Lanjut, Andi Sundari mengatakan, keempat tersangka dijerat pasal 2 ayat 1 juncto pasal 18 UU no 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor. Sebagaimana diubah dengan UU no 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU no 31 tahun 1999 juncto pasal 64 ayat 1 juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana.
Kemudian pasal 3 juncto pasal 18 UU no 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU no 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU no 31 tahun 1999 juncto pasal 64 ayat 1 juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana.
"Perbuatan mereka ini ada yang mark-up harga tanah dan lainya. Total anggaran pembebasan lahan tahun 2012, 2013 dan 2014 sekitar Rp71 miliar. Namun hasil perhitungan kerugian negara masih menunggu dari BPKP," kata Andi Sundari.
Untuk kronologi kasus ini bermula pada tahun 2012, dimana Pemerintah Kota Makassar melalui Sekretariat Kota Makassar, Bagian Tata Pemerintahan memiliki anggaran yang bersumber dari APBD untuk pengadaan tanah sarana umum tempat pembuangan akhir sampah sebesar Rp3.5 Miliar.
Dimana hasil dari pengadaan tanah tersebut nantinya akan digunakan untuk pembangunan industri pengolahan sampah di Kelurahan Tamalanrea Jaya. Maka selanjutnya Walikota Kota Makassar saat itu yakni saksi Ilham Arief Sirajuddin (IAS) kemudian menerbitkan Surat Keputusan Walikota Makassar Nomor: 590.05/452/Kep.III/2012, tanggal 8 Maret 2012 tentang Pembentukan Panitia Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum di Kota Makassar Tahun Anggaran 2012, 2013 dan 2014.
Bahwa pembebasan lahan dalam rangka untuk pembangunan industri pengolahan sampah di Kelurahan Tamalanrea Jaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Makassar pada tahun 2012, 2013, dan 2014 dalam hal ini M Sabri sebagai Kepala Bagian Tata Pemerintahan selaku PPTK, Muh Yarman AP selaku Camat Tamalanrea, dan Iskandar Lewa, selaku Lurah Tamalanrea Jaya dilakukan tanpa dokumen perencanaan dan juga tanpa penetapan lokasi.