Fadel Muhammad Bacaleg Multikultural dan Multietnis

  • Bagikan
NGOBROL POLITIK. Fadel Muhammad Tauphan Ansar (kiri) saat mengikuti ngobrol politik di Coffeeholic by Sija, Minggu (28/5/2023). FAHRULLAH/RAKYATSULSEL

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Kota Makassar, Fadel Muhammad Tauphan Ansar hampir bisa dipastikan dia satu-satunya bakal calon legislatif (bacaleg) multikultural dan multietnis yang akan bertarung pada pemilihan legislatif (Pileg) 2024.

Dirinya akan bersaing untuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Selatan melalui partai Gerindra daerah pemilihan (Dapil) I Sulsel atau Makassar A.

Fadel Muhammad Tauphan Ansar menceritakan jika dia anak dari pasangan H Tauphan Ansar Nur dan Amelia F Lim. Tauphan merupakan pengusaha bugis ternama asal Makassar, sementara Amelia adalah muallaf berdarah Tiongkok.

"Ibu saya etnis Tiongkok. Setelah bertemu ayah, beliau masuk Islam. Tapi sampai hari ini, hubungan silaturahim dengan keluarga Ibunda selalu terjaga. Kita keluarga besar yang akrab saling membantu, meskipun kita berbeda agama," kata Fadel saat ngobrol dengan Komunitas Wartawan Politik Sulsel di Coffeeholic by Sija Minggu (28/5/2023).

Sebagai pengusaha muda, Fadel mengaku kerap kali menghadiri acara keluarga dari pihak Ibu, dan pihak Ayah. Dia terbiasa berada pada pertemuan antara kultur tradisi Bugis-Makassar dan Tionghoa. Itulah penyebab ia banyak memahami kultur dan pemikiran masyarakat etnis Tionghoa.

“Saya paling anti dengan orang yang bersikap toleran terhadap agama lain dan atau terhadap etnis lainnya. Karena saya selama ini berada ditengah-tengah pertemuan kedua budaya ini. Jadi saya paham betul, bahwa toleransi adalah satu-satunya jalan untuk kita bisa bekerjasama dan berkolaborasi untuk saling memajukan kesejahteraan bersama,” ungkapnya.

Sebagai Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Kota Makassar, Fadel mengakui jika sikap intoleransi dan politik identitas hanya membawa kesengsaraan bagi seluruh masyarakat tanpa terkecuali, terutama terhadap para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).

“Fokus kita seharusnya adalah mewujudkan kesejahteraan bersama yang inklusif tanpa pandang bulu. Bukan saling menghancurkan hanya karena berbeda agama, budaya, dan etnis,” jelasnya. (Fahrullah/A)

  • Bagikan