MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Sejumlah kader partai politik memilih berseberangan dengan keputusan partai dalam mengusung calon presiden dan calon wakil presiden. Sikap tidak tegak lurus tersebut membuat partai politik menyiapkan sanksi. Tak tanggung-tanggung, kader yang balela atau membangkang atas keputusan partai tersebut terancam akan dipecat.
Sejumlah Partai Politik mewanti-wanti kader yang tak sejalan dalam mendukung pasangan Capres-Cawapres. Bahkan sanksi pemecatan disiapkan bagi kader yang 'nekat' melawan keputusan partai.
Contoh kasus, Wakil Ketua Majelis Pertimbangan DPP Partai Persatuan Pembangunan, Witjaksono terpaksa dicopot dari jabatan usai secara terang-terangan mendeklarasikan pemenangan pasangan Prabowo-Gibran. Sementara, PPP mengusung pasangan Ganjar-Mahfud di Pilpres 2024.
Hal serupa bukan tidak mungkin terjadi di parpol lain. Beda dukungan di Pilpres membuat kader harus siap dengan konsekuensi pemecatan. Hal ini sudah terjadi di Partai Golkar Gowa. Salah seorang kader Partai Golkar menolak mendukung Prabowo-Gibran yang merupakan usungan partainya. Yang bersangkutan malah mendukung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar secara terang-terangan.
Menanggapi hal ini, Sekretaris Partai Golkar Sulawesi Selatan, Marzuki Wadeng menegaskan bahwa Partai Golkar tetap pada instruksi DPP Golkar. Semua kader diwajibkan untuk bekerja memenangkan Pileg dan Pilpres 2024.
"Khusus pilpres sudah jelas Golkar usung Prabowo-Gibran. Jadi tidak ada alasan kader Golkar mendukung figur lain karena ini sudah menjadi perintah partai," ujar Marzuki, Selasa (2/1/2023).
Marzuki mengatakan, partai telah menyiapkan sanksi kepada kader yang terbukti membangkang. Mantan anggota DPRD Sulsel itu menyebukan bahwa pedoman organisasi telah mengatur pemberian sanksi teguran hingga sanksi berat berupa pemecatan dari keanggotaan partai.
Hanya saja, kata dia, semua sanksi bagi kader yang bertentangan dengan dukungan partai adalah hak DPP sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
"Jadi, pemecatan dan peringatan itu hak DPP Golkar. Tentu saja ada mekanisme proses yang dilalui, misalnya peringatan kemudian sidang etik internal, sebelum sanksi dikeluarkan," imbuh Marzuki.
Marzuki membeberkan belum menerima informasi adanya kader balela. Menurut dia, semua kader Golkar Sulsel fokus juga untuk mensosialisasikan diri maju untuk maju di pileg dan memperkenalkan capres-cawapres usungan Golkar.
"Sejauh ini belum ada informasi soal kader yang berseberangan dengan partai, karena sebagian besar sibuk sosialisasi," ucap Marzuki.
Marzuki juga menyinggung mengenai dukungan senior Golkar Jusuf Kalla yang yang mendukung pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar. Menurut dia, dukungan mantan wakil presiden itu merupakan pilihan pribadi dari JK. Olehnya itu Golkar tak mempersoalkan hal tersebut.
"Itu dukungan pribadi dan tidak menyangkut Partai Golkar. Pribadi itu bisa saja dukung yang lain, tetapi untuk pemenangan Pileg tetap mendukung Partai Golkar," ujar Marzuki.
Sementara itu, Sekretaris Partai NasDem Sulsel Syaharuddin Alrif mengatakan kader NasDem Sulsel tetap solid bekerja memenangkan Anies-Muhaimin di Pemilu 2024.
"Kami yakin bahwa kader NasDem solid, tidak main dua kaki. Ini adalah prinsip di NasDem untuk tetap komitmen," ujar Syaharuddin.
Wakil Ketua DPRD Sulsel itu mengatakan kader Partai NasDem di Sulsel solid mendukung Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar yang diusung partainya. Dia mengingatkan kepada para kader untuk tidak bermain 'dua kaki' dalam memberikan dukungan di Pilpres 2024 mendatang.
"Arahan Ketum DPP NasDem, bagi partai, AMIN adalah harga mati untuk dimenangkan. Tidak boleh ada kader NasDem yang bermain dua kaki. Ada sanksi menanti," imbuh dia.
Menurut dia, pihaknya berkomitmen untuk menggalang kebersamaan dengan partai-partai yang berkoalisi dengan PKS dan PKB.
"Partai koalisi juga telah sepakat untuk mengawal dan memenangkan capres yang diusung partai koalisi," kata Syaharuddin.
Adapun Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Sulawesi Selatan (Sulsel) Yusran Sofyan mengatakan kader PPP di Sulsel tidak seperti kader di daerah lain yang membangkang kepada perintah partai dalam memenangkan capres-cawapres 2024.
Menurut Yusran, sejauh ini belum ada laporan kepada DPW PPP Sulsel terkait kader yang bermain dua kaki, atau tidak mau memenangkan Ganjar-Mahfud. Alasannya,kader di Sulsel tetap menjalankan apa yang menjadi keputusan partai.
"Hingga saat ini belum ada laporan ke DPW terkait kader yang mbalelo. Pada dasarnya kader tetap menjalankan apa yang menjadi keputusan DPP memenangkan Ganjar-Mahfud di Sulsel," beber Yusran.
Belajar pada contoh salah satu kader PPP di luar Jawa yang tak mengikuti instruksi partai, mantan Wakil Ketua DPRD Sulsel itu menegaskan bahwa PPP akan menyiapkan sanksi bagi kader yang tidak sejalan dengan arahan DPP.
"Yang pasti kalau ada kader yang tidak sejalan arahan partai, sanksi menanti. Itu harus ditindak tegas," ujar dia.
Wakil Ketua Bidang Ideologi dan Kaderisasi PDIP Sulsel, Iqbal Arifin mengatakan bahwa kader PDIP tidak sama seperti kader partai lain. Kader PDIP sudah komitmen tegak lurus pada instruksi partai.
"Kami yakin dan percaya kader PDIP tegak lurus pada arahan partai di pusat. Tidak seperti kader partai lain bisa membelot," kata dia.
Iqbal menyebutkan bahwa PDIP bersama PPP, Hanura, dan Perindo mendeklarasikan Ganjar-Mahfud. Kader di Sulsel tetap solid dan bekerja mensosialisasikan capres nomor 03 tersebut. Menurutnya, tidak ada laporan terkait kader di daerah ini yang memilih capres lain. Karena pada dasarnya kader PDIP di Sulsel tetap komitmen mengikuti perintah partai dan memenangkan capres-cawapres.
"Itu sebabnya dalam berbagai kesempatan kalau kader PDIP sosialisasi di masyarakat tetap menyampaikan juga program Ganjar-Mahfud," ujar dia.
Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Makassar, Andi Luhur Prianto mengatakan partai politik ini bukan organisasi militer. Berharap semua kader tegak lurus pada instruksi dan disiplin partai partai juga sulit.
"Masing-masing partai berbeda dinamikanya. Berafiliasi pada salah satu capres bisa juga menggerus dukungan untuk Pileg," kata Luhur.
Yang penting, sambung Luhur, adalah apakah partai politik itu punya mekanisme untuk mendisiplinkan anggotanya.
"Apakah mekanisme penegakan disiplin itu dijalankan secara konsisten dan tidak diskriminatif ? Kembali lagi kualitas kepemimpinan partainya," imbuh dia.
Pihak yang membelot garis partai tentu paham risiko-risikonya. Biasanya kalau pengaruh elektoralnya kuat, partai cepat merespons.
"Tapi kalau bukan figur vote-getter, partai cenderung memilih melakukan pembiaran saja," ujar dia.
Direktur Politik Profetik Institute, Asratillah mengatakan wajar saja kalau misalnya Ketua DPP partai politik mewanti-wanti dan memberikan sanksi kepada para kadernya yang tidak setia dengan usungan capres dan cawapres, karena hal tersebut dianggap akan mencederai soliditas partai politik. Namun, tidak ada jaminan bahwa para pengurus atau caleg di tingkat provinsi dan kab/kota akan bersetia dengan usungan DPP.
"Kenapa bisa demikian? karena usungan capres-cawapres diputuskan oleh parpol hanya berdasarkan selera politik para elit di Jakarta, bukan berasal dari upaya menyerap aspirasi anggota parpol dari tingkat bawah, jadi bukan hal yang mengagetkan jika ada gap antara kemauan politik di tingkat elit dengan para grass rootnya," kata Asratillah.
Dirinya juga menyebutkan para caleg atau pengurus yang juga maju sebagai caleg rata-rata lebih cenderung mementingkan kepentingan dirinya sebagai caleg ketimbang mementingkan usungan capres.
"Karena bagi mereka tidak ada keuntungan langsung antara memperjuangkan usungan capres dengan capaian suara yang mereka akan dapatkan sebagai caleg," imbuh dia.
Asratillah juga menyebutkan kultur yang terbangun di parpol kita adalah kultur politik yang sangat pragmatis tanpa dituntun oleh jangkar ideologis tertentu.
"Artinya keputusan politik mereka didasarkan pada kalkulasi keuntungan jangka pendek. Bagi mereka yang sementara mencaleg, mengurusi usungan capres dengan total hanya merepotkan diri sendiri, dan beresiko membuat performa mereka sebagai caleg menurun," ucap Asratillah. (suryadi-fahrullah/C)