Oleh: Ema Husain Sofyan
MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Target satu putaran yang digagas tim kampanye pasangan Prabowo-Gibran (02) dianggap sebagian kalangan sebagai sebuah propaganda politik. Bagi pasangan 02 ada sejumlah alasan agar pilpres hanya berlangsung satu putaran.
Di antaranya, survei 02 dari lembaga survei kredibel selalu menempatkan pasangan 02 sebagai pemuncak dengan angka yang nyaris mendekati angka 50 persen. Dan, terjadi trend kenaikan survei, dan mereka memprediksi pada hari H akan melewati angka yang disyaratkan undang-undang.
Namun, di sisi lain banyak pengamat dan tim sukses pesaing 02 yang menyatakan isu pilpres satu putaran yang digaungkan Prabowo-Gibran hanya berupaya buat menggiring opini masyarakat. Dan, dianggap tidak memiliki argumentasi yang kuat.
Menurutnya, masyarakat akan digiring untuk memilih capres yang surveinya tinggi dengan beranggapan lebih baik memilih yang pasti bakal menang daripada yang survei elektabilitasnya rendah.
Namun di sisi lain ada juga lembaga survei yang beranggapan justru dengan elektabilitas rendah masyarakat akan bersimpati untuk memilihnya. Jadi, kesimpulannya belum ada penelitian yang objektif yang menyatakan survei calon yang tinggi akan mempengaruhi psikologi pemilih untuk memilihnya.
Sebagian besar pemilih di negara kita adalah pemilih emosional yang didasari pada suka atau tidak suka. Sehingga tidak jarang pasangan capres-cawapres dan tim suksesnya memanfaatkan situasi tersebut dengan melakukan manuver berupa pencitraan semata dengan memoles kandidat dengan asosiasi orang religius, anti korupsi, merakyat, berwibawa, penyabar dan sebagainya.
Ketimbang gagasan atau ide yang ditawarkan sang calon. Bandingkan dengan pemilih rasional yang memilih berdasarkan program kerja dan gagasan sang calon. Tapi jumlahnya hanya berkisar 5-10 persen dari total populasi pemilih.
Sosialisasi atau pendidikan politik menjadi keniscayaan dilakukan setiap saat. Jangan hanya ada momentum demokrasi semacam pileg, pilpres, dan pilkada baru pendidikan politik dilakukan. Hal ini dilakukan agar terbentuk pemilih yang rasional. Yang pada akhirnya juga akan mengurangi golput akibat apatisnya pemilih yang masih minim memahami pentingnya partisipasi pemilih.
Pemilihan menyisakan dua minggu lagi, semua masih bisa terjadi. Termasuk apakah pilpres berlangsung satu atau dua putaran. Strategi dan sosialisasi dalam bentuk kampanye masih menjadi ajang untuk para kandidat meraih simpati pada pemilih.
Sepuluh hari lagi kita memasuki masa tenang pemilu, yang merupakan dari tahapan pemilu yang telah diatur dalam UU Pemilu. Pasal 1 angka 36 UU Pemilu menyatakan: “masa tenang adalah masa yang tidak dapat digunakan untuk melakukan aktivitas kampanye pemilu”.
Masa tenang berlangsung selama tiga hari dan dalam masa tenang setiap pihak dilarang melakukan kampanye dalam bentuk apapun dan sanksi bagi pelanggar adalah ancaman pidana penjara selama 4 tahun dan denda puluhan juta rupiah.
Termasuk bagi lembaga survei dilarang mengumumkan atau rilis hasil survei pada masa tenang. Masa tenang berlangsung dari tanggal 11 sampai 13 Februari 2024. Filosopi dari masa tenang itu adalah memberikan kesempatan pada para pemilih untuk merenung dan berpikir jernih untuk kemudian menghasilkan pilihan pada hari H.
Dengan masa tenang diharapkan janji berupa materi bagi pemilih agar mencoblos si A bisa dihindari. Masa tenang juga memberikan kesempatan pada caleg, capre, dan cawapres untuk mempersiapkan diri akan segala sesuatu yang diperoleh dari hasil pemilu.
Termasuk sikap mereka dalam menyikapi kemungkinan adanya kecurangan yang merugikan perolehan suara mereka. Tentu saja saluran untuk menuntut keadilan telah disediakan ruang untuk itu. (*)