RAKYATSULSEL - Gangguan pada Aorta atau pembuluh darah terbesar dalam tubuh ternyata perlu diwaspadai. Sebab, gangguan pada aorta sering kali dialami pasien tanpa gejala, yang berujung pada kematian. Salah satunya adalah aneurisma aorta.
Aneurisme Aorta adalah penyakit pada aorta, pembuluh darah mengalami pelebaran atau pembesaran secara abnormal. Kondisi demikian bisa menyebabkan aorta pecah sewaktu-waktu sehingga terjadi pendarahan massif.
Dipaparkan konsultan Intervensi Kardiovaskular di Heartology Hospital, dr. Suko Adiarto Sp.JP(K), PhD, aneurisma aorta terjadi ketika dinding tebal dalam aorta tak lagi mampu mempertahankan bentuk. Sehingga maka aorta lama kelamaan akan melemah dan tak dapat menahan tekanan darah di dalam. Akibatnya, dinding aorta bisa pecah hingga menyebabkan perdarahan yang berujung pada pada kondisi kritis hingga kematian.
“Mostly memang tidak ada keluhan ketika pembuluh darah ini melebar. Keluhan baru terlihat ketika aorta yang melebar itu menekan organ yang ada di dekatnya. Misalnya, di dekat pita suara maka bisa batuk atau hilang pita suaranya. Atau membesar di pangkal aorta maka katupnya bocor jadi jantungnya bisa kecapaian, jadi memang susah terdeteksi, terutama di perut,” ujar dr. Suko baru-baru ini.
Dokter Suko lebih lanjut menerangkan, kondisi aneurisma umumnya berkembang secara lambat dan bisa terjadi selama bertahun-tahun. Sehingga, meski salah satu faktor pencetusnya adalah faktor genetik, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengurangi risiko penyakit ini muncul. Seperti rutin berolahraga, menjaga tekanan darah tetap normal, konsumsi makanan sehat rendah lemak dan kolesterol, hentikan kebiasaan merokok, dan juga menjaga berat badan agar tetap ideal.
Lalu, bagaimana penanganan Aneurisma Aorta?
Jika aneurisma aorta masih berukuran kecil dan tidak menimbulkan gejala, maka hal yang bisa dilakukan adalah pemeriksaan rutin melalui ultrasonografi dan pemberian obat-obatan untuk mengendalikan tekanan darah serta denyut jantung.
Namun saat ukuran aneurisma tergolong besar dan tidak ditangani, beberapa komplikasi bisa saja muncul. Seperti diseksi aorta, yaitu robeknya lapisan dinding pembuluh darah aorta.
“Jadi kalau diameter 2 cm sampai 4 cm maka bisa pecah dalam hitungan tahun, makin besar, makin tinggi risiko pecahnya. Kalau pembesarannya sudah di atas 5 cm maka harus ada tindakan,” terangnya.
Diungkapkan dr. Suko, guna mengembalikan fungsi aorta, ada prosedur medis minimal invasif yang mampu menempatkan alat melalui lubang kecil di pangkal paha yang dikenal sebagai TEVAR (Thoracic Endovascular Aortic Repair). Lalu ada prosedur yang dilakukan pada rongga dada dan EVAR (Endovascular Aneurysm Repair) yang dilakukan perut.
Metode EVAR dan TEVAR sering dilakukan sebagai tindakan minim sayatan (minimal invasive) sehingga pasien tidak memerlukan tindakan bedah (open heart), melainkan dilakukan secara intervensi cukup dengan memasang stent graft ke dalam pembuluh darah aorta.
“Perangkat ini terbuat dari jaring logam berlapis yang akan terbuka penuh di bawah sinar-X. Nantinya, alat tersebut mampu menguatkan aorta agar tetap terbuka dan memperbaiki dinding pembuluh darah yang membentuk kantung aneurisma,” papar dr. Suko.
Kedua prosedur ini memiliki keuntungan dibandingkan dengan tindakan open heart, seperti waktu pemulihan yang lebih cepat, risiko komplikasi yang lebih rendah, dan prosedur yang lebih sedikit invasif. (jp/raksul)