MAKASSSAR, RAKYATSULSEL - Mahkamah Agung (MA) mengabulkan seluruh permohonan uji materi terkait Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 dan 11 Tahun 2023 perihal kemungkinan mantan terpidana korupsi maju lebih cepat menjadi calon anggota legislatif.
MA memerintahkan KPU mencabut aturan yang memberi "karpet merah" bagi mantan terpidana korupsi untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif tersebut. Dalam aturannya, lembaga itu tak mewajibkan masa jeda 5 tahun bagi mantan terpidana kasus korupsi untuk nyaleg.
Dengan adanya putusan diatas, jika dijalankan KPU maka tamatlah sudah mimpi para mantan napi yang hendak nyaleg. Mimpi mereka terkubur dalam-dalam.
Menanggapi putusan diatas, Komisioner KPU RI Idham Holik menyatakan pihaknya sudah menerima salinan putusan Mahkamah Agung (MA) yang memerintahkan KPU mencabut aturan yang dianggap memberi karpet merah bagi mantan terpidana korupsi untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif.
"KPU sudah menerima salinan Putusan MA No. 28 P/HUM/2023 tersebut. Maka ditindak lanjut," kata Idham kepada wartawan Harian Rakyat Sulsel, Senin (2/10/2023).
Divisi penyelenggara pemilu itu menjelaskan. Pasal 11 ayat 6 PKPU No. 10 Tahun 2023. Dimana ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak berlaku jika ditentukan lain oleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap untuk pidana tambahan pencabutan hak politik.
Pasal 11 ayat 5 PKPU No. 10 Tahun 2023: Persyaratan telah melewati jangka waktu 5 (lima) tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, terhitung sejak tanggal selesai menjalani masa pidananya.
Sehingga tidak mempunyai hubungan secara teknis dan administratif dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia, dan terhitung sampai dengan Hari terakhir masa pengajuan Bakal Calon.
Sementara pertimbangan MK dalam Putusan MK No. 87/PUU-XX/2022 halaman 29 Angka 1 berbunyi, "1. Berlaku bukan untuk jabatan-jabatan publik yang dipilih (elected officials) sepanjang tidak dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak pilih oleh putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
"Pasal 11 ayat (1) huruf g PKPU No. 10 Tahun 2023. Dalam KPU merumuskan Pasal 11 ayat 6 PKPU No. 10 Tahun 2023 merujuk pada pertimbangan Mahkamah Konstitusi khususnya pada halaman 29 dalam Putusan MK No. 87/PUU-XX/2022, sebagai berikut: Angka 1 pada frasa 1. Berlaku bukan untuk jabatan-jabatan," jelasnya.
Menurutnya, di halaman 2, Duduk Perkara, dalam Putusan MA No. 28 P/HUM/2023 terdapat frasa, sebagai berikut: Menimbang, bahwa Para Pemohon dengan surat permohonannya tertanggal 12 Juni 2023 yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah Agung pada tanggal 13 Juni 2023 dan diregister dengan Nomor 28 P/HUM/2023.
"Terkait hal tersebut, perlu kami sampaikan norma atau ketentuan yang terdapat dalam Pasal 76 ayat (3) UU No. 7 Tahun 2023 yang berbunyi: Permohonan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan kepada Mahkamah Agung paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak Peraturan KPU diundangkan," tuturnya.
Ia menegaskan bawa Peraturan KPU No. 10 Tahun 2023 dan Peraturan KPU No. 11 Tahun 2023 ditetapkan pada 17 April 2023 dan diundangkan pada 18 April 2023.
Pasal 18 Peraturan KPU No. 11 Tahun 2023: 1) Persyaratan telah melewati jangka waktu 5 (lima) tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf g, terhitung sejak tanggal selesai menjalani masa pidananya sehingga tidak mempunyai hubungan secara teknis dan administratif dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia, terhitung sampai dengan Hari terakhir masa pendaftaran bakal calon.
"2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku jika ditentukan lain oleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap untuk pidana tambahan pencabutan hak politik," pungkasnya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun awak media. Di Sulsel terdapat beberapa eks napi koruptor yang maju sebagai caleg. Baik di DPR RI maupun di tingkat bawah.
Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) Indonesia wilayah Sulsel, Andi Fadli Ahmad mengatakan, dari awal memang PKPU No 10 dan 11 ini menuai polemik di tengah masyarakat sipil.
"Sebab mereduksi semangat pemberantasan korupsi, memberi celah kepada eks narapidana koruptor melenggang di pentas politik," ujarnya.
Selain itu kata dia, UU itu mempersempit ruang bagi caleg potensial berintegritas, cakap dan amanah untuk maju di pemilu.
"Seperti kita ketahui bersama korupsi merupakan kejahatan luar biasa tentu harus dibarengi juga hukuman yang berat berupa sanksi pidana, sosial dan seterusnya agar memberi efek jera," tuturnya.
Kedepan kata dia, sinergi antar Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi selalu hadir memberi jawaban atas kerisauan.
"Dan kecemasan publik terhadap apa yang mereka alami terkait dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh penyelenggara pemilu," tukasnya. (Yadi/B)