Srikandi Berebut Kursi

  • Bagikan
Srikandi Rebut Kursi Parlemen Diprediksi Sengit di Sulsel

"Apapun bentuk komposisi bacaleg, kalau sistem pemilu membuat perempuan tidak mudah untuk terpilih. Perlu ada solusi lain," kata Anwar.

Anwar mengatakan, tidak berbeda pada saat perhitungan karena saat ini aturannya hanya sampai pada saat proses menjadi caleg di partai politik yang mengharuskan kuota 30 persen harus terpenuhi.

"Tapi setelah itu tidak ada lagi aturan yang mengawal bahwa di parlemen itu harus terpenuhi 30 persen perempuan," imbuh dia.

Pengamat demokrasi di Makassar, Andi Ali Armunanto menyebutkan kurangnya keterwakilan perempuan akan menjadi cerminan kekurangan populasi perempuan dalam politik ke depannya.

"Terlebih lagi, keterwakilan perempuan kedepannya akan menjadikan kepentingan menyangkut perempuan akan menjadi minoritas," ujar Ali.

Dia menilai, bila kekurangan tersebut, entah misalnya. karena persoalan memang tidak ada bacaleg perempuan yang mau mendaftar ataupun karena proses kaderisasi.

"Apalagi di partai yang tidak diarahkan untuk menjaring kader-kader perempuan akan berpengaruh kurang baik untuk kebijakan berbasis perempuan," tuturnya.

Dengan demikian, Ali meminta agar parpol lebih aktif lagi dalam mencari kader perempuan dan segera membenahi struktural parpol terkait keterwakilan perempuan.

"Bukan hanya menunggu karena ini bukan persoalan kurangnya perempuan yang mau mendaftar. tapi persoalan struktural atau posisi sosial yang dihadapi mereka (perempuan)," tuturnya.

Meski demikian, Ali tidak membenarkan praktik parpol-parpol yang menjaring bacaleg perempuan hanya untuk pemenuhan kuota semata sehingga tidak melakukan kaderisasi secara sistematis.

Hal ini dinilai akan mengurangi kualitas dan kapasitas kaderisasi yang akan berpengaruh pada parpol. Terlebih lagi, hal seperti ini akan menyebabkan caleg-caleg kurang mendapatkan bekal pengetahuan.

"Kalaupun kemudian kuota 30 persennya terpenuhi, tapi tidak menjamin bahwa caleg-caleg tersebut akan terpilih sebab mereka direkrut hanya untuk pemenuhan kuota bukan berdasar pada basis kemampuan," sambung Ali.

Praktik penjaringan bacaleg tanpa pemetaan atau kaderisasi secara sistematis juga dinilai akan menjadikan caleg yang maju tidak mampu bertarung dengan caleg lain. "Sehingga pada akhirnya akan menjadikan keterwakilan perempuan menjadi minoritas," tutupnya. (Yadi-Fahrul/B)

  • Bagikan