Pemilu 2024 semakin dekat. Pencucian uang untuk pendananan politik perlu diwaspadai. PPATK dan Tranparency International membeberkan modusnya.
RAKYATSULSEL - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengendus adanya dana ilegal yang mengalir untuk kontestasi politik.
Kendati tidak menyebut jumlah pastinya, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menyebutkan jumlahnya mencapai triliunan. Dana tersebut terindikasi berkaitan dengan tindak pidana sumber daya alam dan masuk ke figur politik.
Menjelang Pemilu 2024 transaksi yang diduga pencucian uang pun meningkat. Data PPATK menunjukkan, laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (TKM) di 2023 naik signifikan menjadi 8.781.
Padahal di 2020 jumlah TKM tercatat 1.500 laporan. Belum lama ini PPATK tengah mengusut aliran dana sebsar Rp1 triliun dari kejahatan lingkungan.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Transparency International Indonesia Danang Widoyoko menjelaskan bahwa selama ini praktik pendanaan politik mengikuti proses pencucian uang. Hal itu merupakan salah satu persoalan pendanaan politik.
Ia merinci modusnya. Dana disalurkan terlebih dahulu ke organisasi sosial, yayasan, kelompok-kelompok relawan.
Ini dilakukan karena tidak mungkin suatu perusahaan menyumbang pendanaan politik yang besar karena itu bisa melanggar undang-undang.
Asal tahu saja dalam UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum diatur mengenai sumbangan dana kampanye maksimal Rp2,5 miliar untuk perseorangan dan maksimal Rp25 miliar untuk kelompok atau ventura.