Menanti Kejaksaan “Sikat” Dugaan Korupsi Pimpinan DPRD Bantaeng 2014-2019

  • Bagikan
Suasana Konferensi Pers di Kejaksaan Negeri Bantaeng, Kecamatan Bantaeng.

BANTAENG, RAKYATSULSEL - Kejaksaan Negeri (Kejari) Bantaeng memberikan angin segar dalam penindakan kasus korupsi. Kiprahnya memberantas tindakan rasuah terus dinanti oleh masyarakat.

Sejumlah kasus lama diungkap dan menetapkan tersangka dari berbagai pihak. Yang paling menyita perhatian publik, penetapan tiga pimpinan DPRD Bantaeng 2019-2024 dan Sekwan sebagai tersangka. Mereka adalah Hamsyah Ahmad selaku Ketua DPRD Bantaeng, Irianto selaku Wakil Ketua I dan Muhammad Ridwan selaku Wakil Ketua II serta Sekretaris Dewan Jufri Kau.

Kronologi kasus tersebut pada bulan September 2019 sampai dengan tahun 2024, Sekretariat DPRD Kabupaten Bantaeng mengadakan kegiatan Fasilitasi Tugas Pimpinan DPRD berupa belanja rumah tangga dengan nomenklatur Belanja Natura dan Pakan Natura yang bersumber dari APBD Kabupaten Bantaeng berdasarkan Daftar Pelaksanaan Anggaran (DPA) Kabupaten Bantaeng.

Belanja rumah tangga tersebut diperuntukkan untuk Pimpinan DPRD Bantaeng masa jabatan 2019-2024. Anggaran belanja rumah tangga itu diserahkan ke Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) oleh Sekwan DPRD Bantaeng Jufri Kau sebagai pengguna anggaran. 

Setelah anggarannya dicairkan, Jufri Kau memberikan anggaran tersebut kepada Hamsyah, Irianto, dan Ridwan. Anggaran itu diterima oleh pimpinan DPRD Kabupaten Bantaeng masa jabatan 2019-2024 sejak bulan September 2019 sampai dengan Mei 2024 setiap bulannya secara tunai.

Dari hasil penyelidikan terungkap fakta ketiga pimpinan DPRD Bantaeng ternyata tidak pernah meninggali rumah dinasnya sejak September 2019 hingga 2024. Namun, anggaran untuk belanja rumah dinas terus dicairkan setiap bulannya.

Selasa 16 Juli 2024 sore menjelang malam Kejari Bantaeng menetapkan tersangka pada kasus itu. Kasus ini terkait dengan tunjangan kesejahteraan berupa rumah negara dan belanja rumah tangga untuk pimpinan DPRD Bantaeng periode 2019-2024.

Total yang diterima oleh Pimpinan DPRD Kabupaten Bantaeng 2019-2024 sebesar Rp 4.950.000.000. Atas perbuatan para tersangka melanggar primair pasal 2 ayat 1 juncto pasal 18 ayat 1 huruf b Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Undang-undang nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Subsidair Pasal 3 juncto pasal 18 ayat 1 huruf b Undang-undang nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan Undang-undang nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dengan ancaman hukum pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 1 Miliar.

Dua Mantan Ketua DPRD Bantaeng Diperiksa

Setelah sehari pasca penetapan tersangka tersangka pimpinan DPRD Bantaeng 2019-2024 dan Sekwan, mantan Ketua DPRD Bantaeng 2014-2018, Sahabuddin memenuhi panggilan Kejaksaan Negeri (Kejari) Bantaeng di Kantor Kejaksaan Bantaeng, Jalan Andi Mannapiang, Rabu 17 Juli.

Kedatangannya itu diduga terkait dengan kasus tindak pidana korupsi uang belanja rumah tangga. “Klarifikasi terkait yang kemarin itu,” kata Sahabuddin saat keluar dari Kantor Kejaksaan Bantaeng.

Sebelumnya, Sahabuddin juga terpantau berada di ruangan umum DPRD Bantaeng. “Itu mengambil SK pemberhentian saya, karena saya lupa makanya saya ambil di sana,” kata dia.

Haji Sahabuddin datang dan pergi dijemput menggunakan mobil hitam X Trail dengan plat DD 1402 XX. Tidak sendiri, Sahabuddin hadir bersama Mantan Ketua DPRD Bantaeng 2018-2019 Abdul Rahman Tompo.

“Iya ada Rahman Tompo di dalam, setelah periode saya kan dia (yang menjabat),” kata dia.

Sementara itu, mantan Ketua DPRD Bantaeng 2018-2019 Abdul Rahman Tompo yang keluar dari Kantor Kejaksaan Negeri Bantaeng mengaku hanya mengurus surat tilang anggotanya. “Cuman ini, urus surat tilang, surat tilangnya anggota,” singkatnya.

Dari pantauan, dua mantan Ketua DPRD Bantaeng itu diperiksa selama lima jam di Ruang Seksi Intelejen Kejari Bantaeng.

Kejari Bantaeng Berjanji Proses Laporan Masyarakat

Tanggal 29 Juli, Kantor Kejari Bantaeng didatangi ribuan massa demonstran pendukung salah satu pimpinan DPRD Bantaeng 2019-2024. Mereka datang menuntut keadilang. Mereka beranggapan pimpinan DPRD Bantaeng 2014-2019 juga melakukan tindakan yang sama dengan tidak menempati rumah dinas.

"Kami tidak akan datang ke sini menuntut kalau bukan untuk menuntut keadilan. Kalau dasar penetapan tersangka karena rumah dinas yang tidak ditempati, harusnya pimpinan DPRD yang sebelumnya juga ikut ditetapkan tersangka karena juga tidak menempati rumah dinas," kata salah satu orator yang dipanggil Aso.

Massa pada saat itu tidak terbendung. Jalan nasional ditutup membuat arus kendaraan lumpuh. Akhirnya terjadi kericuhan dan pengrusakan. Menjelang sore hari, demonstran ditemui oleh Kepala Seksi Pidana Khusus, Andri Zulfikar. Di hadapan ribuan demonstran, dia akan melakukan penetapan hukum khususnya tindak pidana korupsi di Kabupaten Bantaeng.

"Masyarakat Bantaeng atau massa yang berkumpul sampai hari ini saya berharap mendukung kami dalam melakukan penetapan hukum khususnya tindak pidana korupsi di Kabupaten Bantaeng. Apabila masyarakat Bantaeng atau massa yang berkumpul pada sore hari ini menginginkan bahwa penanganan perkara untuk periode 2017 sampai 2019 saya kepala seksi tindak pidana khusus Kejaksaan Negeri Bantaeng menunggu surat dan laporan resmi dari masyarakat atau massa sore hari ini untuk nantinya ditindak lanjuti dan diproses secara hukum," kata dia.

Lebih lanjut, Kejari Bantaeng menunggu dan terbuka lebar menerima laporan secara resmi dari masyarakat Bantaeng atau massa yang berkumpul pada sore hari tersebut untuk melaporkan Pimpinan DPRD Bantaeng masa jabatan 2017 sampai dengan 2019.

"Kalau laporan masuk secara resmi di Kejaksaan Negeri Bantaeng saya bisa pastikan dan yakinkan kepada masyarakat sore hari ini bahwa penegakan hukum akan kami lakukan hal yang sama terhadap pimpinan periode 2019 - 2024," tegasnya.

"Mudah-mudahan apa yang saya sampaikan pernyataan resmi Kejaksaan Negeri Bantaeng dapat membuat kedamaian, keindahan dan menjaga kondusifitas khususnya Kabupaten Bantaeng," kata dia.

Koordinator Perwakilan Keluarga dan Konstituen, Nurdin Halim mengatakan, aksi demontrasi tersebut merupakan ultimatum. Juga kebebasan daripada tersangka yang menurut analisisnya bahwa penetapan penetalan tersangka tiga Pimpinan DPRD Bantaeng 2019-2024 relatif prematur.

"Kenapa prematur karena sejatinya penentuan pasal tipikor didahului dengan auditing pada pemeriksaan keuangan kemudian dilanjutkan hasil pemeriksaan kemudian memunculkan indikasi kerugian negara," kata dia.

Dia menuntut keadilan karena pimpinan DPRD Bantaeng 2019-2024 hanya mereplikasi aturan turunan dari pimpinan DPRD Bantaeng 2017-2019 yang tidak ditemukan adanya kerugian keuangan negara.

"Kami menuntut keadilan bahwa pimpinan DRPD 2019-2024 itu hanya direplikasi turunan dari pimpinan DPRD sebelumnya yang mana pimpinan DPRD sebelumnya itu clear and clean daripada proses pemeriksaan BPK tidak ada temuan sehingga pimpinan DPRD 2019-2024 itu hanya melanjutkan saja dari fasilitas yang didapatkan pimpinan DPRD sebelumnya," kata dia.

Dia berharap, ketika pimpinan DPRD Bantaeng 2019-2024 tidak dibebaskan maka keadilan harus juga ditegakkan dan menjerat pimpinan DPRD periode sebelumnya. "Yang kami harap, yang kami tuntut adalah bahwa ketika kemudian pimpinan DPRD 2019-2024 tidak dibebaskan maka tegakkan keadilan pimpinan DPRD sebelumnya yang menjadi contoh itu juga ikut diproses," tegasnya.

Pengembalian Kerugian Keuangan Negara Tidak Menghapuskan Pidana

Kejaksaan Negeri Bantaeng sempat menghadapi praperadilan. Sidang hari kelima praperadilan tersangka dugaan tindak pidana korupsi sekretariat DPRD Bantaeng 2019-2024, Hamsyah Ahmad digelar di ruang sidang Andi Mannappiang, Pengadilan Negeri Bantaeng, Kecamatan Bantaeng, Selasa 13 Agustus.

Agenda sidang kali ini terkait putusan praperadilan. Pengadilan menolak permohonan Kuasa Hukum Hamsyah Ahmad selaku pemohon praperadilan. Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bantaeng, Satria Abdi mengatakan dengan ditolaknya permohonan pemohon membuktikan Kejari Bantaeng dalam melakukan penyidikan telah berjalan sudah sesuai dengan hukum acara.

"Di mana dalam melakukan penetapan tersangka itu sudah sesuai ketentuan minimal dua alat bukti. Bahkan alat bukti yang kami dapatkan lebih dari dua, dan kemudian sebagai mana keterangan saksi ahli yang disampaikan oleh pihak pemohon dalam hal ini Professor Aswanto yang mengatakan bahwa apabila yang bersangkutan itu mengembalikan uang maka tanpa disadari dia sudah mengakui perbuatannya dan pengembalian itu tidak menghapuskan pidana," kata Satria Abdi saat ditemui di Kantor Kejaksaan Negeri Bantaeng, Selasa 13 Agustus.

Keterangan Prof Aswanto kata Satria Abdi sejalan dengan pasal 4 UU Tipikor yang menyebutkan pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapuskan pidana. Ada pengembalian di tahap penyidikan yang memperjelas penyidikan, penetapan tersangka, kemudian penahanan semua telah sesuai proses hukum.

"Dan oleh hakim tadi mengatakan sudah sah menurut hukum," kata dia.

Satria Abdi menjelaskan, Peraturan Pemerintah (PP) nomor 18 tahun 2017 tentang hak keuangan keuangan pimpinan dan anggota DPRD yang diatur dalam pasal 18 ayat 5 merupakan awal dari pengungkapan kasus tersebut. PP itu menyatakan bahwa apabila pimpinan DPRD tidak menempati rumah jabatan atau rumah negara maka tidak berhak mendapatkan belanja rumah tangga.

"Ketentuan itu ternyata yang mereka langgar. Mereka tidak menempati tapi tiap bulan mendapatkan belanja rumah tangga. Ini yang memang menurut ketentuan PP itu tidak diperbolehkan," jelas dia.

Soal kerugian keuangan negara yang dirilis Kejari Bantaeng sebesar Rp 4.950.000.000, Satria Abdi mengatakan perkara tersebut konstruksinya sangat mudah. Tidak menempati rumah negara tidak boleh mendapatkan belanja rumah tangga. Menempati rumah negara atau rumah jabatan maka berhak mendapatkan belanja rumah tangga.

"Hitungan kita itu berdasarkan SP2D yang dikeluarkan. Gampang sekali. Ditotalin aja sejak mereka dilantik dan diambil sumpah masa jabatannya 2019 bulan September sampai terakhir di bulan Mei 2024. Jadi totalnya itu Rp 4.950.000.000," kata dia.

Dari total kerugian keuangan negara tersebut, Satria Abdi menjelaskan telah dikembalikan oleh tiga pimpinan DPRD sebanyak Rp 500.000.000 dan telah ada persetujuan sita dari pengadilan.

"Mereka juga sudah ada pengembalian, tapi tidak kepada penyidik. Tapi langsung ke kas daerah melalui sekretariat untuk disetorkan ke kas daerah kurang lebih sekitar Rp 800.000.000. Kalau kita hitung mereka telah mengembalikan sekitar Rp 1,3 miliar. Jadi masih ada sekitar Rp 3,6 miliar lagi yang belum dikembalikan. Kami berharap, uang ini dapat dikembalikan kepada daerah. Karena uang ini berasal dari pajak daerah dan PAD. Harusnya daerah berhak mendapatkan itu karena mereka tidak menempati rumah jabatan itu, rumah negara itu yang sudah disediakan," kata dia.

Satria Abdi mengungkapkan, sering terjadi perdebatan soal layak atau tidak layaknya rumah dinas. Dia mengungkapkan layak atau tidaknya merupakan masalah hati. Padahal yang memegang anggaran untuk merenovasi juga kewenangannya dimiliki oleh pimpinan DPRD.

"Layak atau tidak layak masalah hati. Tapi tetangga kiri kanan bahkan disitu eselon IIB nya kabupaten mereka juga menempati rumah-rumah dinas itu. Hanya pimpinan yang tidak menempati denga alasan tidak layak dan sebagainya. Soal layak tidak layak kan masalah hati ya," katanya.

Rumah dinas tidak ditempati kata Satria Abdi sudah satu periode. Sejak dilantik diangkat sumpah September 2019 sampai ditetapkan tersangka rumah dinas pimpinan DPRD tidak ditempati.

Pimpinan DPRD Bantaeng 2014-2019 Resmi Dilaporkan

Ketua DPC Laskar Anti Korupsi (LAKI) Bantaeng, Andi Sofyan resmi melaporkan Pimpinan DPRD Bantaeng 2014-2019 di Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Bantaeng, Kecamatan Bantaeng, Selasa 27 Agustus. Laporan tersebut diantarkan langsung oleh penggiat anti rasuah ini. Laporan diterima oleh Plt Kasubsi A Seksi Intelijen Kejari Bantaeng, Hagai Sembiring.

Menurut Andi Sofyan, dia melihat perkembangan di media dan melihat tidak adanya pelapor dugaan pelanggaran Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD oleh Pimpinan DPRD Bantaeng 2014-2019.

"Yang paling pokok itu, sebagai masyarakat yang ingin melihat Bantaeng bersih dari korupsi dan penegakan supremasi hukum. Untuk itu saya datang dan membawa sejumlah laporan beserta dengan bukti-bukti yang saya peroleh di lapangan. Saya menyampaikan apresiasi kepada pihak kejaksaan yang hari ini memberikan pelayanan dan menerima saya dalam rangka menyerahkan laporan resmi," kata dia.

Menurutnya, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pasal 41 dan 42 sudah sangat jelas bahwa masyarakat berperan dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi.

"Undang-undang nomor 31 tahun 1999 telah menjelaskan bahwa masyarakat dapat berperan serta dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. Jadi saya harap tidak ada yang menghalangi proses hukum dari pihak manapun," kata dia.

Pimpinan yang dimaksud oleh Andi Sofyan yaitu Ketua DPRD Bantaeng, Sahabuddin (2014-2018) dan Abdul Rahman Tompo (2018-2019) dari Partai PKS. Wakil Ketua I, Andi Nurhayati (2014-2019) dari PKB. Budi Santoso (2014-2018) dan Andi Novrita Langgara (2018-2019) dari Partai Golkar.

Informasi terbaru, Andi Sofyan Hakim telah menerima surat balasan dari Kejari Bantaeng sekaitan dengan kasus yang dilaporkan oleh lembaganya itu. "Saya optimis dengan laporan ini. 2025 harapan besar masyarakat tentang pemberantasan korupsi di Kabupaten Bantaeng ada di tangan Kejaksaan. Saya juga akan terus mengawal kasus ini," kata dia. (Jet)

  • Bagikan