GOWA, RAKYATSULSEL - Polemik Tapal Batas Desa di Tiga Desa di Bontomarannu terus berlanjut, kini menjadi pembahasan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Gowa, Rabu (23/8) kemarin.
Polemik Tapal Batas di Bontomarannu tersebut terjadi tiga Desa yakni Desa Mata Allo, Romangloe dan Sokkolia digelar diruang persidangan kantor DPRD Kabupaten Gowa dibuka Ketua Komisi 1 Bidang Pemerintahan dan Hukum Muh Ramli Rewa, didampingi Wakil Ketua H. Baharuddin dan anggota lainya Abd Salam Rani.
Selain itu, hadir pula kepala Kecamatan Bontomarannu Muhammad Syafaat Surya, Kadis Perkimtan, Kabag hukum, BPN Gowa, Plt Kepala Desa Romangloe, Plt Kepala Desa Mata Allo, Kepala Desa Sokkolia, Kepala dan beberapa kepala Dusun termasuk Presiden Lembaga Toddopuli Indonesia Bersatu (TIB) Syafriadi Djaenaf.
Ketua Komisi 1 Bidang Pemerintahan dan Hukum DPRD Kabupaten Gowa Muh Ramli Rewa mengatakan adanya Rapat Dengar Pendapat (RDP) atas surat Lembaga Toddopuli Indonesia Bersatu (TIB) tentang konflik Tapal Batas Desa di Bontomarannu.
"Jadi RDP ini atas permintaan LSM Toddopuli Indonesia Bersatu tentang penetapan Tapal Batas Desa," kata Ketua Ramli Rewa kepada seluruh tamu undangan RDP.
Dirapat Dengar Pendapat satu persatu para tamu undangan RDP berbicara. Kepala Kecamatan Bontomarannu Muhammad Syafaat Surya memaparkan dirinya telah melakukan rapat dan koordinasi kepada para Desa dan Dusun setempat soal kisruh Tapal Batas tersebut.
Syafaat juga mengungkapkan dirinya tidak akan berani melakukan perubahan ataupun pemindahan yang telah diatur oleh Peraturan Daerah (Perda) tentang Tapal Batas. Namun yang diketahuinya ada beberapa titik batas Desa yang ditetapkan oleh Topografi Kodam (Topdam).
"Intinya semangat kita dari awal bukan untuk merubah atau memindah-mindahkan karena pada dasarnya sudah ada penetapan Tapal Batas yang ditetapkan oleh Topdam, Tahun 2019 Mata Allo ada tiga titik, Sokkolia dan Romangloe Tahun 2020 ada lima titik," ucapnya.
"Kesimpulan kami pada Rapat Tapal Desa di kantor Desa dasar-dasar yang dimiliki Kades kami beberapa peta Blok yang disampaikan untuk Desa Mata Allo peta Blok tahun 2009, Romangloe 2015 dan Sokkolia 2002," sambungnya.
Meski begitu kata Camat, soal Tapal Batas Desa antara Romangloe dan Sokkolia yang berpolemik mengembalikan kepada sejarah pemekaran hingga terbentuknya Desa Sokkolia.
"Mengingat sejarah perkembangan Desa di Bontomarannu dulu terbentuknya Romangloe Tahun 84,85. Klo saya ndak salah itu tahun 2005 diambil satu Dusun menjadi Desa Sokkolia yaitu Dusun Borong Rappo, Pakkatto juga diambil satu Dusun sehingga terbentuklah Desa Sokkolia sama dengan Desa Nirannuang itu waktu pemekaran, " sebut camat menjelaskan kepada Ketua dan anggota Komisi 1.
Namun demikian, Kepala Kecamatan Bontomarannu Muhammad Syafaat Surya akan melaporkan hasil rapat di Desa ke pimpinan di Kabupaten Gowa.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi 1 DPRD Gowa H. Baharuddin juga menyepakati agar Polemik Tapal Batas Desa baik antara Dusun Batu Alang Desa Romangloe, dengan Dusun Borong Rappo yang menjadi kisruh di Bontomarannu tetap mengacu pada Perda yang sudah ada.
Dia juga berucap pemekaran desa itu dilaksanakan atas dasar kesepakatan tokoh masyarakat dan pemerintah setempat yang disepakati oleh pihak kecamatan kemudian putuskan oleh Bupati Gowa lalu diperdakan, terkait dengan luas wilayah desa sudah ada batas batasnya dan jumlah penduduknya dan lain lain semuanya ada dalam perda.
"Jadi tidak usah lagi diributkan masalah tapal batas desa karena sudah ada dalam perda pemekaran desa, kita tidak boleh seenaknya memindahkan batas desa karena itu melanggar regulasi yang ada. Pemasangan tapal batas RT/RW pada tahun 2018 dengan menggunakan Dana Desa itu pernah dilakukan, saya dengar tadi kalau dipindahkan lagi secara sepihak pada tahun 2019, itu tidak boleh karena sudah ada batas batas desa ditetapkan pada perda pemekaran desa,"ungkapnya.
Ditempat yang sama, Presiden TIB Syafriadi Djaenaf mengungkapkan Polemik Tapal Batas Desa antara Dusun Batu Alang Desa Romangloe yang meluaskan wilayahnya masuk kedalam wilayah Dusun Borong Rappo, Desa Sokkolia menduga adalah permainan mafia tanah.
Mengapa demikian, kata Daeng Mangka hasil kajian dan analisa tim investigasinya bahwa didapatkan info adanya warga pemilik lahan di Desa Romangloe dengan luas 8,7 Ha pada Persil 53 DII dan Kohir 1076 CI melaporkan 8 orang warga Desa Sokkolia pemilik lahan sebagai pelaku tindak pidana penyerobotan.
"Luas pada suratnya 8,7 Ha namun ingin menguasai lahan lebih 20 Ha dengan surat yang sama. Itukan aneh.? tanya Daeng Mangka kepada wartawan di usai RDP.
"Itu surat yang dipindah pindahkan dari satu lahan ke lahan lainnya. Malah mafia tanah ini untuk memuluskan aksinya mereka memindahkan batas desa sehingga lahan yang awalnya Persil dan Kohir berada di Desa Sokkolia akhirnya menjadi Desa Romangloe," sambungnya.
Daeng Mangka berharap pemerintah Kabupaten Gowa khususnya Kecamatan Bontomarannu cepat melakukan tindakan agar masyarakat bisa kembali menduduki lahannya yang sudah lama digarapnya.
"Ada satu lagi bukti surat ketetapan IPEDA yang kami temukan datanya sama persis nomor Persil dan Kohirnya namun atasnama pemilik dan luasnya berbeda," tandasnya. (Abdul Kadir)