MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji materi batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. MK menolak syarat usia capres-cawapres diturunkan menjadi 35 tahun.
Dilain sisi dalam putusan itu pihak MK menyatakan menambahkan frasa berpengalaman sebagai kepala daerah dalam putusannya. MK menyebut bahwa kepala daerah merupakan penyelenggara negara.
Masih dalam pertimbangannya, MK menyebut bahwa presiden, wakil presiden, gubernur, bupati, dan wali kota masuk dalam rumpun jabatan eksekutif. Namun terdapat perbedaan penentuan batas usia minimum untuk jabatan-jabatan tersebut.
Lantas sebagai pengamat pandangan soal ini. Direktur Parameter Politik Indonesia, Ras Md mengatakan bajwa ada hal ganjil dalam putusan MK. Pasalnya narasi disampaikan membuat publik kebingungan.
"Frasa berpengalaman sama dengan wajib pilih, 17 tahun atau sudah menikah. Membingungkan, ini namanya prank se-Indonesia, disetting betul," katanya, Senin (16/10/2023) malam.
"Karpet merah buat Gibran, tapi belum tentu Gibran ambil sebagai cawapres," tambah dia.
Menurutnya, putusan MK: menolak gugatan PSI tentang batasan usia capres-cawapres sesuai harapan rakyat.
Keputusan MK mengenai uji materi tentang batasan usia akhirnya ditolak seluruhnya. Saya pikir keputusan MK menolak gugatan para penggugat adalah langkah yang baik. Sesuai harapan rakyat.
"Dan memang benar kata salah satu hakim MK, Saldi Isra jika tentang syarat usia capres cawapres adalah ranahnya pembuat Undang-undang dalam hal ini DPR," jelasnya.
Gaduhnya pra putusan MK lantaran digugat oleh Partai Solidaritas Indonesia. Bersamaan pula Gibran Rakabumi atau Walikota Solo diwacanakan akan berpasangan dengan Prabowo Subianto. Usia Gibran masih 35 tahun, dalam UU Pemilu yang ada, batas minimal usia Capres dan Cawapres harus 40 tahun dan tidak dibatasi usia maksimal.
Ditambah lagi Gibran adalah anak Presiden Joko Widodo. Wajar saja jika pra keputusan MK hari ini terlihat begitu hebo. Dari awal saya meyakini jika MK tidak bakal mengakomodir gugatan para pihak penggugat. Ada berapa faktor.
Faktor pertama, MK akan kehilangan marwah dimata publik jika mengabulkan gugatan tentang batas usia capres dan cawapres. Faktor kedua, wacana pasangan Prabowo dan Gibran tak ideal. Mengurus bangsa tidak sama dengan mengurus pemerintahan daerah.
"Dibutuhkan kematangan usia. Faktor ketiga, Gibran hanya mengupgrade personal brandingnya. Gibran target naik kelas kelevel Pilgub. Saya pikir, keputusan MK hari ini sesuai keinginan publik," tukasnya.
Terpisah, Direktur Profetik Institute Asratillah berpandangan publik belum biasa memastikan apakah putusan MK ini sesuai harapan atau tidak, dan bagaimana persepsi publik terhadapnya. Karena untuk mengetahui itu mesti ada jajak pendapat skala nasional yang dilakukan.
"Saya pikir, gawaian MK adalah menguji konstitusionalitas gugatan batas bawah umur cawapres, apakah materi UU yang digugat sesuai dengan UUD 1945 atau tidak," katanya.
Jika materi yg diuji ternyata tdk bertentangan dengan UUD 1945, maka gugatan terhadaonya dianggap batal. MK tidak dalam kapasitas menguji apakah UU terntentu sesuai selera publik atau tidak.
Ia menilai capres dan cawapres mesti berada dalam rentang umur yang matang, umur dimana seorang warga negara telah cukup lama berkecimpung dalam dunia politik.
"Kalau batas bawah umurnya terlalu muda, maka bisa saja ada figur yang belum matang sebagai negarawan tapi tiba-tiba secara adminstratif bisa mencalonkan diri," jelasnya.
Batas umur kata dia, adalah persyaratan formal belaka. Yang lebih penting menjadi perhatian publik adalah, rekam jejak figur beraangkutan jangan sampai hanya figur karbitan, punya kapasitas, punya visi yang siap diperdebatkan di ruang publik, dan yang terakhir adalah berintegritas.
"Sampai sejauh mana publik bisa mengakses dan mengerti visi masing-masing kandidat. Sampai sejauh mana para pemilih memiliki informasi memadai sekaitan profil politik figur bersangkutan?, justru isu-isu tersebut seringkali tenggelam di permukaan semisal hasil survei, skandal dan problem administrasi pemilihan lainnya," tutupnya. (Yadi/B)