DKPP Periksa Komisioner KPU Pangkep, Akui Pernah Berafiliasi Parpol

  • Bagikan
PERIKSA KOMISIONER KPU. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) saat memeriksa komisioner KPU Pangkep di kantor Bawaslu Sulsel, Jl Andi Pettarani Makassar, Jumat (27/10/2023). FAHRULLAH/RAKYATSULSEL

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) melakukan sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) perkara nomor 125-PKE-DKPP/X/2023 di Kantor Bawaslu Provinsi Sulawesi Selatan, Kota Makassar, Jumat (27/10/2023).

Diketahui, perkara ini diadukan oleh Muh. Ridwan. Ia mengadukan Anggota KPU Kabupaten Pangkajene Kepulauan Hasanuddin G Kuna sebagai Teradu yang diduga melakukan seruan dukungan pada peringatan hari ulang tahun (HUT) pertama Partai Gelora dan diduga sebagai pengurus wilayah Partai Gelora Provinsi Sulawesi Selatan.

Sesuai ketentuan Pasal 31 ayat (1) dan (2) peraturan DKPP nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan DKPP nomor 1 tahun 2022 tentang perubahan ketiga atas peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 3 tahun 2017 tentang pedoman beracara kode etik penyelenggara pemilihan umum.

Dalam pemeriksaan tersebut, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Pangkep, Hasanuddin sekaligus yang berstatus Teradu, mengaku pernah menjadi anggota partai politik bahkan menjadi ketua Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan menjadi anggota DPRD Pangkep.

Hanya saja, hal diatas sudah dinyatakan memenuhi syarat untuk menjadi penyelenggara pemilu karena sudah melewati lima tahun.

“Saya pernah menjadi ketua PKS tahun 1999 dan terpilih menjadi anggota DPRD Pangkep 2004 sampai 2009,” ungkap Hasanuddin dalam sidang DKPP.

Dia menjelaskan, dirinya mengundurkan diri dari partai PKS pada tahun 2017 dan tidak lagi menjadi kader partai politik sejak meninggalkan PKS. “Sejak saat itu saya tidak pernah lagi menjadi pengurus partai politik sampai sekarang," ujarnya.

Dalam persidangan tersebut Hasanuddin mengaku sempat menjadi tenaga ahli Fraksi Gabungan di DPRD Pangkep.. "Pada 2018 saya diminta menjadi tenaga fraksi gabungan (partai) PDIP, PAN dan PKS dan saya menyatakan bersedia sepanjang tidak menjadi salah satu pengurus partai tersebut sehingga saya diangkat sebagai tenaga ahli," paparnya.

Dia juga menguatkan pernyataan itu dengan mengaku sudah pernah ikut seleksi calon direksi Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Mappatuo Pangkep. Salah satu syarat utamanya adalah calon tidak boleh berpartai. "Di akhir 2019 sampai tahun 2020 saya ikut seleksi perumda dimana calon tidak boleh berpartai," tuturnya.

Sementara terkait perayaan HUT pertama Partai Gelora, diakui, namun berdalih hadir hanya sebagai bentuk penghormatan kepada para pengurus Gelora. Karena, dia telah menolak tawaran untuk menjadi pengurus karena ikut seleksi calon direksi Perumda Mappatuo.

"Sehingga saya menyatakan tidak mungkin menjadi pengurus partai politik termasuk gelora. Saya menghadiri cara partai tersebut sebagai penghormatan atas orang yang menjadi pengurus partai Gelora sekaligus permohonan maaf bahwa saya tidak bisa bergabung sebagai pengurus partai Gelora dan saya sampaikan kepada ketua Partai Gelora Kabupaten Pangkep," bebernya.

Tetapi, surat pemberhentiannya sekaligus pengunduran diri sebagai ketua PKS dia lampirkan. Hasanuddin menyebutkan pernah meminta itu, namun terjadi perubahan besar-besaran di PKS tahun 208 karena sebagian juga kadernya mendirikan partai Gelora.

“Sehingga dokumen itu tidak bisa kami peroleh dari PKS, karena PKS dan Gelora terjadi perpecahan, tapi ada surat pernyataan dari pimpinan PKS kalau benar-benar mundur dari partai PKS pada bulan Juni 2017,” jelasnya.

  • Bagikan