkesimpulan begitu," kuncinya. (isak/B)

  • Bagikan