Dugaan Korupsi Pimpinan DPRD Bantaeng 2014-2019 Mandek dan Potensi Terlapor Bebas, LSM Laki P45 Sambangi Kejati Sulsel

  • Bagikan
Ketua LSM Laki P45 Bantaeng, Andi Sofyan Hakim menyambangi Kejati Sulsel, Makassar.

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Penggiat Anti Korupsi, Andi Sofyan Hakim menyambangi Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel di Makassar, Senin (14/4). Tujuannya untuk mempertanyakan aduan soal kasus dugaan korupsi Pimpinan DPRD Bantaeng 2014-2019 yang ditangani Kejari Bantaeng. Aduan itu telah dia masukkan pada 21 Januari lalu ke Kejati Sulsel.

Aduan tersebut di dalamnya berisi Kejari Bantaeng yang diduga tidak mengharapkan dan menghargai peran serta masyarakat dalam pencegahan tindak pidana korupsi sesuai dengan PP nomor 43 tahun 2018.

Kejari Bantaeng juga dinilai tidak terbuka dan kooperatif kepada pelapor. Kejari terkesan diskriminastif atau tebang pilih terhadap kasus tersebut. Harusnya Pimpinan DPRD Bantaeng 2014-2019 yang ditetapkan tersangka terlebih dahulu sebelum Pimpinan DPRD Bantaeng 2019-2024.

Menurut Andi Sofyan, Pimpinan DPRD Bantaeng 2014-2019 yang lebih dahulu melanggar PP 18 tahun 2017 tentang hak keuangan pimpinan dan anggota DPRD dengan tidak menempati rumah dinas yang disiapkan pemerintah. Namun anggarannya tetap dicairkan dan diambil. Pimpinan DPRD Bantaeng 2019-2024 hanya melanjutkan perilaku tersebut.

Serta Kejari Bantaeng terkesan tidak membutuhkan laporan masyarakat penggiat anti korupsi. Surat aduan itu juga telah dikirim ke Kejaksaan Agung. Sesampainya di Kejati Sulsel, Andi Sofyan harus menunggu mulai jam 12:30 sampai 15:09 WITA.

Dia terus mencari tahu mengapa aduannya tidak direspon oleh Kejati Sulsel. Andi Sofyan kemudian bertemu dengan Kasi Penkum Kejati Sulsel, Soetarmi yang khusus menerima aduan. Dia menyampaikan bahwa laporannya di Kejari Bantaeng terkesan lambat bahkan sampai tujuh bulan sejak dilaporkan belum ada hasil.

"Jadi saya menyampaikan bahwa tujuan saya jauh-jauh dari Bantaeng ke Makassar untuk mengadukan ketidakpuasan penanganan kasus dugaan korupsi Pimpinan DPRD Bantaeng 2014-2019 yang saya laporkan di Kejari Bantaeng. Saya juga menyampaikan bahwa beredar isu terlapor membawa uang Rp 1 miliar ke Kejati Sulsel. Jadi wajar saya sebagai pelapor curiga pantas saja penanganan kasusnya lambat," katanya.

Sementara itu, Kasi Penkum Kejati Sulsel, Soetarmi mendengar aduan Andi Sofyan mengatakan bahwa pihaknya akan mengikuti dan mengawal surat aduan tersebut. Soal uang Rp 1 miliar bahwa itu cuman isu.

"Itu (isu uang Rp 1 miliar) baru katanya. Kita akan kawal (surat aduan)," singkatnya.

Diberitakan sebelumnya, Andi Sofyan menyayangkan lambannya penanganan kasus tersebut yang telah menghabiskan waktu tujuh bulan lamanya. Andi Sofyan meminta seluruh elemen masyarakat ikut mengawasi kasus tersebut agar tidak menimbulkan spekulasi liar.

"Harusnya kasus ini pengungkapannya lebih gampang. Karena Pimpinan DPRD Bantaeng 2019-2024 hanya mereplikasi perilaku Pimpinan DPRD Bantaeng 2014-2019. Kemudian, kalau pihak dari Kejari Bantaeng mengungkapkan ada kerugian negara walaupun jumlahnya kecil dan disuruh untuk pengembalian saya harap itu tidak menghapuskan pidana," kata dia.

"Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagai diubah UU 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sudah jelas dan tidak boleh multitafsir pada Pasal 4 yang berbunyi : Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana. Dan tidak ada disebutkan disitu berapa minimal nilai korupsinya," tambahnya.

Menurutnya, pengembalian kerugian keuangan negara hanya menjadi faktor yang mungkin akan meringankan hukuman oleh hakim. Dia juga berharap kepada terlapor untuk berkaca pada Pimpinan DPRD Bantaeng 2019-2024 yang dituntut delapan tahun penjara dan denda masing-masing diatas Rp 1,5 miliar.

"Padahal Pimpinan DPRD Bantaeng 2019-2024 juga telah mengembalikan kerugian keuangan negara namun tetap menjadi tersangka. Kemudian kasus korupsi DAK Fisik Penugasan Bidang Pertanian Kementerian Pertanian kerugiannya hanya Rp 291 juta. Nilainya kecil tapi tetap dijadikan tersangka. Jadi yang dihukum bukan besar kecilnya kerugian keuangan negara, tapi perilaku korupsinya. Saya harap jangan ada penghentian kasus berkedok pengembalian kerugian keuangan negara walaupun itu kecil," kata dia.

Menurut Andi Sofyan, besar kecilnya kerugian keuangan negara tidak boleh menjadi dasar. Kejari juga harus melihat bahwa terduga pelaku adalah Pimpinan DPRD Bantaeng yang menggunakan anggaran publik untuk kepentingan pribadi ataupun kelompoknya.

"Ini sudah jelas mencederai kepercayaan publik. Apalagi seorang wakil rakyat yang terduga pelaku. Saya minta ini diusut tuntas tanpa pandang bulu dan nilai kerugian keuangan negara. Kalau pengembalian kerugian keuangan negara saya rasa ini sudah terlambat karena masa jabatan mereka telah habis sejak enam tahun yang lalu. Kenapa baru sekarang mau mengembalikan?, kasus ini telah ditangani oleh Kejari Bantaeng, bukan lagi ranahnya berbicara pengembalian kerugian negara yang diasumsikan menghentikan kasus. Nullum delictum, nulla poena sine praevia lege poenali artinya orang tidak boleh diancam atau dipidana bila tidak ada aturan atau undang-undang yang mengatur sebelumnya," tegasnya. 

Untuk diketahui, Pimpinan DPRD Bantaeng 2014-2019 dilaporkan secara resmi 27 Agustus 2024 lalu oleh Ketua LSM Laskar Anti Korupsi Pejuang 45, Andi Sofyan. Mereka adalah Ketua DPRD Bantaeng, Sahabuddin (2014-2018) dan Abdul Rahman Tompo (2018-2019) dari Partai PKS. Wakil Ketua I, Andi Nurhayati (2014-2019) dari PKB. Budi Santoso (2014-2018) dan Andi Novrita Langgara (2018-2019) dari Partai Golkar. (Jet)

  • Bagikan