Sebelumnya, pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyatakan bahwa pejabat politik boleh ikut berkampanye telah menimbulkan potensi pengaruh terhadap netralitas ASN. Meskipun para ASN telah menandatangani pakta netralitas, tetapi hal ini mungkin saja dipengaruhi oleh atasan mereka yang berstatus sebagai pejabat politik.
Pengamat politik dari Universitas Hasanuddin, Sukri Tamma, menyatakan bahwa potensi pengaruh tersebut tidak menutup kemungkinan terjadi pada Pemilu 2024. Meskipun secara normatif sulit untuk dilakukan secara terang-terangan.
"Jika memang ada pengaruh, itu sudah masuk ke dalam ranah personal dan tidak boleh membawa institusi. Artinya, itu sudah masuk ke dalam kerangka kesalahan masing-masing secara individu, dan masing-masing institusi harus memproses itu," kata Sukri.
Sukri menekankan bahwa penjabat kepala daerah yang berstatus ASN diharapkan untuk menolak segala bentuk pengaruh yang mendorong mereka untuk mendukung salah satu pasangan calon. Meskipun mereka menduduki jabatan politis, kebijakan dan kesadaran mereka sebagai ASN harus tetap dijaga.
"Jabatan politis yang diduduki saat ini sebagai kepala daerah itu dicapai karena status ASN dengan berbagai kualifikasi dan persyaratan. Mereka tetap ASN yang sejatinya netral dan tidak memihak dalam menentukan pilihan politik," tutupnya. (Abu/B)