Antropologi dan Cita-Cita Transformasi Sosial

  • Bagikan
Muh. Fariz Zainal Islami, S.Sos.

SECARA garis besar disiplin antropologi adalah disiplin ilmu yang berpusat pada kebudayaan dan manusia. Antropologi memiliki peran penting dalam memahami transformasi sosial karena memberikan pendekatan lintas budaya. Melalui pengumpulan data-data aktual di lapangan, analisis konteks, dan pemahaman terhadap perubahan struktural, antropologi dapat membantu menggambarkan dan menjelaskan perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat.

Persoalannya, menurut Dede Mulyanto dan Dicky P. Ermanda (2015), gagasan yang berpusat pada kebudayaan tersebut menjadikan antropologi hanya sebatas hadir untuk menguak maksud apa yang diperbuat dan apa yang dilakukan oleh orang di dalam kebudayaannya. Inilah wajah antropologi di Indonesia yang dominan, sampai hari ini, yang didominasi oleh gagasan post- modern. Gagasan yang menjadikan antropologi berada di dalam kesadaran intersubjektifitas orang-orang. Tidak adanya realitas objektif selain konstruksi subjektif atas realitas, maka tidak ada kebenaran objektif. Semuanya relatif, kebenaran itu kontekstual. Dengan pengandaian bahwa kebenaran itu kontekstual maka setiap hasil kajian etnografi dari antropolog dapat digunakan semena-mena untuk kepentingan politik tertentu.

Keinginan untuk melakukan transformasi sosial mengandaikan adanya imajinasi tentang masyarakat yang ideal di masa yang akan datang. Menurut Nancy Munn (1992), studi tentang masa depan kurang mendapat tempat dalam disiplin antropologi yang cenderung berkonsentrasi pada masa lalu. Karena itu Rebecca Bryant & Daniel M. Knight (2019), sesuai dengan tradisi Heideggerian, menganjurkan agar antropologi berfokus pada masa depan. Sebagai upaya antropologi dalam mengurai teleologi kehidupan keseharian. Masa depan membangkitkan energi masa kini, begitu katanya. Orientasi masa depan adalah bagian dari siapa kita dan bagaimana kita mengalami kehidupan sehari-hari. Menarik diri ke arah masa depan dengan harapan besar, dengan antisipasi atau spekulasi fantastik, atau dengan tindakan iman atau percaya pada takdir.

Persimpangan Jalan
Imajinasi tentang kebudayaan ideal di masa yang akan datang, juga sekaligus mengatakan bahwa kebudayaan yang sekarang ini adalah kebudayaan yang salah. Lantas bagaimana antropologi menarik batas antara kebudayaan yang salah dan kebudayaan yang benar sebagai posisi untuk melakukan transformasi sosial jika antropologi itu sendiri mengandaikan kebenaran relatif?

Bersamaan dengan pertanyaan tersebut, kecenderungan gerakan sosial hari ini mengalami hal yang serupa seperti yang digambarkan oleh Rajendra Singh (2001). Terjadi fragmentasi gerakan secara meluas tanpa satu orientasi yang substansial. Gerakan sosial hari ini, dimana post-modern

begitu mendominasi, lebih pada upaya mendefinisikan kembali nilai-nilai kultural kolektif untuk merebut kebudayaan. Ketimbang pada upaya mengejar capaian-capaian material seperti merebut sarana-sarana produksi. Padahal itu tersebut merupakan basis material dari kebudayaan.

  • Bagikan