Legislator Minta Tunjangan Naik

  • Bagikan

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Legislator Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulawesi Selatan meminta kenaikan tunjangan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2024. Pendapatan asli daerah yang telah melampaui batas tertinggi; Rp 4,5 triliun menjadi alibi permintaan tersebut. Alasannya, sejak dua tahun terakhir, beragam tunjangan wakil rakyat itu tidak mengalami kenaikan.

Wakil Ketua komisi A DPRD Sulsel, Arfandy Idris mengatakan, sebagai konsekuensi pendapatan asli daerah (PAD) yang sudah melampaui batas tertinggi yaitu Rp4,5 triliun (saat ini Rp5,7 triliun), maka konsekuensi adalah tunjangan representasi anggota dewan pada APBD 2024 harus ditambah.

"Sebenarnya itu hak anggota dewan. Itu sudah diatur dalam Peraturan Kementerian Dalam Negeri dan telah dievaluasi oleh Kemendagri," kata Arfandy saat ditemui di DPRD Sulsel, Rabu (1/11/2023).

Menurut Arfandy, tunjangan yang seharusnya mengalami kenaikan adalah tunjangan representasi. Adapun item tunjangan lainnya masih dibahas di komisi lain.

Arfandy menuturkan, permintaan kenaikan tunjangan representasi tersebut dengan alasan karena beberapa tahun terakhir ini, tidak ada penambahan nilai tunjangan. Itu sebabnya, dia berharap, untuk APBD 2024, tunjangan bagi wakil rakyat tersebut bisa bertambah.

"Tidak ada yang dapat kenaikan tunjangan pada 2023. Padahal tunjangan representasi itu adalah hak anggota DPRD. Apalagi, PAD sudah sudah melampaui sesuai angka yang diatur dalam Permendagri. Maka kami berharap di APBD 2024 ada kenaikan. Kami rugi setahun ini tidak dapat," imbuh politikus Partai Golkar itu.

Peningkatan PAD yang mencapai kelas tertinggi, kata Arfandy, tidak termasuk untuk tunjangan lain seperti perumahan dan transportasi. Arfandy mengatakan, pada 2017, hasil penilaian untuk tunjangan representasi sebanyak Rp 13 juta dan pada 2021 tunjangan mengalami kenaikan menjadi Rp 27 juta.

"Pada 2022-2023 tidak ada kenaikan, makanya menjadi temuan di BPK karena tidak ada penyesuaian padahal Pemprov diminta untuk membuat peraturan gubernur untuk kenaikan tersebut. Tapi, sampai sekarang belum dibuat," beber Arfandy.

Lantas berapa gambaran jumlah kenaikan tunjangan representasi untuk 2024? Arfandy mengatakan, karena PAD mengalami kenaikan, maka nilainya Rp 6 juta per orang per bulan.

"Bila diakumulasi maka jumlah mencapai Rp7 miliar dalam satu tahun untuk 85 anggota dewan," rinci Arfandy.

Menurut dia, nilai tersebut sebetulnya sedikit, tapi menyangkut hak tiap legislator karena sudah ditentukan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri. "Bukan kami yang minta, tapi aturan yang menyatakan seperti itu," imbuh Wakil Ketua Partai Golkar Sulsel itu.

Lebih jauh Arfandy mengatakan, pada 2024, banyak kegiatan DPRD yang berkurang. Salah satunya adalah reses yang membutuhkan anggaran besar. Arfandy mengatakan, biasanya reses digelar tiga kali setahun, tapi untuk tahun depan, hanya dilakukan satu kali.
Padahal, kata dia, yang namanya perencanaan anggaran harus direncanakan selama satu tahun.

"Adapun bila anggaran itu dipakai atau tidak, itu tidak menjadi persoalan karena bisa menjadi silpa," kata dia.

"Keputusan itu seharusnya dipikirkan ulang karena, masak legislator hanya sekali reses. Terus, legislator yang baru nanti tidak melakukan reses," kata Arfandy.

Dia mengatakan, reses tersebut merupakan wadah dalam menerima dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Menurut dia, bila reses kalau reses tidak dilakukan, maka ada jeda waktu anggota dewan ini tidak menerima aspirasi dari masyarakat.

"Reses juga berfungsi sebagai ajang evaluasi program pemerintah tiap empat bulan," imbuh Arfandy.

Arfandy mengatakan, pengurangan jumlah reses akan berdampak langsung kepada masyarakat. Alasannya, ada jeda waktu yang hilang bagi masyarakat untuk menyalurkan aspirasinya kepada para legislator.

"Berarti pengajuan pokir tidak terakomodasi karena dasar penetapan pokir itu dilakukan pada reses kedua. Padahal undang-undang di pemerintahan itu menyatakan dan menegaskan anggota dewan diberi kesempatan untuk melakukan reses sebanyak tiga kali dalam setahun," kata Arfandy.

Sementara itu, banyaknya beban utang yang dimiliki Pemprov Sulsel menguras kas daerah, meskipun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan tahun 2023 yang ditetapkan nilai sebesar Rp10,133 triliun.

Tetapi di APBD perubahan 2023, hak keuangan dan administratif pimpinan dan anggota DPRD Sulsel tidak membuat tunjangan gaji mereka bertambah, malah dipangkas.

Adapun item-item dipangkas tunjangan DPRD yang terhormat yakni belanja tunjangan representasi, tunjangan jabatan, tunjangan komunikasi intensif, tunjangan perumahan dan transportasi, dan tunjangan dana operasional. Sedangkan anggaran yang tidak dipangkas yakni, belanja tunjangan reses masih bertahan pada posisi sebelumnya yakni Rp3.825.000.000,00.

Indikasi pemangkasan sebagian kaitan tunjangan insentif DPRD ini, terlihat dari surat keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor: 900.1.1.4-4206 tahun 2023 tentang evaluasi peraturan daerah Provinsi Sulsel perihal perubahan APBD 2023.

"Kami sudah rapat Banggar bersama pimpinan dan anggota DPRD serta TAPD Pemprov bahas APBD perubahan terkait perbaikan dan tindak lanjut dari Kemendagri," kata Ketua Banggar DPRD Sulsel, Irwan Hamid.

Dari data dihimpun, di dalam draf APBD Perubahan 2023. Penyediaan anggaran belanja gaji dan tunjangan pimpinan serta anggota DPRD Sulsel semula Rp69.057.268.210,00 berkurang atau selisih Rp464.633.214,00 menjadi Rp68.592.634.996,00.

Rincian, uang belanja representasi DPRD Sulsel yang semula Rp2.696.400.000,00 berkurang atau selisih Rp2.250.000,00 menjadi Rp2.694.150.000,00 di dalam APBD perubahan 2023.

Uang representasi adalah uang yang diberikan kepada Pimpinan dan anggota DPRD sehubungan dengan kedudukannya sebagai Pimpinan dan anggota DPRD. Data tersebut menunjukan bahwa tunjangan representasi DPRD seharusnya Rp.2.694.300.000,00 terdapat selisih atau kurang Rp15.000.000,00.

Selanjutnya, belanja tunjangan jabatan DPRD Sulsel semula Rp3.909.780.000,00 berkurang Rp3.262.500,00 menjadi Rp3.906.517.500,00. Dari pengurangan ini maka uang representasi Rp3.906.735.000,00 terdapat selisih kurang Rp217.500,00.
Begitu juga uang belanja tunjangan komunikasi intensif pimpinan dan anggota DPRD Sulsel yang semula Rp15.300.000.000,00 berkurang Rp15.000.000,00 menjadi Rp15.285.000.000,00.

Dengan demikian, besaran belanja tunjangan komunikasi intensif pimpinan dan anggota DPRD Sulsel seharusnya Rp15.300.000.000,00 kini terdapat selisih atau berkurang 15.000.000,00.

Kemudian uang belanja tunjangan perumahan dan tunjangan transportasi DPRD Sulsel berkurang. Belanja tunjangan perumahan yang sebelumnya Rp18.466.800.000,00 berkurang Rp467.568.750,00 menjadi Rp17.999.231,00. Dan alokasi belanja tunjangan transportasi DPRD semula Rp22.228.800.000,00 berkurang Rp23.155.000,00 menjadi Rp22.205.645.000,00.

Selanjutnya, belanja dana operasional DPRD Rp.561.600.000,00 di APBD perubahan 2023. Dan khusus dana operasional pimpinan DPRD seharusnya uang tunjangan operasional Rp.360.000.000,00, terdapat selisih lebih Rp72.000.000,00.

Menanggapi rincian anggaran dan pendapatan di APBD Perubahan 2023 serta pemangkasan anggaran. Dia mengakui bahwa yang pemangkasan anggaran hanya di tunjangan Perumahan DPRD. Dimana juga merupakan rekomendasi BPKP Sulsel.

"Ada rekomendasi BPKP Sulsel meminta ke Gubernur merubah Pergub ke menyesuaikan hasil SSH (satuan harga) harga appraisal. Ini mau disesuaikan," tuturnya.

Politikus PKB itu menyebutkan apa tercantum di tabel RAPB Perubahan itu hasil evaluasi dari Kemendagri kemudian dibahas kembali di DPRD Sulsel untuk dijalankan.

"Ada poin perhatian untuk bantuan di dalam naskah, ada buku tabel dan rincian itu. Jadi, ada proyeksi pendapatan. Hasil di draf itu rekomendasinya dari pusat," jelasnya. (Suryadi/C)

  • Bagikan